TAGAR.id, Taipei, Taiwan - Shu Min, warga Kota Nanjing di kawasan timur China, berpendapat bahwa rumah sakit umum di negara tersebut kehabisan uang dan melakukan segala kebutuhan yang bisa mereka lakukan untuk meningkatkan pembayaran tambahan yang dibebankan langsung kepada pasien.
“Seorang dokter mengatakan kepada saya, semakin banyak masalah yang dihadapi pasien, semakin baik. Jadi rumah sakit bisa mendapatkan manfaat lebih banyak dengan mengambil jumlah asuransi tertinggi yang bisa diklaim oleh pasien,” katanya kepada VOA Mandarin dalam sebuah wawancara. "Ini sangat konyol!"
Ayah Shu Min telah didiagnosis menderita penyakit Alzheimer ringan dan menderita patah tulang saat terjatuh beberapa tahun yang lalu, sehingga memerlukan rawat inap jangka panjang untuk rehabilitasi.
Dalam sebuah wawancara telepon, Shu Min mengatakan beberapa rumah sakit merekomendasikan ayahnya untuk dirawat sebagai pasien Alzheimer daripada rehabilitasi karena program asuransi kesehatan membayar 3.000 dolar (hampir Rp 47 juta) untuk pasien Alzheimer, dibandingkan dengan 1.100 dolar (sekitar Rp 17 juta) untuk rehabilitasi.
Dia mengatakan rumah sakit umum juga telah menaikkan jumlah pembayaran bersama dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu obat yang paling sering digunakan ayahnya tidak lagi ditanggung oleh asuransi kesehatan, dan keluarganya harus mengganti obat, meskipun dokter mengatakan bahwa obat asli lebih efektif.
Hal-hal yang ditanggung oleh asuransi kesehatan juga lebih sedikit. Misalnya, dua tahun lalu, latihan rehabilitasi diberikan dua kali sehari, namun kini diberikan satu kali sehari. Terapi fisik juga telah dikurangi dari dua kali menjadi sekali sehari.
"Saya menjadi sangat gugup selama tiga tahun terakhir karena setiap bulan Januari, dokter memberi tahu saya bahwa ada kebijakan baru. Sejak tahun lalu, perubahan kebijakan menjadi lebih sering. Hal ini tidak memberikan waktu bagi pasien atau rumah sakit untuk beradaptasi," kata Shu Min
"Saya hidup dalam kecemasan dan perasaan yang sangat tidak aman," keluhnya.
Tinggalkan layanan asuransi
Berbeda dengan Shu Min, yang masih memiliki asuransi kesehatan, jutaan warga China lainnya telah keluar dari asuransi kesehatan pemerintah.
Pada tahun 2022, China memiliki 1,34 miliar orang yang terdaftar dalam asuransi kesehatan dasar yang disubsidi negara, menurut statistik yang dirilis oleh Administrasi Keamanan Layanan Kesehatan Nasional, namun jumlah tersebut lebih sedikit 17,05 juta orang dibandingkan tahun 2021.
Wang Chaoqun, profesor Central China Normal University di Wuhan, berpendapat dalam sebuah artikel penelitian tentang asuransi kesehatan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan orang menarik diri dari program asuransi. Hal ini termasuk premi yang terus meningkat, berkurangnya tunjangan, peningkatan kesehatan di kalangan penduduk paruh baya, dan kegagalan rencana asuransi untuk mengatasi beberapa penyakit utama.
Di Weibo, platform media sosial yang banyak digunakan namun disensor, sebuah thread berjudul "20 juta orang keluar dari asuransi kesehatan" menarik perdebatan dan diskusi yang sengit.
“Semakin banyak orang memilih untuk tidak membeli asuransi kesehatan apa pun,” kata salah satu pengguna dengan akun “QQQ.” Seorang pengguna bernama "Jacqekaby" menjawab, "Tepat sekali. Begitu banyak teman yang memilih cara ini, hanya saja biayanya terlalu mahal."
Dong Siqi, direktur Departemen Urusan Internasional di sebuah organisasi penelitian kebijakan yang dikenal sebagai Taiwan Thinktank, mengatakan biaya asuransi kesehatan di China saat ini 38 kali lebih tinggi dibandingkan 20 tahun lalu, sementara pendapatan rata-rata pekerja migran hanya meningkat sebesar 24%. Kenaikan premi yang terus berlanjut mungkin memberikan tekanan pada sebagian orang, terutama mereka yang berada di daerah pedesaan yang memiliki lebih banyak anggota keluarga.
“Proporsi asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemerintah masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang dibayarkan oleh individu, sehingga fakta bahwa begitu banyak orang yang menarik diri dari skema ini menunjukkan ketidakpercayaan terhadap sistem jaminan sosial,” kata Dong kepada VOA Mandarin dalam wawancara telepon.
Pandemi COVID-19 berdampak pada operasional banyak perusahaan, yang tidak lagi mampu membayar asuransi kesehatan bagi karyawannya, kata Dong. “Pemerintah daerah menjadi kurang mampu menyediakan jaminan layanan kesehatan karena krisis keuangan. Jadi, biaya yang harus dikeluarkan masyarakat menjadi lebih tinggi, dan mereka lebih memilih untuk menyimpan uang tunai untuk pengeluaran lain.”
Yang Lixiong, seorang profesor di Sekolah Perburuhan dan Sumber Daya Manusia di Universitas Renmin China, mengatakan biaya asuransi kesehatan memang menjadi beban bagi rata-rata keluarga pedesaan.
“Sangat sulit bagi petani untuk meningkatkan pendapatan mereka, namun premi asuransi kesehatan tumbuh terlalu cepat. Itu masalah terbesarnya,” kata Yang kepada mingguan "China Economic Weekly" dalam laporan yang diterbitkan pada 4 Desember. (es/pp)/voaindonesia.com. []