Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis dengan target satu juta pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Ini setelah melihat perkembangan harga PLTS global yang semakin menunjukkan tren kompetitif.
Direktur Jenderal Ketenagalistikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan melalui Gerakan Nasional Satu Juta Surya Atap (GNSSA) nantinya bisa memperkenalkan kepada masyarakat adanya energi bersih dan ramah lingkungan. Gerakan ini sangat mendukung pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025.
Untuk energi surya ini, kami dari pemerintah berkeyakinan target tersebut bisa direalisasikan karena harganya kompetitif, bisa digunakan sebagai cost recovery.
"Keberadaan GNSSA, juga dapat mendongkrak industri barang dan jasa domestik terkait pengadaan PLTS," kata Rida dalam siaran pers Kementerian ESDM, seperti dikutip Tagar, Minggu, 27 September 2020.
Sementara, Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Hariyanto menuturkan Kementerian ESDM sedang menginventarisasi pemanfaatan atap untuk instalasi PLTS Atap. "Kami inventarisasi tidak hanya di gedung hunian tapi juga gedung komersial, seperti hotel, rumah sakit, dan gedung perkantoran, bandara, pelabuhan, pergudangan. Hasilnya, sementara ini cukup besar potensi yang bisa diterapkan untuk surya atap," ucapnya.
Selain itu, kata Hariyanto, pemerintah sedang berupaya untuk berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait agar gerakan ini bisa segera terealisasikan. "Mudah-mudahan kalau itu bisa terlaksana ini bisa memecahkan telur sejuta atap tadi, karena yang kita desain adalah 500.000 hingga 1 juta atap untuk tahun pertama untuk perencanaannya," ujarnya.
Menurut Hariyanto, pemerintah optimis terhadap target satu juta atap bisa terealisasikan. Ini setelah mengingat dengan penyempurnaan-penyempurnaan dari penggunaan EBT dan harganya yang cukup kompetitif.
Berdasarkan data yang dihimpun Ditjen EBTKE, tercatat biaya PLTS dalam kurun waktu 10 tahun (2010-2019) mengalami penurunan yang tergolong tajam yakni sekitar 82 persen, Bahkan, biaya listrik dari PV surya skala utilitas turun 13 persen per tahun, yaitu mencapai sekitar tujuh sen (US$0,068) per kiloWatt-hour (kWh) pada 2019.
"Untuk energi surya ini, kami dari pemerintah berkeyakinan target tersebut bisa direalisasikan karena harganya kompetitif, bisa digunakan sebagai cost recovery di masa pandemi dan padat karya" tutur Hariyanto.
Untuk itu, kata Hariyanto, perlu sosialisasi penggunaan energi hijau akan terus dikampanyekan guna lebih memotivasi masyarakat agar beralih dari energi konvensional.
Sejak GNSSA diluncurkan sejak 3 tahun silam, jumlah pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), tercatat penggunaan PLTS Atap mengalami peningkatan dari 268 pelanggan di 2017 menjadi lebih dari 2.346 pelanggan pada pertengahan tahun 2020. Adapun total kapasitas PLTS Atap tersebut mencapai 11,5 Mega Watt (MW).
Sebagai informasi, GNSSA diresmikan pada 17 September 2017 oleh Kementerian ESDM bersama para pegiat energi surya. Gerakan ini menjadi salah satu motor pemersatu pembuat kebijakan, pelaku, dan pemangku kepentingan energi surya untuk menciptakan suatu kolaborasi.
Bahkan, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan Permen ESDM No. 49/2018 terkait penggunaan PLTS Atap. Selain menjadi payung hukum penggunaan PLTS Atap, ini juga berguna untuk melakukan reivisi untuk menurunkan biaya paralel bagi pelangggan industri. []