Untuk Indonesia

Hubungan Unik Gus Dur dan Pak Harto

Hubungan unik Gus Dur dan Pak Harto, meskipun secara politik berlawanan, sebagai manusia keduanya berhubungan baik.
Gus Dur (kanan) dan Pak Harto. (Foto: Tagar/TeropongSenayan)

Oleh: Syafiq Hasyim*

Desember identik dengan bulan Gus Dur. Sejak kemangkatannya pada 2009, bulan di mana beliau meninggal, selalu dijadikan sebagai bulan untuk mengenang, merefleksikan, dan mengambil pelajaran dari sosok Gus Dur. Kehidupan Gus Dur bukan hanya bermakna bagi kaum Nahdliyin, juga bagi keseluruhan rakyat Indonesia.

Kaum minoritas di Indonesia selalu menjadikan Gus Dur sebagai ikon mereka. Ikon manusia terbuka, manusia pluralis, manusia yang mengutamakan penghormatan hak asasi manusia dan demokrasi. Bagi seluruh komunitas agama dan juga keyakinan, Gus Dur adalah bapak mereka. Gus Dur pada masa hidupnya adalah tempat mengadu segala jenis manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda. Latar belakang agama, politik, dan kaya-miskin.

Catatan saya kali ini ingin menyoroti sosok Gus Dur, perannya yang penting dijadikan sebagai cermin untuk mengurai masalah kehidupan sosial, politik, dan keagamaan masa kini.

Meskipun secara politik Gus Dur berlawanan dengan Soeharto, namun secara manusia, Gus Dur tetap berhubungan baik dengan Soeharto.

Ya, memang benar, Gus Dur adalah sosok yang dicintai hampir oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kepergiannya pada Desember 2009 tidak hanya dihantar ratusan juta mata memandang upacara pemakamannya, namun juga diingat.

Meskipun demikian, ada saja bagian masyarakat yang tidak suka dengan Gus Dur. Pada masa orde baru, Gus Dur tidak disukai Soeharto dan pejabat negara pada umumnya, karena sikap kritisnya yang terus-menerus terhadap Soeharto.

Gus Dur menggalang perlawanan kepada Soeharto lewat aliansi-aliansi demokratis dengan pelbagai kelompok masyarakat sipil. Gus Dur mendirikan Forum Demokrasi sebagai ruang publik untuk mengkritik dan memberikan saran kepada Soeharto, bagaimana Soeharto sebaiknya menjalankan pemerintahannya.

Akibat perlawanan yang gigih, Soeharto ingin menjegal dan mengakhiri kepemimpinan Gus Dur sebagai orang nomor 1 di PBNU saat itu. Puncak kedongkolan Soeharto adalah Muktamar NU 1994 di Cipasung, di mana Soeharto merekayasa aparatnya untuk menghalangi Gus Dur terpilih lagi sebagai ketua umum PBNU. Upaya Soeharto gagal.

Meskipun secara politik Gus Dur berlawanan dengan Soeharto, namun secara manusia, Gus Dur tetap berhubungan baik dengan Soeharto. Satu pelajaran penting dalam kaitannya terhadap posisi kritis pada rezim Soeharto saat itu, Gus Dur tidak pernah menggalang kekuatan dengan kelompok yang menurutnya tidak demokratis.

Kelompok yang tidak demokratis antara lain jika kita bercermin pada Gus Dur adalah kelompok yang menggunakan politik identitas - islamisasi negara - dan politik SARA.

Jadi, jangan bayangkan ketidaksukaan Gus Dur terhadap Soeharto, lalu dia akan menggalang koalisi dengan siapa saja, termasuk dengan kelompok dan tokoh-tokoh radikal. Ormas-ormas seperti FPI dan HTI dan tokoh-tokoh seperti Rizieq Shihab dan Abu Bakar Ba'asyir, meskipun keduanya mungkin benci kepada pemerintah, namun sudah dipastikan jika Gus Dur masih hidup, beliau tidak akan berkoalisi dengan mereka ini.

Sikap inilah yang saya tidak temukan pada tokoh-tokoh demokrasi dan HAM pada masa ini. Jangankan dengan Rizieq dan Abu Bakar Ba'asyir yang jelas-jelas menghalalkan politik kekerasan, dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia yang memperjuangkan islamisasi sengara dengan cara damai saja, Gus Dur tidak mau berkoalisi dengan mereka.

Bahkan jika boleh saya ingin mengatakan bahwa karena sikap Gus Dur yang keras, ICMI menjadi kelompok cendekiawan yang tidak menyukai Gus Dur. Sikap Gus Dur sederhana dan tegas bahwa beliau tidak menginginkan "Islam politik" mendapat tempat di kekuasaan.

Gus Dur adalah tokoh yang paling keras menolak Islamisasi birokrasi dan juga tentara. Dalam kosa kata zaman Gus Dur, ungkapannya diistilahkan dengan "ijo royo-royo". Artinya birokrasi dan tentara menghijau. Namun meskipun kritiknya yang pedas atas pemerintahan dan juga tentara, Gus Dur selalu menginginkan kita agar taat hukum. Dalam pelbagai kesempatan Gus Dur selalu memenuhi undangan pemeriksaan oleh aparatur negara. 

Kelompok-kelompok seperti FPI, HTI, MMI, Lasykar Jihad adalah kelompok yang juga tidak menyukai Gus Dur. FPI dan HTI benar-benar tidak menyukai Gus Dur. Rizieq Shihab adalah orang yang sombong mengumpat Gus Dur di ruang publik. Padahal Gus Dur adalah orang yang pengetahuan keagamaannya jauh lebih dalam dibandingkan dengan Rizieq Shihab. Gus Dur adalah pemimpin organisasi Islam terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Kontribuasi Gus Dur dibandingkan dirinya - maksudnya Rizieq Shihab - tidak bisa dibandingkan karena Gus Dur terlalu besar untuk Rizieq Shihab.

Lalu juga kenapa orang seperti Abu Bakar Ba'asyir - tokoh penting organisasi Jama'ah Islamiyah - juga tidak menyukai Gus Dur? Padahal sikap Gus Dur terhadap Ba'asyir biasa saja, bahkan ketika Ba'asyir diperlakukan tidak adil dalam perspektif hak asasi manusia, Gus Dur membelanya.

Ternyata, alasan utama kelompok dan tokoh-tokoh yang benci kepada Gus Dur, karena Gus Dur menjadi penghalang perjuangan mereka untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mereka cita-citakan. Mereka mencita-citakan Indonesia sebagai negara berdasar agama.

Gus Dur dan NU adalah juga penghalang bagi sikap semena-mena mereka pada kaum minoritas yang mengatasnamakan agama. Gus Dur adalah penghalang mereka untuk bertindak sebagai polisi akidah pada kelompok-kelompok minoritas di dalam Islam, seperti kelompok Syiah dan juga kelompok Ahmadiyah.

Keadaan ini semua yang menyebabkan mereka menganggap Gus Dur sudah melenceng akidahnya, sudah keluar dari Islam, dan lain sebagainya. 

Sebagai catatan, jika kita ingin menyelesaikan carut-marut hubungan agama, negara dan demokrasi, maka Gus Dur adalah inspirasi yang perlu kita ambil. Pemerintah dan rezim sekarang perlu untuk mengambil ketegaran juga konsistensi Gus Dur dalam memandang hubungan negara dan agama pada satu sisi dan demokrasi dan hak asasi manusia pada sisi yang lain.

*Direktur Perpustakaan dan Pusat Budaya Universitas Islam Internasional Indonesia sekaligus Wakil Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama

Berita terkait
Putri Gus Dur Nilai Konsep Khilafah HTI Tidak Jelas
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahida (Alissa Wahid), menilai konsep khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak jelas
Gus Dur, Gus Mus, Apa Arti Gus Bagi Warga Nahdlatul Ulama?
Masyarakat mengenal tokoh-tkoh NU dipanggil dengan sebutan Gus, di antaranya Gus Dur, Gus Mus. Bagaimana sejarah sapaan Gus di kalangan Nahdliyin?
Denny Siregar: Gus Dur, Juliari Batubara dan Tri Rismaharini
Setelah Juliari korup, Jokowi akan bubarkan Kementerian Sosial seperti Gus Dur atau menunjuk Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial. Denny Siregar.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.