Jakarta - Tak ada masalah dengan rangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tidak ada juga aturan hukum yang dilanggar. Hal ini ditegaskan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana.
Menurut Hikmahanto, rangkap jabatan dan penempatan pejabat tinggi di BUMN merupakan bagian dari cara pemerintah melindungi aset milik negara.
Ia mengatakan dalam tata kelola di perusahaan berbentuk perseroan terbatas kepentingan pemilik atau pemegang saham dicerminkan dalam keanggotaan direksi dan dewan komisaris.
"Komisaris yang ada di BUMN kapasitasnya sebagai wakil pemerintah sebagai pemegang saham. Penunjukan ini dilakukan karena pemilik atau pemegang saham tidak dapat hadir dan mengelola perusahaan setiap saat," katanya beberapa waktu lalu.
Menurutnya anggota direksi dapat dipilih dari berbagai kalangan dan anggota tersebut harus bekerja secara penuh. Sedangkan dewan komisaris yang melakukan fungsi pengawasan terhadap direksi tidak perlu bekerja secara penuh.
"Untuk mewakili kepentingan negara maka ditunjuk para pejabat yang berasal dari instansi pemerintah, mengapa berasal dari pemerintah? Hal ini karena pejabat di pemerintahan mempunya sistem kerja komando. Para pejabat akan loyal terhadap atasannya, termasuk negara," ujarnya.
Jadi, katanya, penunjukan pejabat negara sebagai komisaris BUMN bisa dibenarkan. "Alasannya, untuk menjaga kepentingan negara di BUMN, maka para pejabat yang menduduki jabatan di pemerintahan merangkap jabatan di BUMN," katanya.
Ia mengatakan tanpa kehadiran para pejabat di BUMN dikhawatirkan pengawasan untuk menjaga kepentingan negara tidak dapat dilakukan secara maksimal.
Mengenai remunerasi lebih yang akan didapatkan karena rangkap jabatan, Hikmahanto mengatakan hal tersebut tak masalah. Ia menyebut dalam persero atau perum memang para pihak yang menjabat dalam organ berhak atas remunerasi.
"Remunerasi yang diterima merefleksikan tanggung jawab dari para pejabat yang mengelola perusahaan. Oleh karenanya wajar bila para pejabat yang mendapat tugas sebagai komisaris di BUMN memperoleh remunerasi," tuturnya.
Mengenai profesionalisme yang banyak dikritik, Hikmahanto menjelaskan pengisian jabatan komisaris BUMN dari para jenderal TNI dan Polri juga relatif bisa diterima, asalkan bisnis BUMN sesuai dengan bidang yang digeluti prajurit.
Bahkan dalam banyak kasus, kata Hikmahanto, kehadiran unsur TNI-Polri justru diperlukan di BUMN. []