Ekonom Sebut Rupiah Melemah Bukan Hanya Gara-gara Fed Rate

Ekonom sebut rupiah melemah bukan hanya gara-gara Fed Rate. “Tidak hanya satu yaitu suku bunga AS, tapi juga harga minyak dan 'trade war'," ujar Tony Prasetiantono.
Lembaran mata uang rupiah dan dolar AS diperlihatkan di salah satu jasa penukaran valuta asing di Jakarta, (Foto: Ant/Puspa Perwitasari)

Jakarta, (Tagar 24/7/2018) – Ekonom senior dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menilai, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak hanya disebabkan oleh rencana kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral AS The Fed.

"Rupiah cenderung lebih besar tekanannya dibandingkan emerging market lain karena tekanannya tidak hanya satu yaitu suku bunga AS, tapi juga harga minyak dan 'trade war'," ujar Tony Prasetiantono di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (24/7).

Menurut Tony, kenaikan harga minyak yang mencapai 77 dolar AS per barel mengganggu kredibilitas fiskal Indonesia.

Sebagai negara pengimpor minyak, lanjut dia seperti dikutip Antara, kenaikan harga minyak yang signifikan dapat mengganggu kondisi fiskal APBN.

"Kenaikan harga minyak bikin repot pemerintah. Tahun ini minyak juga buat tekanan yang besar terhadap Rupiah," kata Tony.

Perang Dagang AS-Tiongkok

Sementara itu, perang dagang antara AS dan Tiongkok serta sejumlah negara lain, disebut akan menekan neraca perdagangan Indonesia.

"Dampaknya negatif dan akan memberikan tekanan terhadap rupiah," ujar Tony.
Tony menuturkan, struktur ekspor Indonesia masih belum terlalu terdiversifikasi dan masih cenderung pada ekspor sumber daya alam mentah.

"Pak Jokowi masih punya PR bagaimana supaya rupiah lebih rendah volatilitasnya. Bagaimana "inflow short-term" jadi "long-term"," kata Tony.

Terkait pernyataan Trump yang tidak senang dengan kenaikan suku bunga AS sendiri, Tony pun menyatakan hal tersebut logis. Menurutnya, apabila dolar AS menguat, posisi perdagangan AS terhadap seluruh dunia termasuk China, semakin sulit.

"Kita dukung Trump, kenaikan suku bunga AS yang terlalu cepat akan merepotkan rupiah," kata Tony.

Melemah

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Selasa (24/7) pagi sendiri bergerak melemah 64 poin menjadi Rp 14.546 dibanding posisi sebelumnya Rp 14.482 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, dari sisi tren terlihat masih ada peluang bagi rupiah untuk kembali melemah seiring minimnya sentimen positif dari dalam negeri.

"Untuk itu, diharapkan laju rupiah dapat menyerap sentimen pelemahan USD terhadap sejumlah mata uang utama global lainnya untuk menahan pelemahan lebih lanjut," ujar Reza di Jakarta.

Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp 14.492 per dolar AS hingga Rp 14.477 per dolar AS.

Sebelumnya, meski laju dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang utama dunia, namun tidak banyak berimbas pada mata uang rupiah yang masih dalam pelemahannya.

Pergerakan tersebut sesuai dengan perkiraan sebelumnya di mana belum adanya sejumlah sentimen positif yang signifikan mengangkat rupiah membuat pergerakannya cenderung masih dalam tren pelemahannya.

Rupiah kembali melemah setelah Badan Anggaran DPR RI melakukan Rapat Panja Perumus Kesimpulan dengan Pemerintah mengenai pembahasan kesimpulan laporan realisasi Semester I dan Prognosis Semester II APBN TA di mana menyangsikan pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4 persen.

Berbeda dengan rupiah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Selasa dibuka menguat sebesar 18,61 poin menjadi 5.934,41 seiring dengan menguatnya bursa saham regional.

Sementara kelompok 45 saham unggulan atau LQ45 bergerak naik 3,56 poin (0,38 persen) menjadi 940,53.

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.