Hampir Putus Asa, Imigran Demonstrasi di Penampungan Medan

"Ada yang sakit tidak langsung diobati. Bahkan karena stres ada yang bunuh diri. Sudah 4 orang"
Ratusan imigran berasal dari berbagai negara seperti Afganistan, Irak, Somalia, Myanmar (Rohingya), Sudan, Srilanka dan Pakistan berunjuk rasa di bekas Yayasan Pendidikan Anak Perkebunan (YPAB) Jalan Bunga Cempaka Padang Bulan Medan, Kamis(22/3), tempat penampungan pengungsi dari negara-negara konflik. (wes)

Medan, (Tagar 22/3/2018) - Merasa tak dipedulikan ratusan imigran berasal dari berbagai negara seperti Afganistan, Irak, Somalia, Myanmar (Rohingya), Sudan, Srilanka dan Pakistan berunjuk rasa di bekas Yayasan Pendidikan Anak Perkebunan (YPAB) Jalan Bunga Cempaka Padang Bulan Medan, Kamis(22/3), tempat penampungan pengungsi dari negara-negara konflik.

Mereka menuntut kejelasan nasib kehidupan mereka kepada United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) yang tak kunjung diberangkatkan ke negara-negara tujuan mereka seperti, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru.

"Disini kami tak jelas, belajar tak boleh di sekolah umum, tak boleh dapat pekerjaan, kemana-mana pun tak bisa," ujar M.Juma Mosini (32), salah seorang pengungsi asal Afganistan yang mengaku tinggal di Medan sejak tahun 2011 namun hingga saat ini belum diberangkatkan.

Para imigran semakin merasa putus asa, Juma menjelaskan, dari sisi kesehatan selama di penampungan tidak mendapat perhatian serius dari UNHCR maupun dari organisasi non pemerintah International Organization for Migration (IOM) yang memfasilitasi mereka tinggal di penampungan sementara.

"Ada yang sakit tidak langsung diobati. Bahkan karena stres ada yang bunuh diri. Sudah 4 orang," katanya.

Juma, pria yang cukup fasih berbahasa Indonesia itu, berharap secepatnya diberangkatkan ke salah satu negara tujuan mereka. Dirinya dan para dwmonstran lainnya beralasan, harapan hidup untuk lebih sejahtera dibandingkan negara berkembang seperti Indonesia ada di negara tujuannya.

"Di Indonesia gajinya kecil, susah dapat pekerjaan layak. Berbeda kalau di negara-negara maju," ujar Juma yang lebih memilih negara di Benua Australia dan Amerika daripada negara di Benua Eropa.

Berbeda halnya dengan Aiman Naser (21), dirinya dan keluarganya mengungsi dari Negara Irak sejak ianya berusia 15 tahun, kata Aiman, disebabkan korban politik akibat perang antar suku di Irak. Remaja asal Irak yang juga fasih berbahasa Indonesia itu tak begitu menuntut untuk diberangkatkan ke negara yang umumnya dituju para pengungsi.

"Memang disini per kepala keluarga, UNHCR kasih Rp 1.250.000, 18 tahun ke bawah diberi Rp 500.000 untuk sebulan. Itu kan kurang beli baju, sepatu dan lain-lain. Sementara kita tak boleh bekerja secara resmi," ujarnya.

Aiman dan beberapa pengungsi sebenarnya ada yang ingin tinggal menjadi warga negara Indonesia dan mencari pekerjaan layak. Namun dirinya dan beberapa temannya, jelas Aiman mendapat informasi akan sulit mendapat pekerjaan.

" Kami kan warga asing, pengungsi pula, akan sulit dapat pekerjaan. Karena di Indonesia sendiri masih banyak yang pengangguran. Tidak mungkin kami didahulukan," tuturnya.

Sementara itu pihak imigrasi yang hadir pada unjuk rasa para Imigran tersebut hanya dapat menjamin keamanan dan memfasilitasi para imigran. Dan tuntutan para imigran akan disampaikan ke UNHCR. (Wes)

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.