Kapitra Ampera: Siapa yang Hina Pemimpinnya, Allah Akan Hinakan Dia

Kapitra Ampera mantan pengacara Rizieq Shihab mengungkap yang terjadi dalam reuni 212, ceramah politik dan menghina Presiden.
Kapitra Ampera. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta, (Tagar 4/12/2018) - Mantan pengacara Rizieq Shihab, Kapitra Ampera mengatakan tak ada yang salah dengan reuni 212. Namun, menurutnya tidak elok memelihara dendam dengan merayakan kejahatan seseorang yang sedang menjalani hukuman atasnya. 

Kapitra Ampera juga mengatakan, yang menjadi permasalahan adalah ketika reuni 212 disusupi kepentingan politik di tengah musim kampanye yang kian memanas.

"Tak bisa dipungkiri bahwa setelah keberpihakan tokoh-tokoh Alumni 212 untuk mendukung Paslon nomor urut 2 Prabowo-Sandi dalam Ijtima Ulama II beberapa waktu lalu, umat Islam digiring untuk memilih sesuai dengan pilihan yang diarahkan. Sehingga, ketika tokoh-tokoh tersebut kemudian menyelenggarakan acara Reuni 212, acara ini tentu tak dapat dilepaskan dari kepentingan politik, apalagi beberapa panitia Reuni 212 juga merupakan tim pemenangan paslon nomor urut 02 tersebut," ujar Kapitra Ampera melalui keterangan tertulis diterima Tagar News, Selasa sore (4/12).

Kapitra Ampera menyinggung Ketua GNPF Ulama, Yusuf Muhammad Martak yang menolak dugaan adanya invisible campaign yang disisipkan dalam acara tersebut.

Bahkan, kata Kapitra, Yusuf Muhammad bersumpah menyatakan, "Demi Allah, Wallahi, tidak ada agenda politik dalam pengadaan reuni 212. Dan Janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina (Q.S. Al.Qalam: 10)," Kapitra menirukan ucapan Yusuf. 

"Namun sumpah itu terlanggar, karena faktanya acara Reuni 212 yang disebutkan akan diisi ceramah agama, malah diisi orasi politik dan menyudutkan pimpinan negara yang seharusnya dihormati," tutur Kapitra.

Dalam orasi ceramah, lanjut Kapitra, ada seruan ganti presiden, menyebutkan haram memilih capres yang diusung partai pendukung penista agama, ajakan memilih capres yang diusung Ijtima Ulama. 

"Penceramah lain meski tidak gamblang menyebut nama, menyerukan agar menyerahkan negara kepada tentara yang dijaga oleh ulama, merujuk pada capres nomor 02, dan bahkan ada penceramah lain yang menyampaikan ujaran kebencian menyatakan Presiden telah membohongi rakyat dengan memakmurkan asing," ujar Kapitra. 

"Padahal caci maki kepada pemimpin adalah hal yang dilarang oleh Rasulullah. Kata Nabi, 'Siapa yang menghina pemimpinnya, maka Allah akan hinakan dia'," lanjut Kapitra.

Sehingga, lanjutnya, kekhawatiran tersebut terjadi bahwa Reuni 212 tahun 2018 tersebut bukan lagi soal moral apalagi keagamaan, tapi merupakan gerakan politik yaitu kampanye yang dibungkus jubah silaturrahmi umat.

Kapitra lebih lanjut mengatakan, tentang apakah yang disampaikan para penceramah dalam reuni 212 tersebut telah melanggar aturan kampanye yang tertuang dalam Peraturan Perundang-undangan atau tidak, menjadi wewenang Bawaslu yang memeriksa dan menilai. 

"Meski demikian, secara etika dan moral tak perlu menutup mata dan telinga untuk mengakui reuni 212 tahun 2018 tak bisa dilepaskan dari tujuan politik dan kampanye untuk memilih pasangan capres cawapres yang didukung Ijtima Ulama," kata Kapitra.

"Sekali lagi saya tegas nyatakan, tidak ada yang salah mengadakan perkumpulan, yang salah adalah ketika terjebak dalam sikap egoisme kelompok (ta'ashub) yang berlebihan, dengan memanfaatkan umat untuk mencapai tujuan politik dalam bungkusan keagamaan," lanjut Kapitra. []

Berita terkait
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.