Dipecat Bupati, Guru Menangis di DPRD Simalungun

Guru meminta Bupati Simalungun JR Saragih mencabut surat keputusannya, yang memberhentikan mereka.
Bupati Simalungun JR Saragih mendampingi Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menuju ruang auditorium T Johan Garingging Universitas Efarina. (Foto: Tagar/Fernandho Pasaribu)

Simalungun - Dengan mengenakan pakaian dinas ASN, puluhan guru mendatangi DPRD Simalungun. Melalui wakil rakyat mereka meminta Bupati Simalungun JR Saragih mencabut surat keputusannya, yang memberhentikan fungsional guru.

Mereka disambut Wakil Ketua DPRD Simalungun Timbul Jaya Sibarani, Ketua Komisi IV Umar Yani, anggota DPRD Bernhard Damanik, Sekretaris Dinas Pendidikan Parsaulian Sinaga dan Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Serubabel Saragih.

Kepada para pejabat dan wakil rakyat itu, para guru menumpahkan keluh kesah mereka.

Marlian Batubara, salah seorang guru meneteskan air mata saat menceritakan kekecewaan atas terbitnya SK Bupati. Dia berharap ada kepastian bagi mereka yang telah lama mengabdi sebagai tenaga pengajar.

"Saya sudah 38 tahun mengajar, delapan bulan lagi akan pensiun. Saya bersama guru lainnya merasa kecil hati dan kecewa. Kami berharap agar fungsional kami jangan dicabut dan dikembalikan sebagai guru. Menjadi guru sudah menjadi darah daging bagi kami," ujar Marlian di hadapan anggota Dewan, Rabu 24 Juli 2019.

Sikap DPRD

Setelah mendegar keluhan para guru, DPRD Simalungun meminta Dinas Pendidikan dan BKD agar mengkaji ulang SK Bupati dan mencari solusi untuk menjaga sekolah tetap kondusif.

"Jadi setelah berdiskusi, kami akan menunggu tindak lanjut dari Pemkab Simalungun beberapa minggu ini. Jika tidak, kita akan ajukan hak interplasi ke bupati," tutur Bernhard Damanik.

Selain penghentian fungsional, beberapa guru juga mengeluhkan belum cairnya tunjangan sertifikasi mereka sejak Januari 2019 hingga saat ini.

Itu SK sebaiknya ditinjau kembali

"Apalagi sertifikasi kami sudah dicabut, artinya pendapat berkurang, belum lagi enam bulan dana sertifikasi kami belum juga dicarikan. Padahal itu kan buat tabungan pada masa tua kami," ungkap M Nasution, 55 tahun, saat ditemui usai mengajar.

SK Bupati Menyalahi

Sementara itu akdemisi Ridwan Manik, mengatakan SK Bupati Simalungun perlu ditinjau kembali. Dosen Fakultas Hukum Universitas Simalungun (USI) Kota Pematangsiantar tersebut berpendapat SK Bupati prematur karena tidak sejalan dan melanggar perundang-undangan.

"Itu SK sebaiknya ditinjau kembali. Apa landasan perundang-undanganya, peraturan gubernurnya, jangan mengeluarkan peraturan daerah namun melangkahi undang- undang. Kalau yang mengeluarkan sertifikasi adalah Kementrian Pendidikan, mengapa yang mencabut sertifikasi malah bupati melalui peraturan daerah, itu menyalahi secara hierarki peraturan," tuturnya.

Sementara itu, pada Jumat 26 Juni mendatang Aliansi Mahasiswa Siantar Simalungun (AMSS), akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD dan para guru.

"Tadi kami sudah koordinasi dengan Sekretaris Dewan dan Wakil Ketua DPRD, Rospita Sitorus, Jumat kita akan RDP mendampingi guru membahas SK Bupati," terang Gading, perwakilan AMSS.

Sebelumnya Bupati Simalungun pada 26 Juni 2019 mengeluarkan tiga surat keputusan (SK) pemberhentian 1.695 orang guru, yaitu SK Bupati No.188/45/5927/25.3/2019 sebanyak 569 orang guru SD.

Kemudian, SK Bupati No. 188/45/5928/25.3/2019 sebanyak 134 orang guru SMP dan SK Bupati No. 188/45/5928/25.3/2019 sebanyak 992 orang guru yang belum mencantumkan gelar atau pemberhentian sementara.

SK tersebut dikeluarkan Bupati Simalungun dikeluarkan berdasarkan usulan yang dibuat oleh Kepala Dinas Pendidikan Simalungun pada tanggal yang sama yaitu 26 Juni 2019. []

Baca juga:

Berita terkait