Jan Ethes dan AHY, Penerus Dinasti Politik Berikutnya

Nama Jan Ethes dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), berpotensi menjadi suksesor dinasti politik keluarga masing-masing.
Jokowi dan Jan Ethes bermain bola di atas hamparan pasir Pantai Sanur, Bali. (Foto: Istimewa)

Jakarta - Dalam percaturan politik dunia, ada ungkapan yang lazim disebut dinasti politik. Jika mengacu dari ungkapan itu, maka sosok Jan Ethes Srinarendra menjadi paling layak untuk dijadikan suksesor, dari trah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pasalnya, meski masih terlalu muda, Jan Ethes dinilai mampu menuai simpati banyak orang dan masih mungkin untuk menggeluti dunia politik, dibandingkan ketiga anak Jokowi yang terlanjur aktif dalam dunia usaha dan bisnis masing-masing.

Baca juga: Secara Statistik, Popularitas Jan Ethes Lampaui Kaesang Pangarep

Apalagi, foto-foto kedekatan Jokowi dan cucunya itu telah mencuri hati dan akan menjadi kenangan tersendiri bagi banyak kalangan. Kenangan itu akan tersimpan dalam waktu yang akan lama. Hampir semua dinasti politik juga memiliki foto kebersamaan mereka yang mencuri hati banyak orang.

 Bush sr and Bush jrBush sr and Bush jr saat masih muda. (Foto: Instagram/georgewbush) 

Dinasti atau trah politik adalah sesuatu yang masih dan akan tetap berlangsung dalam dunia politik. Beberapa nama yang populer dalam dinasti politik internasional adalah Kennedy, Bush, Gandhi, Bhutto, Aquino, dan lain-lain.

Sedangkan di tingkat nasional, mantan Presiden Sukarno, Soeharto, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga memiliki dinasti yang berkiprah di dunia politik. Bahkan, putri Presiden Sukarno, Megawati Sukarno Putri, terpilih sebagai Presiden Wanita Pertama RI.

Trah Yudhoyono

Dalam Trah Yudhoyono, saat ini yang sedang berusaha ikut berebut pengaruh dalam dunia politik adalah putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Sulung SBY itu seolah dipersiapkan khusus oleh dinasti sang pendiri Partai Demokrat (PD) sebagai suksesor di masa depan

Pengamat politik LIPI Aisah Putri Budiarti, sempat mengatakan bahwa AHY bakal memiliki keuntungan besar jika PD punya nyali untuk keluar dari Koalisi Adil Makmur dan mengubah arah dukungan ke kubu capres-cawapres petahana Joko Widodo-Maruf Amien (kubu 01) pada kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) PD itu diprediksi bakal berpeluang mengasah performanya di pemerintahan, jika saja partainya mau mendukung Jokowi-Amien. Bahkan tanpa dukungan pada kubu 01 pun, AHY masih disebut berpotensi kecipratan jatah kursi menteri di Kabinet Indonesia Kerja (KIK) jilid kedua

"Bisa saja, misalnya, AHY jadi menteri atau posisi penting lainnya. Sehingga ia bisa bangun track record dan mengasah kepemimpinan, (serta) kapasitas kepemerintahannya. Hal ini penting untuk jadi modal AHY dalam politik," sebut Aisah kepada Tagar, Jumat, 3 Mei 2019 yang lalu.

Agus Harimurti YudhoyonoKomandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Jakarta, Kamis 2 Mei 2019. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)

Demokrat yang lama menjadi oposan, menurut Aisah, dapat berbalik arah tampil ke publik dengan kebijakan langsung ke rakyat. 

"Kontribusi realnya (Demokrat) ke publik, lebih terlihat dari sekedar menjadi oposan yang mengkritisi pemerintah. Ini penting untuk bangun citra partai, dan mendongkrak suara partai dalam pemilu selanjutnya," kata dia.

Pada Kamis, 2 Mei 2019, AHY memang bertemu dengan Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. Namun kepada awak media, kakak dari Edhi Baskoro Yudhoyono itu menjelaskan bahwa pertemuan tersebut hanya sebatas menghadiri undangan dari pihak Istana Negara.

Perjalanan politik AHY bukan tanpa aral. Baru-baru ini sejumlah pendiri dan politikus senior PD yang dipimpin Max Sopacua membentuk Gerakan Moral Penyelamatan Partai Demokrat (GMPPD). Mereka menuntut SBY segera digeser dari kursi Ketua Umum partai.

Bersama tokoh lain semisal Ahmad Mubarok, Ahmad Jaya, Ishak dan lain-lain, Max meminta untuk dilakukan pembenahan besar-besaran dalam tubuh partai berlambang mercy itu. Pembenahan itu menjadi agenda utama dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada September mendatang.

Mereka mengaku prihatin dengan perolehan suara PD yang anjlok ke angka 7,7 persen pada pemilu legislatif 2019. Padahal, pada pemilu 2014 lalu perolehan suara PD mencapai 10,9 persen.

"GMPPD mendorong pelaksanaan Kongres Luar Biasa Partai Demokrat selambatnya 9 September 2019 demi mengembalikan kejayaan partai di 2024," ujar Max Sopacua dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 13 Juni 2019.

"Kalau KLB tidak perlu susah-susah, Pak SBY tinggal menyerahkan kepada Mas Agus Harimurti Yudhoyono," kata dia.

Manuver Max dan kawan-kawan tersebut, langsung mendapat respons keras dari Mantan Wasekjen PD Andi Arief. Dia menuding gerakan GMPPD digulirkan sebagai upaya menjadikan cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno atau mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo sebagai ketua umum di partai biru tersebut.

Andi juga menilai, selama ini tokoh-tokoh penggerak GMPPD tidak pernah melakukan tindakan apa pun untuk partai, termasuk Ketua DPP PD Subur Sembiring yang sempat menyebut SBY telah menyalahi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai.

"Kami sudah tahu kalau Mubarok, Max Sopacua akan mendatangkan kursi ketum Demokrat kepada Sandi Uno, Gatot  Nurmantyo dll. Menjadi makelar memang kerap menguntungkan, tapi Sandi Uno atau Gatot Nurmantyo bukan orang yang bodoh yang bisa dibohongi," cuit Andi melalui akun Twitter-nya, @AndiArief_, pada Minggu 16 Juni 2019.

"Mubarok, Max Sopacua, dan Subur Sembiring yang tak pernah saya lihat berbuat untuk Partai Demokrat--dan pihak luar yang coba ikut campur--, tidak tepat waktunya mengajak kami dan Pak SBY 'berkelahi'," ujar Andi Arief dalam rangkaian twit berikutnya.

Andi AriefCuitan mantan Wasekjen Partai Demokrat (PD) Andi Arief, di media sosial Twitter. (Foto: Twitter Kolase)

Andi bahkan seolah mengulang kalimat SBY beberapa waktu lalu, yang meminta kepada para pembuat gaduh dalam tubuh PD untuk lebih mementingkan soal kemanusiaan. Dia menggunakan perumpamaan para pembuat gaduh tersebut serupa hama Ulat Bulu dan Buaya, yang tengah berusaha merusak kebun Demokrat.

"Sekarang kami sedang berduka atas kepergian Ibu Ani. Adakah hati dan kemanusiaan?" kata Andi Arief menyambung cuitan yang sama.

"Ulat bulu dan buaya manjat sedang koalisi mau merusak kebun Demokrat," kata Andi Arief. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.