Jeritan Petani Pessel di Tengah Wabah Covid-19

Petani gambir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, mengeluhkan rendahnya harga jual sejak wabah covid-19 menyerang dunia.
Firmansyah, salah seorang petani gambir di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, sedang menjemur gambir miliknya. (Foto: Tagar/Teddy Setiawan)

Pesisir Selatan - Seorang petani gambir duduk termenung dengan wajah murung di bawah terik mentari di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat, Kamis, 2 April 2020.

Harganya terlalu murah, sehingga sudah tidak seimbang lagi dengan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namanya Firmansyah, 33 tahun. Matanya lesu menatap jemuran gambirnya. Pasalnya, sejak tiga pekan terakhir, harga gambir di Pessel berada di titik terendah. Kondisi disebut-sebut imbas dari merebaknya virus corona (covid-19).

"Dari Rp 20 ribu jadi Rp 9 ribu per kilogram. Itu pun harus memohon pada eksportir di Padang. Mau bagaimana lagi," keluhnya saat berbincang kepada Tagar.

Di lain sisi, biaya kebutuhan hidup sehari-hari makin tinggi. Mata pencaharian satu-satunya hanya sebagai petani gambir. Apalagi, kini pemerintah mulai melarang keluar rumah, sehingga ekonomi makin sulit.

Padahal, kata Firman, sejak 7 tahun terakhir sebagian besar masyarakat di Sutera telah menggantungkan kehidupannya sebagai petani gambir. Bahkan, lahan gambir tercatat 40 ribu haktere di kecamatan itu.

Kondisi serupa, juga dialami Jelli, 31 tahun, salah seorang petani gambir di Kecamatan Lengayang. Ia mengaku mulai kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penghasilan sebagai petani gambir sudah tidak bisa lagi mencukupi biaya kebutuhan pangan keluarga. Padahal, bertani gambir merupakan sandaran utama perekonomian keluarga.

"Harganya terlalu murah, sehingga sudah tidak seimbang lagi dengan kebutuhan hidup sehari-hari," katanya.

Tak hanya gambir, penurunan harga juga turut dirasakan petani pinang dan karet. Harga dua komoditi itu juga menyentuh titik terendah sejak 8 tahun terakhir.

Saat ini, kata Ujang, 46 tahun, salah seorang petani karet di Kecamatan Batang Kapas, mengaku harga karet kini merosot, dari Rp 8 ribu per kilogram, menjadi hanya Rp 5 ribu per kilogram.

Dengan harga seperti itu, kini para petani terpaksa menghentikan kegiatan menderes. Sebab, penghasilan sudah tidak bisa lagi menutup biaya produksi, apalagi untuk makan.

"Ini kata agen pengumpul di Padang akibat pabrik pengolahan karet di negara-negara tujuan ekspor mulai tutup gara-gara wabah virus corona," katanya.

Penurunan tak terperikan juga dirasakan Irdam, 47 tahun, salah seorang petani pinang di Kecamatan Sutera. Ia mengatakan, harga pinang terjun bebas ke angka Rp 5 ribu per kilogram dari Rp 14 per kilogram sebelumnya.

Mereka berharap, pemerintah pusat, maaupun daerah bisa menyikapi persoalan ini dengan serius. Jika tidak, ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah.

"Sebab, penurunan harga ini akan memengaruhi daya beli masyarakat. Sementata, salah satu penopang pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan adalah konsumsi rumah tangga," katanya.

Terpisah, Kepala Bagian Humas Pemkab Pessel, Runaldi Dasar menyampaikan sebagai dampak covid-19, pemerintah merencanakan anggaran stimulan Rp 50 miliar.

"Kini kami masih mengitungnya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bakal rampung," katanya. []



Berita terkait
Perantau Pessel Bantu Peralatan Medis Lawan Corona
Perantan Pesisir Selatan turut membantu peralatan tenaga medis dalam perjuangan melawan virus corona.
Puluhan ODP Corona di Pessel Didesak Masuk Karantina
61 orang dalam pemantauan (ODP) corona di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, didesak segera memasuki ruangan karantina.
Pajak Hotel dan Restoran di Pessel Gratis 3 Bulan
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menggratiskan pajak hotel dan restoran di daerah itu selama tiga bulan.
0
Kesehatan dan Hak Reproduksi Adalah Hak Dasar
Membatasi akses aborsi tidak mencegah orang untuk melakukan aborsi, hal itu justru hanya membuatnya menjadi lebih berisiko mematikan