Semarang – Sineas Garin Nugroho prihatin dengan kondisi kebangsaan 10 tahun terakhir. Ia pun menyampaikan kritik bahwa rakyat lebih banyak disuguhi tontonan perebutan jabatan dan ekonomi di kalangan elite bangsa.
"Adanya perebutan jabatan dan ekonomi. Karena memang era 10 tahun ini kita tidak memberi tempat kepada tokoh-tokoh yang tidak punya kekuasaan, tidak ada jabatan, tidak ada uangnya," ungkap Garin dalam diskusi bertajuk 'Mengukuhkan Kebangsaan yang Berperadaban Menucu Cita-cita Nasional dengan Paradigma Pancasila' di kampus Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Rabu 23 Oktober 2019.
Sutradara film 'Cinta dalam Sepotong Roti' ini lantas menyebut keringnya kiprah dari tokoh-tokoh humaniora di kancah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena pertunjukan yang ada lebih banyak dijejali tema perebutan kekuasaan dan perebutan ekonomi. Ruang dan gerak para tokoh pedesaan, tokoh lingkungan hidup dan tokoh humaniora lain tenggelam di tengah hirup pikuk politik kekuasaan dan politik bisnis.
"Tidak ada perebutan peradaban. Padahal peradaban sangat dibutuhkan ketika bangsa ini ingin maju," tegas dia.
Karena itu Garin meminta pemerintah untuk mengembalikan porsi dan peran para tokoh humaniora sehingga ada panutan dalam pengembalian karakter bangsa berbasis Pancasila.
Kebudayaan merupakan faktor penentu keberhasilan maju mundurnya suatu bangsa
"Yang ada sekarang, politik sedang ribut lalu minta tolong kepada masyarakat. Bukan malah melayani masyarakat. Sudah saatnya dikembalikan lagi peran tokoh humaniora baik dalam kerja politik maupun kerja kebangsaan. Supaya mereka bisa mengkritik kebijakan pemerintah maupun memberi pandangan sosial bagi rakyat," bebernya.
Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menyatakan aspek kepribadian (karakter) yang merupakan perwujudan sistem nilai atau jiwa terbukti sangat mempengaruhi maju mundurnya peradaban sebuah bangsa.
Hal ini dapat ditelusuri dari berbagai hasil studi untuk mengetahui hubungan antara budaya dengan pembangunan atau kemajuan suatu bangsa.
"Studi yang dilakukan Gunnar Myrdal pada 1968, Keesing 1974, Stace Lindsay 2000, Samuel P Huntington 2000, Francis X Hezel 2009 dan peneliti lainnya sampai pada kesimpulan bahwa kebudayaan merupakan faktor penentu keberhasilan maju mundurnya suatu bangsa," jelas dia.
Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Prof Yos Johan Utama diskusi serial kebangsaan yang digagas FRI bersama Aliansi Kebangsaan selama setahun ini bertujuan untuk mengangkat kembali nilai-nilai kebangsaan Indonesia.
Karena dirasakan ada beberapa nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang menunjukkan kemerosotan.
Munculnya konflik horizontal maupun vertikal yang dipicu masalah sektarian, baik itu keagaaman maupun etnis, beberapa waktu terakhir menjadi penanda.
"Nah ini di antaranya dipengaruhi perkembangan teknologi informasi, media sosial. Ini kan harus disikapi karena kita ingin NKRI terus utuh, maju dan sejahtera. Salah satunya adalah bagaimana merawat nilai kebangsaan," imbuh dia.[]