Untuk Indonesia

Fee Formula E Jakarta 560 Miliar, Korupsi yang Gelap Gulita

Ferdinand menyebut Fee Formula E sudah beberapa bulan di Jakarta menjadi informasi yang gelap, tidak jelas dan tidak transparan
Direktur Utama Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) Winarto menjelaskan rencana rute sirkuit yang disiapkan untuk balap mobil Formula E di kompleks GBK, Senayan, jakarta, Selasa 11 Februari 2020. Pengelola menyatakan siap menjadikan GBK sebagai tempat yang dipilih sebagai sirkuit Formula E di Jakarta dengan syarat tak akan menggunakan seluruh area dalam \'ring road\' Stadion GBK yang biasa digunakan masyarakat untuk berolahraga. (Foto: Antara/Aditya Pradana Putra)

*Oleh : Ferdinand Hutahaean

Saya tersentak dan cukup kaget membaca cuitan di akun Twitter Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, bahwa Jakarta dinobatkan sebagai Pemerintah Daerah (Pemda) berkualifikasi informatif oleh Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia (KIP RI) pada anugerah keterbukaan informasi publik 2020. 

Kening saya berkerut membacanya. Sekilas saya bertanya dalam pikiran, kira-kira KIP menggunakan parameter apa untuk menobatkan Pemda Jakarta sebagai Pemda yang informatif. Ataukah ini hanya penghargaan yang diberikan sesuai besaran sponsor? Atau hanya penghargaan yang diberikan untuk menggunakan anggaran KIP saja? Saya jadi bertanya-tanya dan ingin jawaban dari KIP.

Jawablah Nies, jangan diam, buktikan bahwa penobatan Pemda Informatif itu tidak salah alamat

Saya bukan tak punya alasan untuk kemudian kaget dan mempertanyakan parameter penghargaan ini. Cuitan Anies Baswedan pun saya timpali dengan cuitan yang mempertanyakan tentang Fee Formula E sebesar Rp 560 milliar yang hingga kini gelap gulita informasinya. 

Dalam cuitan itu, saya bertanya kepada Gubernur Anies, menyoal fee yang sebesar Rp 560 milliar itu dibayarkan ke siapa? Dibayarkan ke 1 pihak atau ke berapa pihak? Ditransfer ke rekening siapa dan atas nama siapa di bank mana? Jika informasi ini gelap gulita, maka anugerah penobatan Pemda DKI sebagai Pemda yang informatif jelas salah alamat, begitu substansi cuitan saya menanggapi cuitan Anies Baswedan.

Fee Formula E ini memang sudah beberapa bulan di Jakarta menjadi informasi yang gelap, tidak jelas dan tidak transparan. Publik hanya tahu bahwa Pemda DKI telah membayar dan mengeluarkan uang sebesar Rp 560 milliar untuk Formula E yang kemudian hingga kini tidak terlaksana alias bisa dikategorikan menjadi 'proyek fiktif'. 

Undang-undang mengatur pertanggungjawaban setiap penggunaan dana baik dari APBN maupun APBD. Bahwa setiap rupiah uang negara yang dibelanjakan harus ada pertanggungjawaban baik dalam bentuk kegiatan atau dalam bentuk material barang dll. 

Tapi, dana Rp 560 milliar ini tidak menghasilkan apapun bagi rakyat Jakarta, kecuali menghasilkan berita di media dan memberitakan nama Anies Baswedan. 

Sungguh ini masuk kategori merugikan keuangan negara, memperkaya pihak ketiga lainnya dan dilakukan oleh seorang pejabat negara bernama Anies Baswedan dalam kapasitasnya sebagai gubernur. Maka unsur-unsur untuk menetapkan ini sebagai perbuatan korupsi sebagaimana dalam UU Tipikor terpenuhi. 

Tapi mengapa Anies tak dipersalahkan? Kemana Badan Pemeriksa Keuangan? Sedang apa Komisi Pemberantasan Korupsi?

Publik menuntut keterbukaan informasi tentang Proyek gelap gulita E Formula ini. Kepada siapa uang Rp 560 miliar itu di transfer? Atas nama siapa dan di bank mana? Jawablah Nies, jangan diam, buktikan bahwa penobatan Pemda Informatif itu tidak salah alamat.


Jakarta, 26 November 2020

Berita terkait
Jalan Gelap Pertamina, Kegusaran Ahok dan Perintah Jokowi
Jalan gelap PT Pertamina, kegusaran Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dan perintah Presiden Jokowi. Opini ditulis oleh Ferdinand Hutahaean.
Saatnya KPK Bergerak Periksa Proyek Digitalisasi Pertamina
Direktur Ekesekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean meminta KPK memeriksa penyimpangan Proyek Digitalisasi Pertamina.
Proyek Digitalisasi Pertamina Gelap Gulita dan Tak Transparan
Proyek digitalisasi Pertamina jadi proyek siluman ular sanca atau ular piton, makan sekali kenyang dan tidur lama seperti kata Ahok.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.