Ibunda Miftahul Jannah: Tetangga Bilang Dia Tetap Juara Walau Tak Bertanding

Ibunda Miftahul Jannah: Dia tahu aturan judo nggak boleh pakai jilbab, tetangga bilang dia tetap juara walau tidak bertanding.
Atlet Judo Indonesia Miftahul Jannah (kanan) dan Menpora Imam Nahrawi (kiri) berbincang-bincang saat konferensi pers di GBK Arena, Jakarta, Selasa (9/10/2018). Pemerintah mengapresiasi keputusan Miftahul Jannah yang mempertahankan prinsip dan memilih mundur dari Asian Para Games 2018 karena larangan penggunaan jilbab, serta akan mengusulkan agar Federasi Judo Internasional (IJF) mengubah aturan tersebut dan melonggarkan larangan penggunaan tutup kepala dengan jilbab yang dimodifikasi khusus untuk para atlet muslimah. (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)

Banda Aceh, (Tagar 13/10/2018) - Pemerintah Aceh mengapresiasi sikap Miftahul Jannah, pejudo asal Abdya yang beberapa hari terakhir menjadi buah bibir setelah memutuskan batal mengikuti pertandingan di Asian Para Games 2018 karena lebih memilih memegang teguh prinsipnya untuk tidak melepas jilbab.

Sebagai bentuk apresiasi, Pemerintah Aceh melalui Staf Ahli Gubernur Aceh Iskandar AP bersama Kepala Dinas Sosial Aceh Alhudri dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh Darmansyah, mengantar langsung keberangkatan ibunda Miftah, Darwiyah, dengan membawa serta dua buah hatinya Muhammad Rayyan dan Rayhan Farhana ke Jakarta untuk bertemu putri sulungnya melalui Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh Besar.

"Plt Gubernur menitip salam. Beliau sangat mengapresiasi dan bangga atas keteguhan sikap Miftah," kata Iskandar AP, Jumat (12/10).

Iskandar menuturkan, sikap Miftah  tidak mau melepas jilbab saat hendak bertanding tersebut berbuah manis, karena banyak orang mengapresiasi keteguhan hatinya. Untuk itu Pemerintah Aceh menjanjikan akan memberikan bantuan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya.

Baca juga: Tak Mau Lepas Jilbab, Atlet Judo Indonesia Didiskualifikasi, Lihat Videonya

"Miftahul Jannah adalah pahlawan serta duta Aceh dalam mensosialisasikan penegakan syariat Islam di level internasional," katanya.

Pemerintah Aceh memfasilitasi keluarga Miftah untuk diberangkatkan ke Jakarta. Pemerintah memandang, dalam kondisi saat ini, dia butuh pendampingan dan advokasi dari orang-orang terdekat serta para stakeholder.

"Miftah sangat kuat. Kita ingin dia  lebih kuat lagi. Dia harus tahu semua ada di sisinya, mulai keluarga, pemerintah hingga seluruh masyarakat Aceh," kata Iskandar.

Keluarga Miftahul JanahKeluarga Miftahul Janah difasilitasi Pemerintah Aceh untuk menjenguk Miftahul Janah di Jakarta. (Foto: Tagar/Fahzian Aldevan)

Sementara itu, kepala Dinas Sosial Alhudri mengatakan anak-anak penyandang disabilitas Aceh baik yang berada di Aceh atau yang berada di luar Aceh banyak yang menoreh prestasi gemilang, salah satunya seperti Miftahul Jannah yang mengikuti Asian Para Games 2018 melalui Jawa Barat. 

"Ini patut diacungi jempol,"  sebut Alhudri.

Baca juga: Miftahul Jannah Korban Miss Komunikasi

Maka dalam rangka mewujudkan Aceh Hebat, Pemerintah Aceh melalui Dinas Sosial Aceh akan terus menggali potensi penyandang disabilitas Aceh melalui panti asuhan UPTD Rumoh Beujroh Meukarya, salah satu tempat pembinaan terhadap penyandang disabilitas yang berada di Ladong, Kabupaten Aceh Besar.

Di UPTD Rumoh Beujroh Meukarya menurut Alhudri sudah banyak melahirkan alumni-alumni berprestasi bahkan sudah ada yang bisa hidup mandiri. Dia mencontohkan Juariah, yang merupakan salah satu qoriah terbaik tingkat nasional yang lahir dari UPTD  Beujroh Meukarya.

"Kami memohon dukungan dan perhatian kita semua pada penyandang disabilitas yang berprestasi," ajaknya.

Hal serupa disampaikan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh, Darmansyah, menurutnya, sikap ksatria Miftahul Jannah dalam memperjuangkan keyakinannya memang patut untuk diapresiasi.

"Karena prinsipnya, bertanding mempertahankan gelar belum tentu menang, tapi bertanding mempertahankan akidah sudah pesti menang," ujarnya.

Dukungan Keluarga

Darwiyah ibunda Miftahul Jannah mengatakan, keteguhan hati Miftah dalam menjalankan syariat Islam meski berkecimpung di olahraga bela diri bukan suatu kebetulan. Miftah kecil, kata Darwiyah, dididik dengan pendidikan agama yang ketat. Ia mengajarkan sendiri ilmu agama kepada Miftah hingga ia memutuskan merantau ke Jawa dari tanah kelahirannya Aceh Barat Daya.

Keluarga Miftahul JanahDarwiyah (dua dari kiri) ibunda Miftahul Janah, keluarga Miftahul Janah foto bersama Pemerintah Aceh sebelum terbang ke Jakarta. (Foto Tagar/Fahzian Aldevan)

Sebelum bersekolah di Sekolah Menengah Luar Biasa (setingkat SMA) di Kota Kembang Bandung, ia lebih dulu sekolah di SLB di Jantho. Usai sekolah, Miftah pulang ke Susoh meminta izin melanjutkan kuliah di Bandung. Apa daya, keluarganya tak punya biaya cukup hingga khawatir studi Miftah tak bakal selesai.

"Dia sangat ingin kuliah. Kalau tidak diizinkan dia minta pulang dan di rumah saja bersama saya," kata Darwiyah.

Darwiyah yang hanya seorang ibu rumah tangga, dan suaminya Salimin yang seorang guru akhirnya mengizinkan ia melanjutkan kuliah. Pilihan Miftah jatuh pada Universitas Pasundan. Ia memilih jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.

Agar tak terlalu membebani keluarganya, Miftah berlatih olahraga prestasi yaitu Taekwondo. Belakangan ia menekuni judo sebagai olahraga yang kemudian mengharumkan namanya hingga ke tingkat internasional dan membuat ia kini menjadi salah satu mahasiswa yang meraih beasiswa atlet dari pemerintah.

"Latihannya sangat keras," kata Darwiyah. Ia khawatir pastinya, namun semua ia serahkan pada Yang Maha Kuasa.

Darwiyah masih ingat, Miftah menghubungi dirinya pada malam sebelum Miftah dijadwalkan bertanding di kejuaraan Asian Para Games. Saat itu Miftah mengatakan; esok ia akan bertanding dengan mengenakan jilbab.

"Dia bilang kemungkinan akan dilarang main karena aturannya nggak boleh pakai jilbab," kata Darwiyah. "Saya merestui keputusan Miftah. Saya bilang pertahankan jilbabnya," kata Darwiyah.

Apa yang disampaikan Miftah pada Darwiyah terbukti. Esoknya, ia didiskualifikasi sebelum bertanding di kelas 52 kg dengan Gantulga Oyun dari Mongolia. Namun demikian, perlakuan itu harus diketahui bukan bentuk diskriminasi bagi para difabel, melainkan aturan yang dibuat untuk keamanan para atlet.

Kegagalan bertanding Miftah tak diketahui Darwiyah. Pasalnya ia tak memiliki televisi di rumahnya. Ia baru mengetahui setelah seorang tetangganya memberi ucapan selamat. Miftah dianggap 'juara' meski tak pernah bertanding.

"Saya terharu. Alhamdulillah ia tetap pertahankan jilbabnya. Saya rindu dia," kata Darwiyah. []

Berita terkait