Keinginan Sultan pada Jokowi soal Zona Merah Corona

Gubernur DIY Sri Sultan HB X meminta Presiden Jokowi mengumumkan mana saja zona merah Corona di Indonesia. Namun, permintaan itu belum ditanggapi.
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X ketika memberikan keterangan kepada wartawan di Kompleks Kepatihan. (Foto: Tagar/Rahmat Jiwandono)

Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk mengumumkan wilayah mana saja yang masuk dalam zona merah Corona atau Covid-19. Hal tersebut terungkap dalam konferensi jarak jauh pada Senin, 30 Maret 2020.

Raja Keraton Yogyakarta ini mengaku keinginan pemerintah pusat untuk mengumumkan zona merah sudah disampaikan ke presiden. Hal tersebut penting bagi daerah dalam merumuskan kebijakan dalam memutus penyebaran wabah ini. "Saya sudah tanyakan ke Pak Jokowi tapi pemerintah enggan memberi jawaban," katanya saat ditemui di Kompleks Kepatihan Yogyakarta pada Senin, 30 Maret 2020.

Sultan mengungkapkan, sejauh ini yang masuk zona merah baru Jakarta dan sekitarnya. Dengan diumumkan atau dibukanya data wilayah mana saja di Indonesia yang masuk zona merah akan memudahkan setiap daerah, termasuk pemerintah Yogyakarta untuk merumuskan kebijakan.

Sultan tidak ingin jika daerah yang sebelumnya zona hijau, namun karena mobilitas masyakarat dari zona hijau ke zona merah dan kembali ke daerahnya yang zona hijau lalu membuat wilayahnya menjadi zona merah. Sebaliknya, warga yang dari zona merah pun diminta tidak pergi ke zona hjiau. "Yang ditakutkan nanti malah menyebarkan virus Corona," kata dia.

Karena faktanya kasus Covid-19 di Yogyakarta tidak ada yang berasal dari dalam, melainkan dibawa orang yang usai bepergian.

Dengan begitu, upaya pemerintah untuk mencegah serta memotong mata rantai virus ini malah terhambat. "Beban ini ada di setiap daerah," katanya.

Raja yang sudah 32 tahun bertakhta ini menyatakan, dalam waktu 10 hari terakhir jumlah orang yang masuk ke Yogyakarta mencapai 1.870 orang. Sultan tidak melarang pendatang masuk ke Yogyakarta, namun yang terpenting pendatang bisa dikontrol dan melakukan isolasi diri di rumah.

"Karena faktanya kasus Covid-19 di Yogyakarta tidak ada yang berasal dari dalam, melainkan dibawa orang yang usai bepergian," ucapnya.

Lebih lanjut Ngarsa Dalem, sapaan lain Sri Sultan, menyebut pembatasan aktivitas yang sudah dilakukan secara swadaya oleh masyarakat di beberapa titik di Yogyakarta, berbeda dengan lockdown. Sebab, masyarakat yang tinggal di sana masih bisa keluar masuk tapi hanya akses masuknya dibatasi.

Pemerintah pusat tidak mau menerapkan lockdown karena jika diterapkan maka pemerintah harus siap memenuhi kebutuhan masyarakat yang terdampak lockdown. "Dampak lainnya sektor perekonomian juga bisa hancur kalau lockdown dilakukan," ungkapnya.

Sementara itu, data Covid-19 di DIY per 29 Maret 2020 pukul 16.00 WIB berdasarkan laporan dari rumah sakit rujukan Covid-19 sebagai berikut: Jumlah diperiksa 175 orang, 19 pasien positif, satu dinyatakan sembuh dan tiga meninggal dunia. Sementara ada 116 pasien dalam proses uji laboratorium, 40 pasien negatif dan empat meninggal dunia. []

Baca Juga:

Berita terkait
Empat Terminal di Yogyakarta Dipantau Cegah Covid-19
Pemprov DIY akan memeriksa seluruh penumpang dengan menggunakan Thermo Gun dan juga penyemprotan disinfektan untuk mencegah pandemi Covid-19.
Catatan Wakil Wali Kota Yogyakarta tentang Covid-19
Selama Maret 2020, warga Kota Yogyakarta 9.000 orang diperiksa, hasilnya 267 ODP, 9 PDP dan 2 positif Corona.
Ribuan ODP Corona Masuk Kulon Progo Yogyakarta
Ribuan pemudik sudah pulang ke Kulon Progo Yogyakata. Mereka berstatus ODP Corona.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.