Gubernur Papua : Kami Bukan Bangsa Monyet

Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan sikap atas pernyataan tidak menyenangkan yang dialami mahasiswa Papua di Pulau Jawa.
Gubernur Papua Lukas Enembe melakukan jumpa pers, menyatakan sikap atas perkataan yang menyinggung masyarakat Papua.(foto: Twitter/@RasudoFM)

Jakarta - Gubernur Papua Lukas Enembe menyesalkan perkataan rasis yang menyebutkan Papua 'Bangsa Monyet', sehingga menimbulkan keributan di Asrama Mahasiswa Papua di Kota Surabaya. Dimana bentrokan itu terjadi bertepatan pada saat Peringatan HUT ke-74 Republik Indonesia, Sabtu 17 Agustus 2019.

Lukas Enembe mengatakan perlakuan yang tidak menyenangkan tersebut juga turut dirasakan masyarakat Papua yang berdampak pada aksi demonstran dibeberapa wilayah di Provinsi Papua.

"Kami bukan bangsa monyet. Kami adalah manusia Papua yang punya harga diri dan martabat, sama dengan suku bangsa lain. Tindakan rasial yang dilakukan di Surabaya itu harus dihentikan. Itu sangat melukai rakyat Papua," Kata Lukas di Gedung Negara Jayapura, Senin, 19 Agustus 2019. 

Aparat keamanan diharapkan untuk tidak melakukan pembiaran atas tindakan persekusi dan atau main hakim sendiri oleh kelompok atau individu, yang dapat melukai hati masyarakat Papua.

Melihat kejadian itu, Lukas mengatakan akan mengirimkan tim untuk melakukan penyelidikan terkait bentrokan yang melibatkan mahasiswa Papua yang ada di Kota Surabaya, Semarang, dan Malang. Tim yang akan diturunkan langsung ketiga daerah itu, berasal dari Kodam XVII Cenderawasih, Polda Papua, Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Majelis Rakyat Papua, pemerintah, dan jurnalis.

"Tim itu dalam waktu dekat, akan kami berangkatkan untuk selesaikan masalah di Surabaya dan Semarang," ujarnya.

Pada kesempatan jumpa pers yang digelar di Gedung Negara Jayapura itu, Enembe meminta kepada masyarakat Non Papua dan aparat di seluruh wilayah Indonesia untuk tidak melakukan tindakan inkonstitusional yang dapat melukai masyarakat Papua.

Menurut dia, tindakan-tindakan persekusi, rasis, main hakim sendiri dan intoleran dapat mengganggu kehamonisan hidup berbangsa dan bernegara.

"Kita sudah 74 tahun merdeka. Seharusnya tindakan-tindakan intoleran, rasis dan diskriminatif tidak boleh terjadi di negara Pancasila yang kita junjung bersama," tuturnya.

Dia mengaku sangat berempati dan prihatin atas peristiwa yang terjadi di Kota Surabaya, Semarang, dan Malang. Sehingga, mengakibatkan adanya penangkapan dan pengosongan Asrama Mahasiswa Papua di Kota Surabaya oleh aparat keamanan.

Enembe sangat mengapresiasi tindakan aparat keamanan jika permasalahan yang terjadi belakangan ini, bisa dilakukan secara profesional, proporsional dan berkeadilan.

"Aparat keamanan diharapkan untuk tidak melakukan pembiaran atas tindakan persekusi dan atau main hakim sendiri oleh kelompok atau individu, yang dapat melukai hati masyarakat Papua" ucapnya.[]

Berita terkait
Mahasiswa Papua di Jawa Minta Dikembalikan ke Asal
Mahasiswa Papua di Pulau Jawa meminta Bupati Mamberamo Tengah, memulangkan mereka kembali ke asal, Papua.
Permintaan Leny Kogoya ke Pemuka Adat Papua Soal Ricuh
Staff Khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya meminta agar kerusuhan yang terjadi di sejumlah titik di Papua tidak terulang lagi.
Kominfo Perlambat Internet Setelah Kerusuhan Papua
Kominfo memperlambat akses Internet (throttling) setelah kerusuhan terjadi di sejumlah titik di Papua.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.