Fakta Persidangan Soal Romahurmuziy dan Lukman Hakim

Jaksa KPK menyatakan Menteri Agama Lukman Hakim tak independen menentukan mutasi jabatan karena dipengaruhi Ketum PPP, Romahurmuziy.
Lukman Hakim saat menjadi saksi kasus jual beli jabatan. (Foto: Antara/Desca Lidya Natalia)

Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menyatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tidak independen dalam menentukan mutasi jabatan di Kementerian yang dipimpinnya. Ketua umum PPP (Partai Persatuan Pembangunan) saat itu Romahurmuziy alias Rommy mempengaruhi Lukman Hakim untuk menentukan hal itu.

"Dari fakta-fakta di persidangan dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan jabatan di lingkup Kementerian Agama, terdakwa Muafaq harus melakukan pendekatan-pendekatan dengan orang-orang yang mempunyai ikatan dengan partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengingat Menag Lukman Hakim Saifuddin sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di Kemenag merupakan kader PPP," kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 17 Juli 2019, seperti dilansir Antara.

Dalam persidangan itu, JPU KPK menuntut Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten Gresik Muh Muafaq Wirahadi 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia terbukti memberikan suap sejumlah Rp 91,4 juta kepada Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) non-aktif yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 2014-2019 Romahurmizy alias Rommy dan caleg (calon legislatif) DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.

Dari fakta-fakta di persidangan dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan jabatan di lingkup Kementerian Agama, terdakwa Muafaq harus melakukan pendekatan-pendekatan dengan orang-orang yang mempunyai ikatan dengan PPP.

Selain itu, JPU juga menuntut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanudin selama 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia terbukti menyuap Rommy sebesar Rp 255 juta dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp 70 juta.

"Meskipun saksi Lukman Hakim Syaifuddin di persidangan menerangkan dalam menjalankan administrasi kepegawaian di Kemenag dilakukan secara independen tanpa intervensi pihak mana pun, tapi pernyataan itu bertentangan dengan bukti rekaman percakapan antara saksi Lukman Hakim dan Gugus Joko Waskito selaku staf khusus Menag pada 30 Januari 2019 dan 1 Maret 2019 di mana dalam percakapan itu Lukman dan Gugus meminta masukan dari ketum yaitu Romahurmuziy terkait pengisian Kakanwil di Sulbar [Sulawesi Barat] dan Jawa Timur," ujar jaksa.

Meski tersebut memang tidak berhubungan langsung dengan Muafaq, namun bisa ditarik kesimpulan, ternyata Lukman Hakim tidak independen dalam hal mutasi jabatan.

Pasang Badan

Haris Hasanuddin bertemu dengan Lukman Hakim di hotel Mercure Surabaya pada 1 Maret 2019. Pada pertemuan itu Lukman Hakim menyatakan akan 'pasang badan' agar Haris bisa menjabat sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Oleh sebab itu, Haris memberikan uang Rp 50 juta pada Lukman Hakim yang sumbernya berasal dari beberapa kepala kantor kementerian agama Jatim.

Rencana itu berhasil. Haris telah dilantik pada 5 Maret 2019 sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.

Pada 9 Maret 2019, terdakwa memberikan uang sejumlah Rp 20 juta kepada Lukman Hakim Syaifuddin di Tebu Ireng Jombang. Uang itu diserahkan oleh Herry Purwanto sebagai bagian komitmen yang sudah disiapkan Haris untuk pengurusan jabatan.

Di persidangan, menurut jaksa Basir, Lukman Hakim sebagai saksi memberikan keterangan yang pada pokoknya tidak pernah menerima uang sebesar Rp 50 juta di hotel Mercure Surabaya. Dia mengaku hanya menerima Rp 10 juta di pesantren Tebu Ireng. Itu pun diketahuinya beberapa hari kemudian dari ajudannya, Mukmin Timoro. 

Berdasarkan tuntutan itu, Muafaq dan Haris akan menyampaikan nota pembelaan pada Rabu, 24 Juli 2019. []

Baca juga:

Berita terkait