Untuk Indonesia

Ibu Rumah Tangga Tertular HIV/AIDS di Kota Bandung Lebih Banyak Daripada Mahasiswa

Kemungkinan besar mahasiswa dan suami yang tertular HIV/AIDS di Kota Bandung melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung
Ilustrasi. (Sumber: gcene.com)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Kabar temuan 414 kasus HIV/AIDS pada mahasiswa di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), menggemparkan, tapi sejatinya lebih menggemparkan lagi bahwa di Kota Bandung ada 664 ibu rumah tangga yang juga terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Jumlah kasus ini sampai Desember 2021.

Kasus HIV/AIDS pada mahasiswa bisa disebut ada di terminal terakhir karena mereka tidak mempunyai pasangan tetap atau istri. Bisa jadi juga ada sebagian yang punya istri. Itu artinya penyebaran HIV/AIDS oleh mahasiswa yang mengidap HIV/AIDS itu terbatas.

Bandingkan dengan seorang suami. Jika seorang suami tertular HIV/AIDS, maka ada risiko dia menularkan HIV/AIDS ke istrinya. Bahkan, ada laki-laki yang beristri lebih dari 1 sehingga jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS kian banyak.

Jika istrinya tertular HIV/AIDS, selanjutnya ada risiko penularan HIV/AIDS secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya terutama ketika persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Pemberitaan yang gencar tentang 414 mahasiswa Bandung yang terdeteksi HIV/AIDS yang tidak berimbang justru menyuburkan stigma (cap buruk) yang menggiring masyarakat untuk menyudutkan perilaku mahasiswa.

Padahal, pada usia mahasiswa 20-29 tahun libido (hasrat seksual) sangat tinggi. Penyaluran libido tidak bisa diganti dengan kegiatan lain selain aktivitas seks bisa dengan hubungan seksual (seks vaginal, anal atau oral), tapi bisa juga dengan ‘swalayan’ (onani pada laki-laki dan masturbasi pada perempuan).

Yang jadi persoalan besar adalah selama ini materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dengan norma, moral dan agama sehingga mengaburkan fakta medis tentang HIV/AIDS dan menyurkan mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan ‘seks bebas.’ Ini ngawur bin ngaco, karena tidak jelas apa yang dimaksud dengan ‘seks bebas.’ Kalau yang dimaksud dengan ‘seks bebas’ adalah zina, maka mengaitkan ‘seks bebas’ dengan penularan HIV/AIDS jelas menyesatkan.

Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas, zina dan lain-lain), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (Lihat matrik kondisi hubungan seksual).

matriks hubungan seksMatriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Yang bikin celaka, ‘seks bebas’ dikaitkan dengan pelacuran yang melibatkan pekerja seks komersial (PSK). Penulis pernah terlibat diskusi di Facebook tentang ‘seks bebas’ dan zina. Beberapa di antara yang ikut diskusi menyimpulkan bahwa ‘seks bebas’ dan zina adalah hubungan seksual dengan PSK langsung (PSK yang kasat mata) di lokalisasi pelacuran.

Maka, tidak mengherankan kalau kemudian banyak mahasiswa dan suami yang tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan atau cewek yang bukan PSK langsung.

Kemungkinan besar mahasiswa dan suami yang tertular HIV/AIDS di Kota Bandung itu melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK tidak langsung, seperti cewek prostitusi online, pemijat di panti pijat plus-plus dan lain-lain. Bisa juga dengan pacar atau selingkuhan yang juga punya pasangan lain.

Kondisinya kian runyam karena setelah lokalisasi pelacuran ditutup sebagai buah reformasi kini lokalisasi pelacuran pindah ke media sosial. Transaksi seks dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksusinya berlangsung sembarang waktu dan di sembarang tempat. Aktivitas ini tidak bisa dijangkau karena ada di ranah privat.

Baca juga: Lokalisasi Pelacuran dari Jalanan ke Media Sosial

Komentar terkait dengan kasus mahasiswa Bandung itu pun bermunculan. Seperti yang disampaikan oleh psikolog pendidikan sekaligus influencer, Indah Sundari Jayanti, MPsi, ini: "Bahwa memang ternyata orang-orang yang ternyata sudah menjadi mahasiswa yang secara edukasi idealnya harus sudah lebih tahu, ternyata masih banyak juga yang menyepelekan tentang pentingnya menjaga diri kita supaya bisa melakukan hubungan seksual secara aman." (health.detik.com, 25/8-2022).

Mahasiswa dan yang lain terperangkap dengan mitos terkait HIV/AIDS yang dikumandangkan oleh banyak kalangan melalui caramah, diskusi, talk show di TV, dan berita di media massa serta media online. Bahwa ‘seks bebas’ atau zina itu kalau dilakukan dengan PSK langsung di lokalisasi.

Nah, mereka melakukan hubungan seksual yang mereka anggap tidak berisiko tertular HIV/AIDS dengan cewek yang bukan PSK langsung di kamar kos, kamar penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang atau apartemen. Dalam benak mereka yang sudah dicengkeram mitos itu bukan ‘seks bebas’ atau zina.

Memang, di Indonesia secara de jure tidak ada lagi lokalisasi pelacuran, tapi secara de facto praktek pelacuran terjadi terus bahkan melalui media sosial.

Judul-judul berita pun banyak yang mengumbar ciri dan gejala HIV/AIDS. Ini lagi-lagi menyesatkan karena tidak ada gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak menjalani pengobatan antiretroviral/ATR).

Selain itu berita yang mengumbar gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda tanpa dikatikan dengan prakondisi juga merupakan berita yang menyesatkan (misleading). Gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang disebut terkait dengan HIV/AIDS harus ada syaratnya yaitu pernah atau sering melakukan perilaku seksual atau perilaku nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.

Kalau pernah melakukan perilaku seksual atau perilaku nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang disebut terkait HIV/AIDS sama sekali tidak ada kaitannya dengan tertular HIV/AIDS. Gejala-gejala, ciri-ciri atau tanda-tanda yang disebut terkait HIV/AIDS itu bisa terjadi pada orang yang tidak tertular HIV bahkan berulang-ulang.

Selama materi KIE tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, maka selama itu pula informasi yang sampai ke masyarakat hanya mitos yang mengaburkan fakta medis tentang HIV/AIDS. Akibatnya, banyak orang yang terjerumus ke perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. []

Berita terkait
Lokalisasi Pelacuran dari Jalanan ke Media Sosial
Sejak reformasi gerakan massal tutup lokalisasi pelacuran, tapi Internet melalui media sosial jadi ranah baru pelacuran melalui prostitusi online
0
Ibu Rumah Tangga Tertular HIV/AIDS di Kota Bandung Lebih Banyak Daripada Mahasiswa
Kemungkinan besar mahasiswa dan suami yang tertular HIV/AIDS di Kota Bandung melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung