Invisible Hopes, Kisah Narapidana Perempuan dan Anak Hidup di Penjara

Film yang diproduseri Lamtiar Simorangkir ini diberi judul Invisible Hopes. Kisah narapidana perempuan dan anak hidup dalam penjara.
Film yang diproduseri Lamtiar Simorangkir ini diberi judul \'Invisible Hopes\' (Harapan yang Tak Terlihat). Perilisan dilangsungkan di Studio 1 XXI Plaza Senayan, Jumat, 19 Februari 2021. (Foto: Dokumen Lam Horas Film)

Jakarta - Salah satu komunitas perfilman di Jakarta, yakni Lam Horas Film tengah mengangkat kisah kehidupan para wanita hamil serta anak-anak yang lahir dan hidup di dalam penjara.

Film yang diproduseri Lamtiar Simorangkir ini diberi judul 'Invisible Hopes' (Harapan yang Tak Terlihat). Perilisan dilangsungkan di Studio 1 XXI Plaza Senayan, Jumat, 19 Februari 2021.

Anak-anak itu harus hidup bebas dan bahagia, mendapatkan haknya sama seperti anak lainnya, sama seperti kami waktu kecil. Itu yang mendorong kami untuk membuat film Invisible Hopes

Awalnya, wanita yang akrab disapa Tiar itu mengaku tidak mengetahui adanya kehidupan seperti itu di penjara.

Dia menjelaskan, potret itulah yang mendorong pihaknya membuat film Invisible Hopes. Sebab, katanya, anak-anak yang di dalam penjara tak seharusnya menjalani kehidupan seperti itu.

"Awalnya kami tidak tahu, dan ketika baru tahu bahwa ternyata banyak anak yang lahir dan dibesarkan dalam penjara kami sangat kaget. Buat kami itu tidak adil. Anak-anak itu harus hidup bebas dan bahagia, mendapatkan haknya sama seperti anak lainnya, sama seperti kami waktu kecil. Itu yang mendorong kami untuk membuat film Invisible Hopes, bukan dalam rangka menjelek-jelekkan siapapun," kata Tiar meneruskan catatannya yang diterima Tagar, Minggu, 28 Februari 2021.

"Kami sebagai filmmaker melakukan apa yang kami mampu, semoga film ini dapat dipakai untuk alat raising awareness, untuk bahan diskusi supaya ada sebuah solusi yang lebih baik bagi anak-anak dan ibu hamil dalam penjara," ucapnya menambahkan.

Lam Horas Film mengundang pihak-pihak yang bersinggungan langsung dengan isi yang ada di dalam film tersebut.

Mereka adalah, Kementerian Hukum dan Ham RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komnas HAM dan Ombudsman RI.

Hal itu, lanjutnya, untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang dapat di follow up bersama untuk perbaikan kondisi para anak-anak yang lahir dari ibu narapidana dan terpaksa hidup dalam penjara.

Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu berpandangan, risiko pembuatan film ini sangat besar. Namun, dia melihat kesungguhan dan profesionalitas Lam Horas Film dalam pembuatannya.

"Saya melihat mba Tiar (nama panggilan Lamtiar Simorangkir) dan teman-teman ini punya passion yang tinggi, tidak banyak yang memiliki kerja-kerja profesional di film mendokumentasikan hal-hal yang seperti ini. Kesulitannya bukan hanya besar tapi besar sekali! Tapi dia ambil itu. Duitnya gak ada cuma punya kemauan. Nah kemauan inilah yang kemudian kita semua tadi melihat film ini tanpa narasi pun sudah kelihatan apa sih yang mau dipotret. Substansinya sangat banyak sekali," ujarnya.

Lebih lanjut, dia berharap Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melihat film tersebut.

Saya rasa film ini bisa menunjukkan kekuatan dari pembuat film, peran strategis dari para pembuat film dokumenter untuk membantu kita memahami persoalan sesungguhnya

"Film ini bisa membingkai bagaimana kondisi perempuan dan anak-anak saat ini, perempuan hanya punya tubuh tapi tidak punya kuasa. Saya berharap pimpinan dari pemerintah yang hari ini hadir bersedia mengkomunikasikan dengan pimpinan yang tertinggi kepada pak Menteri dan mendialogkan dengan kementerian lembaga terkait," ucapnya.

"Ini bagian kecil yang tadi di potret tapi persoalan besar bangsa ini. Tahap berikutnya mesti mengajak menonton film ini aparat penegak hukum kita, kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung dan BNN," sambung Ninik.

Lamtiar mengaku, pembuatan film dan pembiayaan dilakukan secara kolaboratif. katanya, project Invisible Hopes dibuat hanya dua orang, yaitu dia dan temannya yang berperan sebagai sinematografer.

Awalnya mereka berniat membuatnya sebagai film pendek. Film itu bertujuan untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa ada anak yang lahir dan hidup dibalik jeruji penjara.

Untuk dapat menyelesaikan proses pasca produksi, Lam Horas Film mendapat support funding dari Kedutaan Besar Swiss dan Kedutaan Besar Norwegia. Dalam proses pembuatannya berkembang menjadi sebuah film panjang.

Melihat niatan pembuatan film itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Putu Elvina mengapresiasi tim Lam Horas Film.

Elvina menyebut, film itu telah menguras air matanya. Invisible Hopes memperlihatkan betapa beratnya kehidupan seorang narapidana perempuan dalam memperjuangkan bayinya yang lahir dan harus hidup di dalam penjara.

"Berbagai hak-hak narapidana perempuan termasuk anak yang mereka kandung dan lahirkan itu merupakan bagian-bagian dari hak-hak perempuan dan anak yang harus kita perjuangkan. Beberapa hak memang kalau kita lihat di film tersebut banyak hak-hak mereka yang terampas atau tidak diperoleh dengan baik," tutur Elvina.

"Tentu saja dalam momen ini kami memberikan rekomendasi mohon agar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bisa kemudian melihat kembali upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi narapidana atau tahanan serta anak-anak yang berada disitu," ucapnya menambahkan.

Sementara menurut Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, selain memiliki kekayaan dokumentasi, sinematografi film itu juga dinilai sangat baik. filmnya bisa dinikmati, ada segi keindahannya dan tidak membosankan.

"Saya rasa ini satu terobosan yang menarik yang mungkin bisa didiskusikan Bapak-Ibu di Ditjendpas dan pak Menteri tentang bagaimana peran pembuat film, bagaimana peran kamera dan orang-orang dibalik kamera itu untuk merekam situasi yang sesungguhnya di dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun tahanan," katanya.

Dia menjelaskan, Komnas HAM hanya sebatas bisa memantau atau mengatur pertemuan antara narapidana dan tamu. Lanjutnya, untuk mengetahui lebih jauh situasi di dalam penjara, jauh dari kemungkinan.

"Saya rasa film ini bisa menunjukkan kekuatan dari pembuat film, peran strategis dari para pembuat film dokumenter untuk membantu kita memahami persoalan sesungguhnya dan kemudian memikirkan solusi-solusi yang lebih pas dibandingkan kalo kita hanya datang hit and run," ucap Sandrayati.

Tanggung jawab untuk pembinaan narapidana yang ada itu bukan tanggung jawab kami semata. Itu seluruh komponen. Kami muara paling akhir di dalam proses penegakan hukum

Disisi lain, Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Kementerian Hukum dan HAM, Thurman Hutapea mengaku miris melihat kondisi yang ada di dalam film Invisible Hopes.

Dia menegaskan, persoalan itu akan menjadi masukan yang berharga bagi pihaknya untuk melakukan koreksi ke depan.

"Rutan dan Lapas saat ini berlomba-lomba untuk memperbaiki. Kalau kita bicara tentang pelaksanaan apa yang disampaikan oleh bu Ninik sebagai institusi yang berperan aktif melakukan pengawasan terhadap jajaran kami, kami miris sebenarnya, kenapa? Tanggung jawab untuk pembinaan narapidana yang ada itu bukan tanggung jawab kami semata. Itu seluruh komponen. Kami muara paling akhir di dalam proses penegakan hukum," ucap Thurman.

Di akhir pemutaran film, diambil kesimpulan dan catatan penting. Persoalan itu digaris bawahi menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama.

Potret kehidupan ini adalah isu bangsa yang cukup besar, anak-anak itu harus mendapatkan hak-haknya, kepentingan terbaik anak harus didahulukan. Rekomendasi yang dihasilkan antara lain;

Kemenkumham penting memimpin untuk mengagendakan dialog yang sangat serius lintas kementerian untuk membuat kebijakan-kebijakan pemenuhan HAM di dalam penjara terutama hak perempuan dan anak.

Kedua, perlu ada reformasi criminal justice system baik dalam proses peradilan maupun pendampingan hukum juga membuat pola edukasi yang membuat koreksi agar kehidupan warga binaan mempunyai kehidupan sosial yang lebih normal.

Ketiga seruan bagaimana membuat film Invisible Hopes menjadi ruang dialog dengan aparat penegak hukum yang lain. Acara tersebut ditandai dengan penandatanganan bersama poster film 'Invisible Hopes' sebagai simbol bahwa semua lembaga terkait dan Lam Horas Film siap bekerjasama untuk mencari solusi terbaik bagi anak-anak dan ibu hamil dibalik jeruji penjara.

Sekadar informasi, Film Invisible Hopes akan dirilis resmi ke publik dengan melakukan premier pada awal bulan April mendatang.[]

Berita terkait
Bamsoet Senang Sosok Ali Sadikin Dijadikan Film Layar Lebar
Film layar lebar tentang Ali Sadikin akan mengangkat kisah Ali Sadikin membangun jakarta. Ketua DPR Bambang Soesatyo mendukung film itu.
Film Spider-Man: No Way Home Tayang Perdana 17 Desember 2021
Marvel dan Sony merilis judul film layar lebar si Manusia laba-Laba ketiga versi Marvel Cinematic Universe (MCU), yakni Spider-Man: No Way Home.
9 Film Kisah Tentang Drakula yang Dimulai Sutradara Jerman
Sosok drakula yang dibuat oleh penulis Irlandia, Bram Stoker, adalah prototipe vampir yang menjadi favorit pembuat film hingga saat ini
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.