Jakarta - Ekonom Faisal Basri berpendapat pemerintah tak baik membandingkan kebijakan pungutan PPN Indonesia dengan beberapa negara yang menerapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) berganda atau multi tariff.
"Kurang elok karena 14 negara ini adalah negara Eropa dan satu negara Kolombia yang berada di Amerika Selatan. Tidak bisa apple to apple," ucap Faisal dalam Webinar Nasional 58 Pataka, Kamis, 1 Juli 2021.
Faisal mengatakan pemerintah dalam buku APBN Kita periode Juni 2021 memaparkan 14 negara yang menerapkan PPN multi tariff. Beberapa contohnya, seperti Austria sebesar 13 persen-20 persen, Kolombia 5 persen-19 persen, Republik Ceko sebesar 15 persen-21 persen, dan Prancis sebesar 10 persen-20 persen.
Ini mereka itu mengenakan pajak tinggi tapi rakyat tidak pernah protes karena pelayanan pemerintah juga sebanding dengan pajak yang dibayar.
Kemudian, Yunani sebesar 13 persen-24 persen, Hungaria 5 persen-27 persen, Irlandia 4,8 persen-23 persen, Italia 10 persen-22 persen, Latvia 5 persen-21 persen, Polandia 5 persen-23 persen, Portugal 6 persen-23 persen, Slovenia 10 persen-22 persen, Spanyol 4 persen-21 persen, dan Turki 8 persen-18 persen.
- Baca Juga: Sekolah Kena PPN, Fraksi PDIP: Bukan Objek Usaha
- Baca Juga: DPR Minta Penjelasan Menkeu Soal PPN Pada Jasa Pendidikan
"Ini mereka itu mengenakan pajak tinggi tapi rakyat tidak pernah protes karena pelayanan pemerintah juga sebanding dengan pajak yang dibayar," ucap Faisal.
Masyarakat tak pernah melakukan demonstrasi jika pemerintah menerapkan tarif pajak tinggi. Pasalnya, masyarakat mendapatkan pelayanan sebanding, seperti perguruan tinggi dan rumah sakit yang gratis.
"Sekolah gratis, perguruan tinggi gratis, rumah sakit gratis, tidak ada kelas-kelas-an. Jadi mereka ikhlas. Jangan dibandingkan, tidak apple to apple," ujaranya. []