Untuk Indonesia

HTI Harus Menang, Kalau Tidak Mereka Habis Tahun Depan

'Menghabisi ideologi HTI memang tidak semudah membubarkan organisasinya.' - Denny Siregar
Ilustrasi (Mindra Purnomo/detikcom)

Oleh: Denny Siregar*

Juli 2017 adalah bulan mimpi buruk bagi Hizbut Tahrir Indonesia.

Tanpa mereka duga-duga, pemerintah mencabut status badan hukum organisasi ini selamanya. HTI kini menjadi organisasi terlarang, persis PKI. Alasan pemerintah, aktivitas HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Ini jelas menyesakkan. HTI sendiri ibarat masakan baru setengah matang. Mereka memang sudah menyusup di mana-mana tapi waktunya untuk bergerak belum sempurna.

Banyak laporan intelijen masuk bahwa Hizbut Tahrir Indonesia sudah sangat kronis pergerakannya. Mereka mengadakan seminar di mana-mana tentang mengganti sistem negara. Mereka bahkan sudah melakukan kaderisasi sampai dalam sehingga banyak universitas negeri terkenal yang terkena dampaknya.

Bahkan Komjen Pol Suhardi Alius sudah memberikan peringatan, "Di Jawa Timur, ada dosen mengintimidasi nilai kepada mahasiswanya kalau tidak ikut kelompoknya itu," katanya. Ini menandakan pergerakan HTI memang ganas dan masif di dunia pendidikan terutama pendidikan tinggi.

Menghabisi ideologi HTI memang tidak semudah membubarkan organisasinya. Ideologi HTI bahkan sudah menjadi agama baru bagi pengikutnya bahwa sistem di Indonesia adalah sistem thogut dan kafir sehingga wajib diperangi. Karena itu sejak lama HTI mengkader "tentara-tentaranya" untuk bisa menguasai elemen-elemen penting aparat dan pemerintahan.

Ini ibarat kanker yang sudah merusak terlalu dalam. Menyembuhkannya tidak bisa main amputasi begitu saja, nanti negeri ini pincang. Harus ada proses setahap demi setahap menguasai kembali pilar-pilar yang rusak dan sudah terkontaminasi mimpi negeri Islam.

Karena itulah HTI berpacu dengan waktu....

Waktu mereka pendek sekali, hanya sampai 2019 ini. Pertaruhan mereka, jika 2019 Jokowi menang kembali, maka jaringan mereka akan benar-benar dihabisi. Bahkan sangat mungkin pentolan-pentolannya dipenjara karena mempunyai itikad mengubah dasar negara.

Disahkannya Perppu Ormas menjadi Undang-Undang menjadikan momok bagi HTI. Dengan Undang-Undang itu, maka polisi berhak menangkap anggota HTI jika masih terkait organisasi terlarang itu, karena memicu radikalisme dan terorisme.

Dan tempat perlindungan terbaik bagi HTI adalah partai oposisi Jokowi. Mereka masih mendapat pembelaan dari partai-partai oposisi karena menjelang Pilpres ini partai itu butuh suara HTI yang diperkirakan berjumlah 2 juta orang anggota.

Maka jadi tidak heran ketika Ismail Yusanto dekat dengan Mardani Ali Sera dari PKS dengan mengeluarkan video deklarasi mereka bersama dengan bahasa "ganti sistem" oleh jubir HTI itu.

HTI paham, bahwa jika masuk periode kedua, Jokowi tidak main-main lagi. Ia akan pakai "tangan besi" kepada ormas yang berniat mengubah Pancasila. Toh, Jokowi tidak akan kepilih lagi, jadi sekalian hajar sampai tak bersisa lagi.

HTI harus menang, jika tidak mereka akan tinggal kenangan. Mimpi negeri khilafah itu hanya akan ada di buku-buku panduan saja. Sedangkan ruang gerak mereka semakin sempit karena pemerintah mengawasi mereka dengan ketat sekali.

Hanya Indonesia harapan Hizbut Tahrir sekarang ini, karena di banyak negara mereka sudah tidak bisa bergerak lagi karena dilarang.

Itulah kenapa saya pernah mengatakan, bahwa Pilpres 2019 ini sejatinya bukan tentang Jokowi versus Prabowo. Ini adalah pertarungan NKRI versus HTI.

Anda di barisan mana? Seruput dulu kopinya.

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.