Henry Manik, Pengibar Lagu Batak dari Danau Toba

Henry Manik, sosok di balik suksesnya konser musik Batak tiap tahun di Samosir
Henry Manik dengan latar perbukitan di Samosir. (Foto: Istimewa)

Pematangsiantar - Medio Agustus 2018, di Open Stage Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Danau Toba, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Sejak sore, sekitar pukul 16.00 WIB panggung besar sudah diisi penampilan sejumlah artis lokal. 

Saat itu secara perlahan orang-orang dari berbagai daerah kawasan Danau Toba, dari sejumlah daerah di Sumatera Utara, Jakarta bahkan mancanegara bergerak menuju satu titik, Samosir Music International.

Pada pukul 19.00 WIB, semua orang diperkirakan ribuan sudah duduk bahkan ada yang berdiri memenuhi seluruh lokasi lapangan open stage hingga meluber di luar area konser.

Ada Tongam Sirait, Viky Sianipar, Hermann Delago, Alsant Nababan dan sederet artis Eropa, Indonesia dan kawasan Danau Toba praktis mengguncang emosi penonton malam itu, memanaskan suasana di tengah dekapan dinginnya malam di tepian Danau Toba.

Ribuan orang hadir di sana, dan seperti tak ingin beranjak meski Viky Sianipar dan Alsant Nababan sudah memasuki fase puncak konser. Konser gratis di tepian Danau Toba. Perhelatan ke-4 yang dimanajemeni seorang pria kurus asal Samosir namun sudah bermukim di Belanda, Henry Manik.

Ya, sosok yang begitu mencintai tanah leluhurnya, mencintai danau yang seakan mengalir dalam darahnya, meski dia sudah di Eropa.

Henry pria kelahiran 3 Agustus 1977 dengan nama lengkap Henry Juandi Manik. Di kampung kelahirannya Huta Bolon Garoga Samosir, dikenal dengan panggilan Andi.

Dia bungsu dari delapan bersaudara. Sekitar umur delapan bulan, ibunya mulai diserang penyakit sesak nafas akut, sejak saat itu tidak diberi ASI. Sebagai pengganti, dia mendapatkan “purik” sejenis air beras yang dimasak

Sejak kecil orangnya pendiam, tak banyak bicara baik di lingkungan keluarga, sekolah atau di antara teman-teman bermainnya.

Dari SD hingga SMA, selalu juara satu kelas dan umum. Awalnya punya keinginan kuat sekolah hingga ke perguruan tinggi. Ingin menjadi seorang insinyur teknik.

Namun cita-cita itu kandas, ketika sang ayah, seorang guru SD meninggal dunia, justru di saat Henry akan menghadapi ujian akhir SMA. 

Selulus SMA, Henry berpikir untuk membantu ibunya. Dia berangkat ke Medan mengikuti pendidikan manajemen hotel satu tahun, dan sambil bekerja di sebuah pabrik.

Tuntas dengan pendidikan, pulang kampung dan mencari pekerjaan di daerah wisata Tuktuk Siadong. Tahun 1998 diterima bekerja di penginapan Samosir Cottages.

Jumlah turis Eropa masih tergolong lumayan walau saat itu Indonesia baru dilanda krisis ekonomi dan turis tiba-tiba jauh berkurang ke Indonesia, Danau Toba khususnya.

Di sana dia belajar banyak hal, semua pekerjaan di cottages dilakukan. Mulai dari tukang bersih-bersih pekarangan, cuci piring, memasak, room boy, belanja kebutuhan dapur, pelayan di restoran, menangani keuangan cottages, hingga menjadi manajer cottages. Cottages ini baginya seperti sebuah kampus.

TashaTasha yang meramaikan Samosir Music International 2016 di Open Stage Tuktuk Siadong, Samosir. (Foto: dok. henry manik)

Sekitar tahun 2001, Henry berkenalan dengan seorang tamu hotel asal Inggris, bernama Hope. Dia pemilik sebuah label musik di London dan memiliki banyak jaringan di festival musik di United Kingdom.

Hope sangat tertarik dengan musik dan lagu Batak yang sering dimainkan secara akustik sebuah grup di restoran sekitar Tuktuk. Dia menilai layak ditampilkan di panggung festival musik Eropa.

Henry diminta menjadi manajer grup itu untuk direncanakan tur musik ke Eropa. Henry pun menyanggupinya. Setelah melewati banyak proses seperti penggarapan album, perencanaan perjalanan, dan promosi di Eropa, tahun 2004 tur United Kingdom pun menjadi kenyataan.

Selama satu bulan di berbagai kota di Inggris, Schotland dan Wells, manggung di banyak festival musik bahkan live di beberapa radio, juga BBC Radio London, dan banyak mendapat wawancara dari beberapa media, seperti majalah musik dll. Tur disponsori oleh beberapa pihak dari United Kingdom.

Di awal 2005, Henry bersama Hope kembali mengikuti World Music Exposition (Womex) di Jerman. Ini adalah sebuah ajang besar dunia di mana bertemunya seluruh orang yang berkecimpung di dunia musik.

Viky dan TongamViky Sianipar dan Tongam Sirait, dua musisi yang menjadi ikon Samosir Music International di Tuktuk Siadong, Samosir. (Foto: Istimewa)

Tempat untuk menjalin jaringan ke banyak pihak di seluruh dunia untuk mempromosikan sebuah band. Event ini diadakan setiap tahun dan negara tuan rumah selalu bergantian. Dia melakukan kolaborasi antar tiga negara Senegal-Madagaskar-Indonesia (Samosir).

Sejak Henry berdomisili di Belanda 2004, harus mengikuti standar hidup di Eropa, menyesuaikan diri dan mencari kerja untuk melangsungkan hidup di Belanda yang serba mahal. Selama satu tahun belajar bahasa Belanda, dia mulai mencari pekerjaan dan akhirnya diterima sebagai karyawan tetap di sebuah perusahaan Belanda.

Meski sudah di Belanda, pikiran Henry tetap melayang ke Danau Toba. Ingin berbuat sesuatu, dia bergabung di sebuah organisasi Batak, bernama Bonanipasogit. Di organisasi itu, dia mengajukan ide dan menjalankannya yakni mengarahkan bantuan air bersih di desa terpencil di Ronggur Ni Huta di Samosir.

Dia melakukan survei dan melaksanakan progam bantuan itu, penyediaan air bersih ke desa dengan penanaman pipa sepanjang lebih 3 kilometer mulai dari sumber air di tengah hutan sampai ke desa. Dana diperoleh organisasi hasil event "Danau Toba Night" yang biasanya digelar sekali dalam tiga tahun.

2013, dia dipilih menjadi ketua panitia Danau Toba Night di Belanda, dan saat itu artis Batak dari sekitar Danau Toba diundang.

2007 Henry membuat website samosirtourism.com, sebuah kanal untuk menjalin komunikasi dengan sekolah dan universitas di Belanda, untuk memperkenalkan Samosir dan Danau Toba.

Dia pernah menjadi mentor bagi mahasiswa pariwisata Universitas Inholland Diemen, yang sedang mengerjakan skripsi dengan judul kepariwisataan Danau Toba. Mahasiswa ini dulu harus bepergian ke Samosir dan langsung melakukan penelitian terhadap situasi pariwisata di sana.

Mengajak kerja sama dengan sekolah setaraf SMA, di Leeuwarden Belanda. Selama empat tahun berturut-turut siswa-siswi dari sekolah ini dikirim ke Samosir untuk melakukan semacam PKL, dari berbagai bidang studi.

Saat itu Henry mencoba menggagasi pertukaran sekolah antara Samosir dan Belanda, namun tidak terealisasi karena kurangnya dukungan.

Dia berupaya mempromosikan Samosir dan Danau Toba lewat portal samosirtourism.com. Untuk mengisi kontennya, Henry pergi ke kampung halaman, mengambil semua materi foto dan informasi yang akurat.

Dia membagikan semacam formulir ke setiap pengusaha hotel, untuk menuliskan semua usaha dan jasa mereka untuk dimasukkan di website tersebut. Di tahun itu, masih sedikit usaha memiliki website. Karena faktor biaya pembuatan dan juga minimnya kesadaran orang manfaat website.

Henry menawarkan media ini dengan cuma-cuma ke setiap pengusaha yang ingin dipublish di website. Karena sejak Samosir menjadi tujuan wisata, promosi hanya dilakukan dari mulut ke mulut, lonely planet (buku panduan perjalanan di dunia) dan beberapa hal lainnya.

Facebook atau sosmed yang ngetrend sekarang, saat itu belum begitu digunakan secara massal sampai ke daerah. Seperti Facebook yang berdiri di tahun 2004, hingga 2007 penggunaan ini di Indonesia terutama di daerah masih sangat minim.

Mengenal Hermann Delago

Saat bekerja di Samosir Cottages Tuktuk, dia mengenal seorang turis bernama Hermann Delago. Mereka dulu suka bareng main gitar dan bernyanyi lagu-lagu Batak di restoran.

Setelah tinggal di Belanda, Henry mengenal Hermann lebih dekat. Karena dalam setiap konser orkestra yang dilakoninya, Hermann selalu membawakan lagu Batak.

Hermann DelagoHerman Delago, Nadine Beiler dan JB's Band saat mengisi Samosir Music International 2018 di Tuktuk Siadong, Samosir. (Foto: Istimewa)

Henry merasa sejalan dengan Hermann untuk pengenalan pariwisata, musik dan budaya Batak. Dia mengundang Hermann bernyanyi di sebuah event Batak di Belanda. Sejak saat itu komunikasi mereka sangat dekat. 

Hingga suatu saat Hermann menyatakan keinginannya untuk menggarap sebuah album Batak dan ingin berkolaborasi dengan Viky Sianipar.

Di tahun 2010, mereka merencanakan ini semua, siapa saja dilibatkan, dana dan prosesnya. Henry diminta sebagai manajer projek. Viky Sianipar menyambut rencana ini dengan baik.

Pada 2011 pengerjaan album dimulai, Viky Sianipar pun diundang ke Austria untuk melakukan rekaman di studio. Ikut Dewi Marpaung, Nadine Beiler membawakan beberapa lagu.

Tahun 2012, album yang diberi nama "Tobatak" ini dirilis worldwide oleh sebuah label musik di Jerman. Album ini mendapat respons positif dari banyak kalangan, baik dari Indonesia maupun Eropa.

Setelah album ini beredar, Hermann kembali menyampaikan keinginan ke Henry membawa grup orkestranya sebanyak 60 orang ke Samosir mengadakan konser dengan membawakan lagu- lagu Batak. Bagi Henry ini suatu ide yang spektakuler. Selama hampir dua tahun, dilakukan persiapan tur orkestra ini.

Pada 2014, tur digelar dan sangat sukses berkat dukungan Pemkab Samosir dan sejumlah pihak termasuk media. Saking suksesnya, Pemkab Samosir menawarkan event dimasukkan menjadi kalender tahunan Dinas Pariwisata, bernama Horas Samosir Fiesta.

Agustus 2016 Henry kembali menggelar event musik ini, dengan mendatangkan sebuah grup band Austria. Kepada setiap artis yang diundang, baik dari dalam maupun dari luar negeri harus bisa membawakan beberapa lagu Batak.

Sukses 2016, dengan ribuan pengunjung dari berbagai daerah, domestik dan mancanegara, demikian juga 2017, dan 2018, bukanlah mudah. Butuh kerja keras dan perjuangan.

"Tahun 2019 merupakan tahun ke-5, besar harapan makin banyak dukungan didapat. Terutama Danau Toba telah dijadikan sebagai daerah super prioritas nasional dalam hal pengembangan wisata," kata Henry kepada Tagar, Sabtu 8 Juni 2019.

Dia menyebut, sudah seharusnya pemerintah pusat secara khusus memberi perhatian serius terhadap event ini, agar bisa tetap digelar dan dikembangkan.[]

Artikel lainnya:

Berita terkait