Indo Barometer: Jawaban Saksi 02 di MK Rasa Rapat RT

Indo Barometer menilai pernyataan saksi Prabowo tak masuk akal. Bukan jawaban untuk persidangan di MK tetapi seperti rapat RT.
Sejumlah saksi dari pihak pemohon kembali ke ruangang saksi setelah diambil sumpahnya saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli dan saksi fakta dari pihak pemohon. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak)

Bandung - Lembaga Survei Indo Barometer menilai pernyataan saksi pasangan Prabowo-Sandiaga, Agus Muhammad Maksum, yang menyebut cara membuktikan dugaan kecurangan 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) dapat dilakukan dengan analisa excel, sebagai jawaban yang tak masuk akal. Bahkan pernyataan saksi tersebut terkesan bukan jawaban untuk persidangan di tingkat Mahkamah Konstitusi (MK) tetapi seperti rapat rukun tetangga (RT).

“Iya keren analisa saksi 02 itu, jawabannya seperti jawaban di rapat RT,” kata peneliti senior Indo Barometer, Asep Saefudin, kepada Tagar, Kamis, 20 Juni 2019.

Menurut Asep, perbedaan (gap) hasil pemilu antara pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dengan pasangan Prabowo-Sandiaga sekitar 10% dikali suara sah, sekitar 15 juta. Jika rata-rata suara sah per-TPS 200, maka pasangan Prabowo-Sandiaga membutuhkan kurang lebih 75.000 TPS yang harus terbukti adanya kecurangan sebagaimana dituduhkan pasangan Prabowo-Sandiaga.

Baca juga: Foto: Keseharian Jaswar Koto Saksi Ahli Prabowo

“Terlalu jauh memang pasangan Prabowo-Sandiaga untuk mengejar dari logika angka tersebut, kecuali memang ada kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif (TSM) ditambah dengan brutal,” kata dia.

Asep menambahkan tuduhan kecurangan TSM kubu Prabowo-Sandiaga pun harus diuji bukan sekadar asumsi. 

“Saya melihat hanya sebagian saja kesalahan dalam proses pemilu. Memang ada kesalahan tetapi bukan kecurangan apalagi sifatnya TSM dan brutal,” terang Asep.

Menurutnya, kesalahan dan kecurangan itu berbeda maknanya. Ia mengatakan kesalahan bisa karena kelalaian dan ketidaksengajaan karena mungkin saja karena kelelahan akibat pekerjaan berat. Sedangkan kecurangan, itu memang direncanakan, dibuat, diarahkan, disengajakan.

“Atau membentuk sesuatu yang berbeda dengan aslinya, itu yang dimaksud dengan kecurangan.” ujar Asep.

Baca juga: Moeldoko, Harapan pada Jokowi dan Prabowo

Ia melanjutkan pembuktian tuduhan kecurangan TSM bukan soal analisa pakai excel atau bukan pakai excel, tetapi soal data kuat yang dimiliki saksi kubu Prabowo-Sandiaga.

“Hemat saya, keluarkan saja semua data form C1-nya dari pihak kubu Prabowo-Sandiaga sebagai data dan bukti fisik. Jadi bisa membandingkan apple to apple antara hasil KPU dan yang dimiliki 02,” kata dia.

Ia menyebut pembuktian harus menggunakan data yang dikonfrontasi kepada data yang dimiliki semua pihak.

“Biar terang benderang, pembuktiannya pakai data ya bukan pakai asumsi. Objektif dengan data. Bukalah datanya secara lengkap dan bandingkanlah semua data. Terutama data pihak KPU versus datanya 02. Buat tim dan acara (waktu) khusus buka-bukaan data biar tak bias kemana-mana,” kata Asep.

Dihubungi terpisah, Ketua Badan Pemenangan Daerah (BPD) Prabowo-Sandiaga daerah Jawa Barat, Abdul Haris Bobihoe, tidak merespon saat Tagar meminta tanggapannya ihwal penilaian dari Indo Barometer tersebut sampai berita ini dibuat. []

Berita terkait