Dolar Tembus Rp 14.600, Pengamat: Ekonomi Sulawesi Selatan Tidak Terpengaruh

Dolar tembus Rp 14.600, Pengamat: ekonomi Sulsel tidak terpengaruh. "Ekonomi goyah saat dolar meningkat ketika impor lebih besar dari pada ekspor, ini tidak terjadi di Sulsel," kata Bahtiar Maddatuang.
Perajin menyelesaikan pembuatan tahu di sentra industri tahu Krapyak, Margoagung, Seyegan, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (14/8/2018). Sejumlah perajin mengaku terpaksa memotong jumlah produksi dan keuntungan menyusul melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berdampak naiknya harga kedelai impor dari Rp 7.000 per kg menjadi Rp 8.000 per kg. (Foto: Ant/Andreas FItri Atmoko)

Makassar, (Tagar 20/8/2018) – Ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan tidak terpengaruh kenaikan nilai tukar dolar US terhadap rupiah yang telah menembus Rp 14.600.

"Fundamental ekonomi Sulsel bagus, sehingga kenaikan dolar US tidak akan terlalu berpengaruh," kata Pengamat Ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Amkop Makassar Bahtiar Maddatuang dalam acara Humas "Coffee Morning" yang digelar di Makassar, Senin (20/8).

RUPIAH TEMBUS 14.600 PER DOLAR ASKaryawan menghitung mata uang Dollar AS di gerai jasa penukaran uang asing di Jakarta, Senin (13/8/2018). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah menjadi Rp14.608 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (13/8). (Foto: Ant/Reno Esnir)

Pondasi perekonomian yang dibangun di era pemerintahan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo, menurut Bahtiar, cukup kuat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 7,3 persen, lebih tinggi dibanding rata-rata nasional 5,4 persen.

Di sisi lain, kata dia, neraca ekspor Sulsel juga menunjukkan surplus dibandingkan impor. Ini, lanjutnya, berbeda dari neraca perdagangan secara nasional yang menunjukkan defisit.

"Ekonomi goyah saat dolar meningkat ketika impor lebih besar dari pada ekspor, ini tidak terjadi di Sulsel," tambah Bahtiar.

EKSPOR RAJUNGAN INDONESIANelayan membongkar rajungan hasil tangkapan di Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Minggu (12/8/2018). Nilai ekspor daging rajungan Indonesia pada 2017 mencapai 411 juta dolar AS dan diprediksi akan terus melesat mencapai 2 miliar dolar AS pada 2022. (Foto: Ant/Dedhez Anggara)

Karenanya Bahtiar seperti dilansir Antara mengatakan, perekonomian nasional seyogyanya berkiblat pada perekonomian Sulsel yang memiliki dasar yang kuat.

"Pertumbuhan ekonomi Sulsel terbukti berimplikasi pada penurunan kemiskinan, pengangguran, dan gini ratio yang rendah," ujarnya.

Bahkan, menurut Bahtiar, Sulsel dapat memperoleh keuntungan dari kenaikan kurs dolar tersebut, dengan mendorong ekpor dan menjaring investor dengan kemudahan perizinan.

"Investor akan lebih tertarik berinvestasi, karena investasi lebih murah," kata dia.

Sementara Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulsel AM Yamin mengatakan, dengan semakin menguatnya dolar terhadap rupiah tidak perlu menimbulkan kepanikan, justru harusnya menjadi momen yang menguntungkan bagi daerah.

"Seharusnya kita manfaatkan moment ini untuk kepentingan daerah. Paling berpeluang misalnya di sektor industri yang memanfaatkan produk lokal, karena hanya yang menggunakan bahan impor yang terkena dampak, Olehnya itu harusnya dimanfaatkan untuk memproleh benefit bagi daerah," jelasnya.

EKSPOR BATIK INDONESIAPerajin menyelesaikan pembuatan batik di salah satu pusat kerajinan batik di Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/8/2018). Kemenperin mencatat nilai ekspor batik dan produk batik pada tahun 2017 mencapai 58,46 juta dolar AS atau setara Rp 820,4 miliar dengan pasar utama Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. (Foto: Ant/Nurul Ramadhan)

Adapun kegiatan Humas "Coffee Morning" merupakan agenda rutin yang digelar Biro Humas dan Protokol untuk menjawab kebutuhan informasi terkait isu yang banyak diperbincangkan.

Turut hadir Kepala Biro Humas dan Protokol Devo Khaddafi, Kabag Humas Amrullah Hanafie dan Kasubag Publikasi Elvira Jayanti. []

Berita terkait