Kasus Kusta Anak Tinggi, Berikut Langkah Penanganan Kemenkes

Langkah Kementerian Kesehatan dalam menangani tingginya kasus kusta pada anak di Indonesia.
Kusta. (Foto: Tagar/rsmeilia.co.id)

Jakarta - Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dr.dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM. MARS mengatakan bahwa proporsi kasus baru terkait dengan kusta pada anak di Indonesia masih berada di angka yang tinggi. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sampaikan beberapa langkah penanganan.

Kasus pada anak, harus menjadi perhatian karena mereka akan bersekolah, risiko penularan pada teman-teman di sekolah dan dampak sosial yang ada. Ini harus menjadi perhatian bagaimana kita mengatasinya,

Menurut data yang dihimpun oleh Kemenkes per tanggal 13 Januari 2021 kasus baru kusta pada anak mencapai angka 9,14% dan angka tersebut belum mencapai target pemerintah yakni berada dibawah angka 5%.

“Kasus pada anak, harus menjadi perhatian karena mereka akan bersekolah, risiko penularan pada teman-teman di sekolah dan dampak sosial yang ada. Ini harus menjadi perhatian bagaimana kita mengatasinya,” ucap dr. Maxi pada Hari Kusta Sedunia Tahun 2021 secara daring pada Jumat, 29 Januari 2021.

dr. Zunarsih Sp.KK, Sekretaris Kelompok Studi Morbus Hansen Indonesia (KSMHI) Perdoski memaparkan bawa kusta ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh adanya kuman kusta atau mycobacterium leprae. Kusta sendiri menular melalui saluran pernafasan dengan gejala awal yang ditandai dengan munculnya bercak merah atau putih di kulit.

Apabila tidak segera dilakukan pengobatan, penyakit kusta ini dapat menyebabkan kecacatan dan seringkali menyebabkan adanya diskriminasi kepada penderita itu sendiri maupun keluarga.

“Kalau mereka tidak segera ditemukan dan diobati, itu akan mendapatkan stigma dan diskriminasi seumur hidup. Kalau kondisi tangannya sudah putus-putus, sudah kiting. Bagaimana dia bisa sekolah dengan baik, saat dewasa bagaimana mereka bisa bekerja dengan baik,” jelasnya.

Langkah penanganan Kemenkes disampaikan oleh Direktur Penegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid bahwa akan diterjunkan kader di Puskesmas guna melakukan penemuan kasus seawal mungkin supaya penderita dapat segera diobati seperti dilakukan skrining di rumah, sekolah, ataupun lingkungan sekitar.

“Kami biasanya melakukan pemeriksaan di anak sekolah, ini terintegrasi dengan program UKS. Jika kita temukan anak positif kusta, kita bisa lakukan pemeriksaan kontak khususnya keluarganya atau gurunya di sekolah,” kata dr. Nadia.

Kemudian pengobatan akan dilakukan kepada penderita kusta, pada kusta tipe basah harus meminum obat selama 12 bulan sementara untuk tipe kering harus meminum obat selama 6 bulan. Oleh karenanya kepatuhan dari penderita dalam mengonsumsi obat merupakan kunci dari kesembuhan penderita kusta.

Kemenkes pun aktif dalam melakukan promosi kesehatan guna meningkatkan pemahaman bahwa kemunculan bercak putih ataupun merah pada kulit bukanlah bercak biasa dan membutuhkan penanganan lebih lanjut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Keseriusan pemerintah dalam Program Pencegahan dan Penanggulangan (P2) Kusta pun terlihat dari masuknya program P” Kusta sebagai Program Prioritas Nasional (Pro-PN) serta pemberian dukungan dana yang memadai bagi pelaksanaan program baik di pusat dan di daerah.

Atas dukungan dana tersebut daerah-daerah dapat melaksanakan upaya percepatan melalui bermacam kegiatan advokasi, sosialisasi, pelatihan, upaya deteksi dini serta penemuan aktif guna mewujudkan target Eliminasi Kusta tingkat Kabupaten/Kota tahun 2024. []

Berita terkait
Kemenkes Sebut Vaksinasi Cegah Penularan Serta Kematian
Kemenkes menegaskan pentingnya memberikan vaksinasi guna mengurangi risiko penyebaran dan kematian akibat virus Covid-19.
Penjelasan Kemenkes soal Bupati Sleman yang Positif Covid-19
Siti Nadia Tarmizi selaku Juru Bicara Vaksinasi mengatakan, tidak mungkin seseorang terpapar virus kembali setelah di vaksinasi.
Gunakan Data Penerima Vaksin Kemenkes, Menkes: Saya Kapok
Budi Gunadi Sadikin mengaku kapok gunakan data penerima vaksin dari Kemenkes dan akan gunakan data milik KPU.