Juru Parkir Pembuat Kerajinan Miniatur di Yogyakarta

Seorang juru parkir di Yogyakarta membuat kerajinan miniatur masjid dan bangunan dengan alat seadanya. Idenya pun hanya dari imajinasi.
Suwarso, 42 tahun, memasang daun pintu untuk miniatur maajid buatannya, Selasa, 7 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Yogyakarta - Wajah Suwarso tampak serius. Kulit dahinya berkerut ketika jemarinya menata potongan-potongan tripleks yang telah diolesi lem kayu. Perlahan dan hati-hati, dia menempelkan potongan-potongan kecil itu pada tripleks yang lebih besar, membentuk daun pintu berukuran kecil.

Pria berusia 42 tahun itu adalah seorang juru parkir di Jalan Kyai Mojo, tepatnya di depan Pasar Pingit. Perawakannya sedang, berkulit sedikit gelap. Rambutnya ikal dan wajahnya sedikit keriput.

Selain menjadi juru parkir, Suwarso mencoba mengais rupiah dengan keterampilan lain yang dimilikinya. Dia membuat kerajinan berupa miniatur masjid dan bangunan-bangunan lain dari potongan-potongan tripleks.

Kendalanya ya di modal. Kalau nggak ada modal, ya nggak jalan.

Miniatur-miniatur bangunan itu bisa menjadi hiasan ruang tamu. Sebab, ukurannya tidak terlalu besar, hanya sekitar 35x35 sentimeter. Bentuk dan warnanya pun beragam dan sangat menarik.

Belasan miniatur masjid dan bangunan lainnya berjejer di halaman depan salah satu toko yang sudah jarang buka. Tempat itu sekaligus menjadi workshop atau tempat Suwarso berproduksi sambil menjaga kendaraan-kendaraan yang diparkir.

Minatur lagiSalah satu kerajinan miniatur buatan Suwarso, 42 tahun, setelah proses finishing, Selasa, 7 Juli 2020. Foto: (Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Saat waktunya luang, Suwarso duduk di kursi bambu panjang untuk membuat kerajinan. Peralatan yang digunakannya sangat sederhana, yakni pisau pemotong atau cutter, palu, dan gergaji kecil.

Sementara bahan-bahan yang digunakan hanya lem kayu, tripleks dan potongan-potongan kayu. Tripleks digunakan sebagai dinding dan daun pintu serta jendela. Sedangkan potongan kayu jati untuk tiang atau kaki miniatur.

Saat ditemui di tempat itu, Selasa, 7 Juli 2020, Suwarso sedang menyelesaikan salah satu miniatur masjid. Wajahnya terlihat serius. Hanya bola matanya sesekali menatap ke arah mobil-mobil yang terparkir.

Suara knalpot kendaraan yang melintas beberapa meter dari tempat duduknya, sama sekali tidak mengganggu konsentrasi Suwarso. Tubuhnya hanya beranjak dari kursi saat seorang pria berjalan menuju salah satu mobil. Suwarso pun dengan sigap memberi aba-aba setelah pria itu duduk di belakang setir.

Setelah menerima uang jasa parkir dari pemilik mobil, Suwarso kembali pada aktivitasnya membuat kerajinan miniatur. Semberi membuat miniatur, di bercerita bahwa keterampilan itu diperolehnya secara tidak sengaja.

Awalnya, kata Suwarso, dia hanya iseng membuat miniatur saat jam istirahat di tempat kerjanya dulu, di salah satu produsen mebel.

"Awalnya saya iseng di tempat kerja, kalau istirahat buat masjid," katanya.

Dulu, di perusahaan mebel itu, Suwarso bertugas di bagian produksi handel atau pegangan laci, lemari dan sebagainya. Namun di tahun 2018, Suwarso terkena PHK.

Minatur 2Belasan kerajinan berbentuk miniatur masjid dan bangunan yang dibuat oleh seorang juru parkir, Suwarso, 42 tahun di Yogyakarta, Selasa, 7 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Dia mengaku kena putus kerja karena beberapa kali tidak masuk kerja akibat tidak memiliki kendaraan pribadi. Akhirnya, dia mencoba membuka usaha kerajinan miniatur sambil menjadi juru parkir.

Untuk menyelesaikan satu unit miniatur, Suwarso membutuhkan waktu hingga 1,5 bulan. Sebab, pembuatan miniatur-miniatur itu cukup rumit. Apalagi, bentuk masing-masing bagian terbilang kecil. Sangat dibutuhkan ketelatenan untuk menyelesaikannya.

Harga jualnya pun tergantung pada jumlah bahan yang digunakan dan waktu produksi yang dibutuhkan. "Bahannya kayu jati dan tripleks. Prosesnya 1,5 bulan untuk satu unit. Lama, Pak. Harga jualnya tergantung lamanya dan bahannya. Paling murah Rp 750 ribu, paling mahal Rp 1 juta," katanya.

Selain dijual di tempat itu, Suwarso mencoba menjual hasil kerajinan buatannya secara daring atau online. Tapi, dia tidak mencoba menitipkan kerajinan-kerajinan itu pada penjual kerajinan yang banyak terdapat di Yogyakarta, seperti di Malioboro atau tempat lain. Alasannya, karena dia terkendala kendaraan, sehingga tidak bisa pergi-pergi untuk menitip.

Kendala lain yang dihadapi oleh Suwarso adalah permodalan. Selama ini dia memproduksi kerajinan hanya dengan modal seadanya. "Kendalanya ya di modal. Kalau nggak ada modal, ya nggak jalan," keluhnya.

Sebulan Belum Tentu Laku

Meski mengaku telah mencoba pemasaran secara daring, tapi kata Suwarso, dalam sebulan belum tentu ada kerajinan hasil produksinya yang laku. Padahal, dia terus berproduksi, sehingga jumlah kerajinan produksinya menumpuk.

Untungnya untuk penghasilan harian saya dapat dari jadi tukang parkir.

Kerajinan-kerajinan miniatur itu dibiarkan teronggok di halaman depan toko dan tidak dibawa pulang. "Sebulan belum tentu ada yang laku. Ini untung-untungan. Untungnya untuk penghasilan harian saya dapat dari jadi tukang parkir," tutur bapak dua anak itu.

Miniatur 3Detail kerajinan miniatur buatan Suwarso, 42 tahun, tampak kurang rapi sebelum tahap finishing, Selasa, 7 Juli 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Jika diamati dengan seksama, miniatur-miniatur buatan Suwarso memang tidak terlalu rapi. Mungkin itu disebabkan proses pembuatannya yang hanya menggunakan alat seadanya. Meski demikian, Suwarso tidak putus asa. Dia tetap memproduksi kerajinan tangannya itu.

Suwarso menambahkan, proses pembuatan miniatur-miniatur itu cukup rumit. Ada beberapa tahap yang harus dilakukan, mulai dari pembuatan mal atau pola di atas permukaan tripleks, kemudian memotongnya menggunakan cutter, lalu memasangnya sesuai keinginan.

Tahapan itu bukan hanya dilakukan sekali, tetapi berulang kali, disesuaikan dengan jumlah lantai pada miniatur dan bentuk dindingnya.

"Yang bikin rumit itu bikin mal, nanti atasnya lain lagi. Nanti ditumpuk lagi, terus dibuatkan sket lagi. Gambarnya di papan tripleks. Kalau kayu jati diukur dulu. Itu khusus untuk tiangnya," urai Suwarso.

Bangunan Imajiner

Dari belasan miniatur masjid dan bangunan yang diproduksi Suwarso, tidak satu pun lahir dari bangunan yang benar-benar ada.

Menurut Suwarso, seluruh miniatur bangunan yang dibuatnya merupakan hasil imajinya, bukan mencontoh bentuk bangunan yang benar-benar ada. Sehingga tidak mengherankan jika orang bertanya-tanya saat melihat bentuknya ketika jadi.

Model masjid dan bangunannya cuma imajinasi. Kalau ada ide langsung digambar. Setelah itu baru dibuat jadi hiasan begini.

Sebagian miniatur bahkan terlihat mirip, walaupun selalu ada perbedaan antara miniatur satu dengan lainnya. Bentuk bangunan-bangunan itu, kata Suwarso, biasanya tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Bentuk itulah yang kemudian dibuatnya menjadi sketsa untuk diproduksi menjadi miniatur.

"Model masjid dan bangunannya cuma imajinasi. Kalau ada ide langsung digambar. Setelah itu baru dibuat jadi hiasan begini," ceritanya.

Seorang pengguna jalan yang kebetulan melintas dan singgah di tempat itu, Dani, 26 tahun, mengaku sudah cukup lama mengetahui adanya miniatur-miniatur tersebut.

Tapi, selama ini, Dani mengira miniatur-miniatur yang dipajang di tempat itu merupakan pagupon atau kandang untuk burung Merpati. Dia baru mengetahui bahwa itu bukan kandang burung merpati setelah singgah di situ.

"Wingi-wingi kulo kiro gupon, Mas. Angger lewat kene mesti tak matke, kuwi opo to? Pas iki mau mampir, kok jebul mesjid-mesjidan. Ra sedeng nek nggo doro. (Kemarin-kemarin saya kira kandang Merpati, Mas. Setiap lewat pasti saya perhatikan, itu apa sih? Pas ini tadi saya mampir, kok ternyata masjid-masjidan. Tidak cukup kalau untuk kandang Merpati," jelasnya sambil tertawa.

Dani mengaku tidak tertarik membeli miniatur-miniatur itu karena hiasan ruang tamu di rumahnya sudah cukup. Tapi, jika Suwarso memproduksi kandang Merpati dengan bentuk semacam itu, Dani siap untuk membeli.

"Nek gupon malah mungkin luwih payu, Mas. Soale saiki akeh wong golek gupon (Kalau kandang Merpati malah mungkin lebih laku, Mas. Sebab, sekarang banyak orang yang cari kandang Merpati)," tuturnya. []

Berita terkait
Kisah Haru Relawan Pemakaman Jenazah Covid di Kudus
Tidak digaji, tak ada intensif, anak gagal di PPDB, Wak Uying tetap berada di garis depan pemakaman jenazah Covid-19 di Kudus.
Guide Termuda Taman Sari Diminta Jadi Menantu Dokter
Salsa sudah menjadi pemandu wisata di Taman Sari sejak duduk di bangku sekolah dasar. sejarah Taman Sari dirinya pelajari dari internet.
Menengok Gaya Bersepeda di Negeri Syariat Islam
Mengatur formasi sambil berdayung sepeda, mereka tampak semangat hingga berkeringat menyusuri ruas jalan Kota Banda Aceh di tengah pandemi corona.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu