Kalau Santri Kiai Ma'ruf Melanggar Aturan, Ini Hukumannya

Santri lulusan Ponpes Kiai Ma'ruf Amin ada juga yang jadi polisi, tidak selalu jadi dai atau kiai.
Anak-anak santri Pondok Pesantren (Ponpes) An Nawawi Tanara di Serang Banteng, Jumat (25/1/2019). Mereka baru saja usai mandi, mereka membawa perlengkapan mandi. Tempat mandi lokasinya terpisah dari bangunan Ponpes. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Banten, (Tagar 28/1/2019) - Cikal bakal berdirinya pondok pesantren (Ponpes) An Nawawi Tanara diawali dari pembuatan sebuah bangunan rumah milik KH Ma'ruf Amin yang dekat dengan tempat lahir Syeikh Nawawi, kakek Ma'ruf Amin yang pernah menjadi imam di Mekkah, Arab Saudi.

Sejak tahun 2001, Ma'ruf Amin merintis perlahan mendirikan satu persatu pondokan bagi santri yang menempa pendidikan di ponpesnya, mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (SD), Madrasah Tsanawiyah (SMP) dan Madrasah Aliyah (SMA) sampai perguruan tinggi atau disebut dengan Sekolah Tinggi Ilmu Fiqih (STIF).

Baca juga: Perguruan Tinggi Fiqih, Satu-satunya di Indonesia Ada di Ponpes Kiai Ma’ruf

Hal itu dijelaskan Ahmad Muayyad, anak keenam KH Ma'ruf Amin saat berbincang dengan Tagar News di kompleks Ponpes yang terletak di pesisir utara Serang, Banten, pada Jumat, 25 Januari 2019.

"Pertama membuat ponpes dari rumah Abah Yai (Ma'ruf Amin) dulu yang dibuat. Baru pelan-pelan membangun pondok pesantren, asrama, lalu madrasah untuk santri menetap dan belajar di sini," jelasnya.

Lebih lanjut ia menerangkan, Ponpes An-Nawawi dibangun dengan konsep elaborasi sistem pendidikan terpadu: antara pendidikan modern, dengan pendidikan keagamaan. Gunanya, agar santri di sini mampu menerapkan syariah Islam dengan baik, serta kaya wawasan ilmu dunia.

"Yang satu madrasah, yang satu sekolah (umum) digabung jadi satu. Kalau mondok belajar kitab kuning Bahasa Arab, lalu dipadukan juga dengan kurikulum sekolah formal," ucapnya.

Di Ponpes ini terdapat dua asrama pria dan wanita yang dibuat secara terpisah. Baik santri pria maupun wanita, bahkan tidak dipertemukan secara tatap langsung di ruangan kelas. Jadi, kata Muayyad, hal itu adalah suatu bentuk dari aturan lama yang ada di Ponpes An Nawawi supaya para santri dapat fokus belajar ilmu agama.

"Dalam salah satu aturan tata tertib di sini, dilarang menemui dan surat-menyurat dengan lawan jenis. Santri juga dilarang membawa dan atau menyimpan alat elektronik seperti ponsel, radio, teve, agar dapat fokus belajar dengan baik," ujarnya.

Bahkan, ia menambahkan, untuk bepergian keluar Ponpes saja tidak boleh, apalagi tanpa seizin pengasuh dan tenaga pengajar. Hal itu dilakukan agar pendidikan santri tidak terganggu oleh dunia luar.

Bila ada yang melanggar peraturan tersebut terutama santri pria, akan dihukum. "Dihukum. Rambutnya dicepak atau dicukur lah. Mungkin bisa juga dijemur. Karena, di mana-mana kan kita hidup memang mengenal sistem hukum," ujarnya.

Muayyad berharap lulusan An Nawawi nantinya akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak, setelah membawa bekal ilmu dunia maupun ilmu akhirat yang dipelajari sampai lulus mondok.

Ponpes Kiai MarufKamar santri di Pondok Pesantren (Ponpes) An Nawawi Tanara di Serang Banten. Anak-anak santri tidur di kasur liput. Sekamar dihuni 30 anak. Kasur digelar pada malam jelang tidur, dilipat saat pagi untuk aktivitas belajar dan mengaji, Jumat (25/1/2019). (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

"Bahkan, ada juga santri lulusan dari sini yang jadi polisi, dan kita bangga dengan hal itu. Berarti tandanya santri di sini lahir tidak hanya menjadi dai atau kiai saja. Bahkan bisa menjadi aparatur juga," ucapnya.

Pada tahun 2018, kata Muayyad, ponpes ini didominasi santri wanita dengan total 400 lebih santri yang menetap di asrama. Selain itu ada 280-an santri pria yang serupa mondok di asrama pria. Jumlah santri di sini bertambah dari tahun ke tahun.

"Setiap tahun santri bertambah terus, malah kemarin penerimaan itu bisa dibilang mau di cut off  saking banyaknya yang mau masuk, asrama tidak mencukupi untuk menampung," jelasnya.

"Rata-rata yang mondok di sini, dulunya orangtua santri ya alumnus An Nawawi juga. Seiring perkembangan zaman dan ramainya pemberitaan media massa, turut berpengaruh juga dengan pertambahan santri di sini tiap tahunnya," ucap dia menambahkan.

Santri yang telah lulus selanjutnya dapat mengajar di Ponpes An Nawawi dan dibekali ilmu tambahan dengan berkuliah di STIF secara gratis, salah satunya adalah Iik Faiqoh. Sebagai tenaga pengajar merangkap staf administrasi ia menyebut, persyaratan untuk masuk pesantren di sini cukup praktis. Hanya mengumpulkan data pribadi santri, tanpa dipungut uang pendaftaran dan uang gedung.

"Persyaratan utama harus membawa foto copy KTP orangtua dan KK, lalu pas foto. Jangan lupa sertakan akta lahir dan ijazah. Untuk santri yang dalam finansial tidak mampu juga harus disertakan dari keterangan RT," ujar Iik.

"Di sini tidak ada pungutan. Hanya ada biaya per bulan siswa diminta sekitar Rp 300.000 untuk konsumsi makan sehari-hari," lanjutnya.

Dengan bertambahnya santri maka turut bertambah juga lingkup infrastruktur yang dibangun untuk menampung peserta belajar mengajar di Ponpes An Nawawi. 

Pada tahun 2018, Kementerian PUPR telah membangun asrama pria bertipologi barak 3 lantai, dengan unit hunian 12 kamar: terdiri dari tipe 14 dan tipe 22, yang dapat dihuni oleh 216 santri. Di setiap lantai terdapat 15 toilet umum dan tempat wudhu untuk para santri pria.  

Tepat di samping asrama pria, terdapat bangunan madrasah setinggi 4 lantai yang saat ini dalam tahap konstruksi pembangunan dan didanai sepenuhnya oleh Kementerian BUMN. 

Abdurrahman (23), tenaga pengajar di Ponpes An Nawawi menyebut pembangunan madrasah tidak akan memakan waktu lama alias akan tuntas secara cepat.

"Masjid Agung Penata saja pembangunannya dikebut selama 24 jam dan dalam 6 bulan sudah bisa digunakan oleh para santri untuk beribadah. Ibu Rini Soemarno telah meresmikan masjid ini tahun lalu, dan madrasah yang dibangun Kementerian BUMN ini nantinya akan digunakan untuk sarana belajar mengajar bagi santri pria. Saya rasa ini dalam beberapa bulan saja sudah jadi. Ada baiknya jelas, agar santri di sini semakin fokus untuk belajar dan lingkungan di sini semakin nyaman untuk ditinggali," tuturnya. []

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.