Empat Konten YouTube Ini Dilaporkan ke Polisi

Selain kasus 'ikan asin' Galih Ginanjar, empat konten YouTube ini dilaporkan ke polisi.
Ilustrasi vlogger merekam video. (Foto: Pixabay)

Jakarta - Pemain FTV Galih Ginanjar resmi dilaporkan mantan istrinya, Fairuz A Rafiq, ke Polda Metro Jaya. Galih dianggap telah menebar konten pelecehan seksual secara verbal di unggahan konten akun YouTube Ayu Utami. Dia menyebut istilah "bau ikan asin" diduga untuk organ intim Fairuz. 

Produsen konten YouTube atau biasa disebut vlogger memang rentan bermasalah dengan kepolisian. Terkadang disebabkan konten terbentur hak cipta, menyudutkan suatu pihak, menebar hoaks, dan SARA.

Selain "bau ikan asin", sejumlah konten dari vlogger lain juga pernah berujung pelaporan ke kepolisian. Berikut Tagar rangkumkan empat di antaranya.

1. Video Prank

Melansir Ubergizmo, vlogger asal Spanyol bernama Kanghua Ren divonis hukuman penjara 15 bulan oleh pengadilan setempat. Dia juga diwajibkan membayar denda sebesar 20.000 euro atau sekitar Rp 318 juta lantaran membuat konten video prank di akun YouTubenya.

Berawal ketika Kanghua Ren melalui akun YouTube miliknya bernama channel reSet mengunggah video, di mana ia dengan sengaja memberikan biskuit Oreo kepada seorang gelandangan tua.

Gelandangan 52 tahun itu dibayar 20 euro atau sekitar Rp 319 ribu untuk memakan biskuit. Biskuit yang krimnya sengaja diganti dengan pasta gigi. Sontak pria tua itu memuntahkan biskuit, sembari mengaku tidak pernah diperlakukan seburuk itu semasa hidup.

Mengomentari apa yang diucapkan si gelandangan, Vlogger dengan 1,2 juta subscribers itu justru mengatakan kepada penonton untuk mengambil sisi positif dari kejadian tersebut.

"Mungkin aku terlalu usil, namun lihat sisi positifnya, ini (Oreo berisi pasta gigi) akan membersihkan giginya. Aku rasa ia (pengemis) tidak pernah membersihkannya (gigi) karena ia miskin," kata Ren.

Akibat perbuatan dan perkataannya di video tersebut, kolom komentar akun YouTube milik Ren dibanjiri komentar pedas warganet. Pengadilan juga memutuskan Ren dijatuhi hukuman karena terbukti bersalah melanggar norma yang berlaku di negara tersebut.

2. Ulasan Film

Siapa sangka membuat ulasan tentang film yang telah tayang di bioskop dapat berujung masalah hukum. Vlogger asal Nepal bernama Pranesh Gautam mengalaminya. 

Milan Chams menggugat Pranesh karena membuat ulasan film yang disutradarainya berjudul Bir Bikram 2. Milan mengklaim video yang diunggah Pranesh mengandung banyak kata-kata kotor, serta mencoba mencemarkan nama baik orang-orang yang terlibat dalam pembuatan film.

Dalam video ulasan, Pranesh menyebut tidak ada yang spesial dari film tersebut, selain teknik pengambilan gambar menggunakan drone. Bahkan dia mengatakan Bir Bikram 2 memiliki kesamaan cerita dengan film Bollywood berjudul Sholay.

Pihak kepolisian kemudian mengeluarkan surat panggilan kepada Pranesh untuk datang ke kantor polisi pada Senin, 3 Mei 2019. Namun Pranesh menolak dengan alasan pihak berwenang belum menjelaskan mengapa dirinya dipanggil.

"Saya tahu saya tidak bersalah. Kami tidak pernah bermaksud menyakiti siapa pun dengan video itu. Saya tidak tahu harus berkata apa. Saya tidak tahu jika saya bisa merasa setakut ini," kata Pranesh.

3. Stand Up Comedy

Joshua Suherman pernah terganjal kasus penistaan agama saat video penampilan stand up comedy-nya diunggah ke akun YouTube Majelis Lucu Indonesia. Mantan penyanyi cilik dianggap menista agama lantaran salah satu bit dalam pentas stand up comedy-nya menyinggung soal "mayoritas selalu menang".

Masalah bergulir semakin besar setelah video pentas komedi tunggalnya di salah satu cafe di Jakarta viral. Meski pria yang akrab disapa Jojo itu tidak secara eksplisit berbicara soal mayoritas pasti menang, tetapi pesan dalam guyonan itu dianggap menyiratkan demikian.

Sejumlah pihak kemudian melaporkan Jojo ke Bareskrim Polri atas dugaan penghinaan agama Islam pada Selasa, 9 Januari 2018. Dalam laporan itu, pelantun tembang Diobok-obok tersebut dikenai tiga pasal sekaligus, yaitu pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau pasal 156a KUHP.

Namun, pada akhirnya, kasus diselesaikan melalui jalur damai yang memaksa Jojo meminta maaf ke hadapan publik.

4. Menebar Kebencian

Politikus senior Partai Gerindra, Permadi, dilaporkan seorang pengacara bernama Fajri Safi'i ke Polda Metro Jaya pada Kamis, 9 Mei 2019. Permadi dianggap telah menebar ujaran kebencian melalui video yang diunggah ke YouTube.

Dalam video, Permadi yang tampak berada dalam ruangan bersama beberapa orang lain, terlibat pembicaraan mengenai situasi dan permasalahan yang ada di Indonesia. Menurutnya, semua permasalahan itu tidak akan selesai melalui perundingan ataupun konstitusi, melainkan melalui pergerakan revolusi.

"Tanpa revolusi, kita tidak bisa menyelesaikan masalah di Indonesia ini. Masalah Indonesia ini bukan Jokowi, bukan Luhut, bukan Megawati, tapi di belakangnya, China dengan 2 miliar penduduk yang siap menyerbu Indonesia," kata dia dalam video tersebut.

Namun ternyata, laporan Fajri tidak bisa diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya. Pasalnya, polisi sudah membuat laporan tipe A untuk kasus itu. Laporan model A adalah laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi.

"Kalau LP A itu polisi yang buat laporan sendiri, temuan polisi. Jadi kalau saya yang datang kan namanya LP B. Nah monggo saya bilang kalau sudah dibuat LP ya ditindaklanjuti aja," kata Fajri waktu itu.

Baca juga:

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.