Diembargo Amerika Serikat, Iran Minta Bantuan China

Kementerian Keuangan AS umumkan sanksi terbaru membidik 18 bank besar Iran, embargo berpotensi memutus akses transaksi internasional warga Iran
Bank of Kunlun selama ini menjadi satu dari sedikit institut keuangan internasional yang masih melakukan transaksi dengan Iran (Foto: dw.com/id).

Jakarta - Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) mengumumkan sanksi terbaru membidik 18 bank besar Iran. Embargo tersebut berpotensi memutus akses kepada sistem transaksi internasional bagi 80 juta warga Iran. Washington menepis kritik Uni Eropa bahwa isolasi keuangan terhadap Iran akan memicu penderitaan yang tidak perlu.

“Sanksi kami diarahkan kepada rejim dan pejabat yang korup dan menyalahgunakan kemakmuran rakyat Iran untuk membiayai gerakan radikal dan revolusioner, yang menciptakan penderitan di seluruh Timur Tengah,” kata Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, belum lama ini.

Menurut Pompeo, kebijakan Iran memperkuat anggaran militer, ketika negara sedang membutuhkan fasilitas kesehatan. “Tekanan ekonomi maksimal dari kami akan terus berlanjut sampai Iran bersedia melakukan negosiasi menyeluruh untuk menanggulangi perilaku jahat rejim di Teheran," ujar Pompeo.

1. Pemerintah AS Bersikeras Terapkan Sanksi Terhadap Iran

Kemenkeu AS tidak merinci kejahatan yang dilakukan 18 institusi perbankan Iran tersebut, dan sebaliknya secara umum menyebut sektor keuangan Iran digunakan untuk membiayai program persenjataan pemerintah dan kebijakan regional.

Atas sanksi tersebut, Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif, menuduh AS berusaha “menghancurkan akses terakhir untuk membayar impor makanan dan obat-obatan” di tengah pandemi.

“Rakyat Iran akan selamat dari kekejaman terbaru ini. Tapi berkonspirasi untuk membuat populasi Iran kelaparan adalah sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan,” tulisnya via Twitter. “Dalang dan mereka yang bertanggungjawab membekukan uang kami akan menghadapi pengadilan.”

Pemerintah AS bersikeras sanksinya membebaskan transaksi keuangan untuk alasan kemanusiaan, seperti pembelian bahan pangan atau obat-obatan. Namun Uni Eropa meyakini sanksi tersebut akan tetap memicu dampak dramatis.

Barbara Slavin dari lembaga pemikir luar negeri AS, Atlantic Council, menggambarkan sanksi AS terhadap perbankan Iran sebagai “sadisme berjubah politik luar negeri,” dan hanya akan memaksa Teheran semakin mendekat ke China.

2. Menlu Iran Melawat ke Beijing

“Pemerintahan Donald Trump menggunakan pekan-pekan terakhir di masa jabatan mereka untuk menggandakan strategi gagal menggunakan ‘tekanan maksimal’ yang hanya semakin memiskinkan rakyat Iran, memprovokasi konflik regional dan mengancam sanksi jangka panjang berbasis mata uang Dollar,” kata dia.

Sanksi AS dijatuhkan setelah pemerintahan Trump gagal meyakinkan Dewan Keamanan untuk menghidupkan kembali sanksi PBB terhadap Iran.

Kemenkeu di Washington mengatakan sanksi baru akan berlaku dalam waktu 45 hari, untuk memberikan waktu bagi pelaku bisnis untuk menyudahi transaksi dengan Iran. Rentang waktu itu juga memberikan kesempatan bagi Partai Demokrat AS untuk mengubah kebijakan Trump menyusul Pemilu Kepresidenan, November mendatang.

Trump sebelumnya sudah lebih dulu mengembargo ekspor minyak mentah dari Iran dan mengundurkan diri dari Perjanjian Nuklir yang memaksa Teheran menempatkan program nuklirnya di bawah pengawasan internasional.

Sebagai reaksi, Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, menjadwalkan kunjungan ke China pada Jumat, 9 Oktober 2020, untuk membahas sanksi AS. Kementeri Luar Negeri China menyatakan Javad Zarif datang atas undangan Menlu Wang Yi.

Selama ini China jadi satu dari sedikit pintu bagi Teheran mengakses sistem pembayaran internasional. Pada 2010 silam, pemerintah di Beijing menunjuk Bank of Kunlun sebagai satu-satunya institut keuangan yang berwenang melakukan transaksi dengan Republik Islam tersebut.

Layanan itu sempat dihentikan pada 2018, diyakini atas tekanan Amerika Serikat. Namun pada pertengahan April 2019, Bank of Kunlun kembali melayani transaksi Iran, meski secara sporadis, bergantung pada sanksi ekonomi. rzn/yp (ap, rtr, atlantic)/dw.com/id []

Berita terkait
Siapa Capres AS yang Diinginkan Rusia, China dan Iran Menang
Kalangan intelijen di Amerika Serikat (AS) dihantui pertanyaan tentang keinginan Rusia, China dan Iran terhadap pemenang pilpres AS
Putin Tolak Embargo Terhadap Korut, Jutaan Wanita Pyongyang Jadi Relawan Perang
Tak ketinggalan juga, para wanita muda Korut ikut mendaftar menjadi relawan perang untuk Pyongyang, seperti dilansir surat kabar Partai Buruh Korut, Rodong Sinmun, (12/8). Para relawan itu bertekad menunaikan sumpah Kim Jong Un untuk berperang melawan AS. Di sisi lain, Presiden Rusia, Vladimir Putin, menolak draft AS yang akan mengembargo minyak kepada Korut.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.