Seoul, (Tagar 10/1/2018) – Pihak Jepang menyatakan menolak permintaan Korea Selatan (Korsel) untuk mengambil langkah lanjutan membantu “wanita penghibur”, atau merujuk kepada para gadis dan wanita Korsel yang dipaksa militer Jepang bekerja di bordil sebagai budak sex semasa perang dunia II.
Menurut Jepang permasalahan tersebut terselesaikan dengan kesepakatan 2015. Dalam kesepakatan, Jepang meminta maaf kepada korban dan memberikan dana sebesar 1 miliar yen atau 8,8 juta dolar AS untuk sebuah lembaga dana demi mendukung kehidupan para korban.
Jepang dan Korsel berbagi sejarah pahit tentang kolonisasi Jepang pada 1910-1945, sehingga memecah belah kedua negara. Disisi lain, Jepang merupakan pusat terpenting dalam mengendalikan program nuklir dan misil Korea Utara (Korut).
Sebuah penyelidikan dari Pemerintah Korsel pada bulan lalu, menyimpulkan perselisihan mengenai wanita penghibur tidak dapat "diselesaikan secara mendasar", karena tuntutan korban atas kompensasi hukum belum terpenuhi.
Kemudian Jepang menanggapi dengan mengatakan bahwa setiap upaya Korsel untuk merevisi kesepakatan 2015, yang diserang pemerintah konservatif Korsel, akan membuat hubungan kedua negara menjadi "tidak terkendali".
“Korsel tidak akan berusaha untuk merundingkan kembali kesepakatan 2015, meskipun pihaknya gagal memenuhi kebutuhan korban dan menyelesaikan perseteruan tersebut,” jelas Menteri Luar Negeri Kang Kyung-wha Korsel seperti dikutip Reauters, Selasa (9/1) waktu setempat.
Menlu berharap, Jepang segera melakukan upaya lebih lanjut untuk membantu para wanita Korsel mendapatkan kembali kehormatan dan martabat seorang wanita yang dijadikan korban. Namun Jepang menolak saran apa pun untuk mengambil langkah memperluas kesepakatan 2015. (ant/ard)