Kampus di Amerika Serikat Dibuka Saat Pandemi Berkecamuk

Unversitas di Amerika Serikat mulai dibuka dengan kuliah tatap muka di saat pandemi virus corona menginfeksi 8 juta lebih warga Amerika
Sebuah tanda yang memberitahu siswa untuk memakai masker terlihat di kampus Universitas Southern California (USC) yang kosong, di tengah wabah Covid-19, di Los Angeles, California, AS, 17 Agustus 2020. (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Lucy Nicholson)

Jakarta - Universitas di Amerika Serikat (AS) menyaksikan kenaikan kasus virus corona (Covid-19) pada saat para mahasiswa kembali ke kampus. Beberapa kampus menyaksikan kenaikan cepat sementara lainnya berhasil mencegah penyebaran penyakit itu.

Laporan situs independen, worldometer, menunjukkan jumlah kasus virus corona di AS per 19 Oktober 2020 mencapai 8.380.418 dengan 224.636 kematian. AS ada di puncak pandemi virus corona dunia.

Sejauh ini belum ada sebuah rencana nasional yang terkoordinasi dari badan pendidikan tinggi sehubungan bagaimana menangani penyebaran virus corona di kampus-kampus universitas di AS. Demikian dinyatakan oleh para pakar, termasuk Lynn Psquerella, Ketua dari Association of Colleges and Universities, dan Frederick Lawrence, mantan rektor Brandeis University dan CEO dari Phi Beta Kappa Society dalam wawancara mereka dengan "VOA".

Pada awal Agustus sebelum semester musim gugur dimulai di banyak sekolah, hampir setengah dari lebih 1.275 universitas merencanakan semester kuliah penuh, sementara 35 persen merencanakan sebuah model gabungan kuliah penuh dan online, dan 14 persen online penuh. Demikian menurut the Chronicle of Higher Education, yang melacak sekolah-sekolah tinggi di AS sejak 2020.

Namun, sejak 1 Oktober, hanya 25 persen yang melaksanakan semester kuliah penuh, dan 21 persen melaksanakan model gabungan, sementara 44 persen melakukan kuliah online.

mahasiswa pakai maskerMahasiswa bermasker berjalan menyusuri kampus Ball State University di Muncie, Ind., Kamis, 10 September 2020. (Foto: voaindonesia.com/AP)

Beberapa pembatasan itu diberlakukan setelah para mahasiswa yang kembali ke kampus dan kasus Covid-19 meningkat drastis. James Madison University di Virginia misalnya, menghentikan kuliah secara total, dan University of Wisconsin di Madison menyaksikan kasus Covid-19 meningkat sehingga universitas terpaksa memberlakukan lockdown kampus selama dua minggu.

State University of New York di Cortland yang menampung 6.800 mahasiswa mengubah seluruh kurikulumnya menjadi online pada 6 Oktober 2020 akibat peningkatan kasus Covid-19. Di Suny Oneonta, lebih dari 700 mahasiswa tes Covidnya positif, dan pihak universitas mengubah kurikulumnya menjadi online saja untuk sisa semester ini.

Kebanyakan kampus di AS tidak menyelenggarakan uji virus corona secara luas meskipun terjadi peningkatan kasus, demikian temuan dari sebuah analisis oleh National Public Radio.

Data dari lebih 1.400 universitas yang dikumpulkan oleh College Crisis Initiative di Davidson dan dianalisa oleh National Publid Radio menunjukkan, lebih dari dua diantara tiga universitas yang menyelenggarakan kuliah penuh tidak punya rencana pengujian Covid-19 atau melakukan pengujian untuk mahasiswa yang berisiko saja.

Banyak mahasiswa dan staf universitas mengungkapkan keprihatinan mereka sebelum kampus-kampus dibuka kembali.

Jasmine Crawford dari Missouri University misalnya, mengirim cuitan yang bunyinya: “Jadi kalian memberitahu saya bahwa kita tidak bisa mengendalikan penyebaran Covid-19 selama masa orientasi di kampus, padahal kita akan mendatangkan lebih dari 20 ribu mahasiswa dalam kurun tiga minggu ke depan? Saya ingin kuliah kembali di Missouri State, tetapi perlu lebih dari sebuah rencana yang tidak jelas untuk hal ini.”

uclaMahasiswa Universitas California Los Angeles (UCLA) berjalan di kampus UCLA di Los Angeles, California, AS 15 November 2017. (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Lucy Nicholson)

Pada Juni, lebih dari setengah dari 7.234 pengajar dan staf melaporkan mereka merasa tidak aman untuk kembali ke kampus untuk menyelenggarakan semester musim gugur dengan kuliah penuh. Demikian dilaporkan oleh the Indy Star news outlet.

Lebih dari 90 persen mengatakan, “mereka tidak yakin para mahasiswa bisa menjaga jarak sosial secara benar sewaktu mereka berada di luar ruang kelas, misalnya pada akhir minggu, di bar, atau pesta-pesta.”

Sherry Pagoto seorang psikogol di University of Connecticut, mensurvei para mahasiswa sehubungan kembali ke kampus pada Juli, dan temuannya, para mahasiswa yang ikut dalam survei sepakat bahwa pemberlakuan karantina selama 14 hari sebelum semester dimulai tidak realistis dan kemungkinan besar akan gagal. (jm/lt)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Cawapres Amerika Serikat Saling Kecam Soal Virus Corona
Debat antara calon wakil presiden (Wapres) Amerika Serikat, Pence vs Harris, saling kecam soal penanganan virus corona Presiden Trump
Donald Trump Kebal Virus Corona 8 Juta Rakyatnya Terpapar
Presiden AS, Donald Trump, lagi-lagi sesumbar bahwa dia kebal virus corona setelah dirawat, tapi 8 juta lebih warganya justru terpapar
Wabah Corona Kini Berkecamuk di Amerika dan Italia
Ketika kasus baru di pusat wabah virus corona (Covid-19) di Wuhan, China, kian sedikit di Italia dan AS justru sebaliknya, kasus melampaui China