Siapa Capres AS yang Diinginkan Rusia, China dan Iran Menang

Kalangan intelijen di Amerika Serikat (AS) dihantui pertanyaan tentang keinginan Rusia, China dan Iran terhadap pemenang pilpres AS
Spanduk Pilpres AS 3 November 2020 (Foto: bbc.com/Indonesia/Reuters).

Washington DC - Apakah Kremlin akan berusaha mempertahankan Donald Trump sebagai presiden? Apakah Beijing memberikan dukungan moral kepada Joe Biden?

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kalangan komunitas intelijen Amerika Serikat (AS) menjelang pemilihan presiden November 2020.

Penilaian seorang pejabat tinggi menyebutkan bahwa kekuatan-kekuatan asing akan menggunakan "langkah-langkah menebar pengaruh baik tersembunyi maupun terbuka" untuk mempengaruhi pemilih AS. Kekuatan pihak asing yang dia sebut secara eksplisit adalah Rusia, China dan Iran.

Tiga negara itu tidak bisa disamaratakan, karena menurut pandangan intelijen AS, masing-masing mempunyai tujuan dan kemampuan sendiri. Penilaian itu sendiri menjadi sorotan. Seorang pembocor rahasia baru-baru ini diduga diminta untuk merendahkan ancaman dari Rusia karena "membuat presiden tampak buruk".

putin dan trumpPresiden AS, Donald Trump, dan Presiden Rusia, Vladimir Putin (Foto: bbc.com/Indonesia/Reuters).

Rusia

Apa yang dikatakan oleh intelijen? Seperti yang mungkin sudah diketahui, Rusia mencuri panggung dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016 dan sesudahnya.

Singkatnya, intelijen AS meyakini Rusia berusaha mempengaruhi pemilih agar mendukung Donald Trump, merujuk pada pertemuan antara timnya dan para pejabat Rusia, serangan siber terhadap tim kampanye Hillary Clinton dari Demokrat dalam pilpres yang lalu, serangan terhadap database pemilih, serta upaya-upaya untuk membesar-besarkan materi bohong atau memihak di online.

Bulan lalu, panel Senat yang dikuasai kubu Republik memperkuat pandangan bahwa Rusia menginginkan Trump menang, dengan menyimpulkan kampanyenya menjadi sasaran empuk bagi pengaruh asing tetapi tidak sampai menuduh adanya konspirasi kejahatan.

Dalam Pilpres AS 2020, rival Trump adalah Joe Biden. Dalam ulasannya, yang ditujukan bagi publik Amerika, Kepala Pusat Keamanan dan Kontraintelijen Nasional (NCSC), William Evanina, mengatakan Rusia "menggunakan berbagai langkah untuk secara khusus merendahkan mantan Wakil Presiden Biden".

Dalam pandangan Direktur FBI, Christopher Wray, Rusia tidak pernah berhenti campur tangan. Dia menyebut upaya dalam pemilihan kongres tahun 2018 sebagai "gladi bersih untuk pertunjukan besar pada tahun 2020".

Rusia secara konsisten membantah melakukan campur tangan dalam pemilu di negara-negara lain. Awal tahun ini, seorang juru bicara Kremlin menyebut tuduhan campur tangan "pengumuman paranoia" yang "tidak benar sama sekali".

Terlepas dari pertanyaan apakah Rusia menginginkan Presiden Trump tetap menjabat periode kedua atau tidak, pandangan lain yang sering diutarakan para analis adalah Rusia punya tujuan lebih luas, yaitu untuk menggoyahkan saingan-saingan Trump dengan cara menyebarkan kebingungan.

Sebagai contoh, tahun ini dokumen Uni Eropa menyebutkan ada kampanye Rusia untuk menyebarkan berita bohong tentang virus corona untuk mempersulit organisasi negara-negara Eropa tersebut mengomunikasikan responsnya. Rusia menyebut tuduhan itu tak berdasar.

Apa yang dikatakan kedua capres? Joe Biden baru-baru ini mengatakan akan ada "harga yang dibayar" jika Rusia terus melakukan campur tangan. Dia menyebut Rusia sebagai "lawan" dari Amerika Serikat.

Presiden Trump seringkali meremehkan tuduhan campur tangan Rusia, yang membuatnya berseberangan dengan para ahli intelijennya sendiri.

Setelah KTT tahun 2018 dengan Vladimir Putin, dia ditanya apakah dirinya lebih mempercayai komunitas intelijen AS atau presiden Rusia tentang tuduhan campur tangan Rusia.

Trump mengatakan: "Presiden Putin mengatakan pelakunya bukan Rusia. Saya tak melihat alasan mengapa harus Rusia." Ia kemudian membuat klarifikasi bahwa ia salah berbicara.

presiden chinaPresiden China Xi Jinping (Foto: bbc.com/Indonesia/Reuters).

China

Apa yang dikatakan oleh intelijen? Sosok-sosok penting di pemerintahan Trump berpendapat bahwa sebenarnya China, bukan Rusia, yang menjadi ancaman utama tahun ini. "Saya sudah melihat data intelijen. Itulah yang saya simpulkan," kata Jaksa Agung William Barr. Politikus Demokrat Adam Schiff, yang mengetuai Komite Intelijen DPR, menuduh Barr "sepenuhnya berbohong".

Dalam penilaiannya, Evanina mengatakan intelijen AS meyakini "China lebih senang jika Presiden Trump - yang dianggap oleh Beijing sebagai sosok yang tak dapat ditebak - tidak menang lagi dalam pemilihan". "China memperluas pengaruhnya untuk membentuk lingkungan kebijakan di Amerika Serikat, menekan sosok-sosok di panggung politik yang dipandang menentang kepentingan China, dan menyerang balik kritik terhadap China," katanya.

Penggunakan kata "pengaruh" patut dicatat. Meskipun China mempunyai cara canggih mempengaruhi opini, tidak jelas seberapa jauh China siap melangkah. "China akan tetap menimbang risiko dan keuntungan dari tindakan agresif," jelas Kepala Pusat Keamanan dan Kontraintelijen Nasional (NCSC) William Evanina.

Tujuannya mungkin lebih diarahkan untuk mempromosikan pandangan China kepada dunia.

Facebook baru-baru ini menutup jaringan akun yang berkaitan dengan China, sebagian besar kontennya mendukung negara China, seperti kepentingan negara itu di Laut China Selatan yang disengketakan.

China membantah tegas tudingan campur tangan dalam urusan dalam negeri negara-negara lain, dengan mengatakan "tak tertarik atau tak bersedia melakukannya".

Apa yang dikatakan kedua capres? Bulan ini, Presiden Trump dengan rasa setuju mencuit ulang tulisan di situs Breitbart yang condong ke Trump. Judul artikel itu adalah "China tampaknya 'condong ke Joe Biden' dalam pemilihan presiden".

"Tentu mereka menginginkan Biden. Saya sudah mengambil miliaran dollar dari China dan memberikannya kepada petani kita dan Departemen Keuangan. China akan menguasai AS jika Biden & Hunter masuk!" Tulis Trump, merujuk pada putra Joe Biden, Hunter.

Hubungan antara China dan Amerika Serikat berada di titik rendah, yang diwarnai berbagai sengketa mulai dari virus corona hingga penerapan undang-undang keamanan kontroversial di Hong Kong oleh China.

Joe Biden berusaha menangkis tuduhan-tuduhan dari Presiden Trump bahwa ia bersikap lunak terhadap China, berjanji untuk "bersikap tegas" terhadap hak asasi manusia dan masalah-masalah lain. Namun, Demokrat menganggap, setidaknya menyangkut pemilihan, Rusialah yang paling agresif.

presiden iranPresiden Iran, Hassan Rouhani (Foto: bbc.com/Indonesia/Reuters).

Iran

Apa yang dikatakan oleh intelijen? Dalam pernyataannya, Evanina mengatakan Teheran menentang periode kedua Presiden Trump, yang diyakini akan membuat "tekanan terus menerus AS terhadap Iran dalam upaya menggerakkan perubahan rezim".

Dikatakan, upaya Iran akan dipusatkan pada "pengaruh online, misalnya menyebarkan informasi keliru di media sosial dan menyirkulasikan konten anti-AS". Tuduhan intelijen disokong Microsoft. Perusahaan teknologi informasi raksasa itu mengatakan para peretas yang punya hubungan dengan Rusia, China, dan Iran berupaya memata-matai sosok-sosok kunci dalam pemilu AS.

Soal Iran, perusahaan tersebut mengatakan sebuah kelompok Iran yang dikenal dengan sebutan Phosphorus gagal menembus akun-akun milik para pejabat Gedung Putih dan tim kampanye Trump antara Mei dan Juni tahun ini.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menyebut laporan Microsoft "absurd". "Iran tidak merisaukan siapa yang akan menduduki kursi kepresidenan di Gedung Putih," kata jubir Kemenlu Iran, Saeed Khatibzadeh.

Sebuah laporan mengenai upaya Iran dalam menebar pengaruh awal tahun ini dari the Atlantic Council menyebut Iran fokus menggolkan agenda nasional, seperti meraih supremasi di kawasan Timur Tengah.

"Hampir semua konten yang disebarkan Iran secara digital berkaitan langsung dengan pandangannya terhadap dunia atau tujuan kebijakan luar negeri yang spesifik. Konsekuensinya, mudah untuk mengidentifikasi operasi-operasi Iran ketimbang aktor-aktor lain seperti Rusia yang kontennya kemungkinan besar agnostik secara politik."

Apa yang dikatakan kedua capres? Iran tidak tampil terpandang dalam pemilu AS, seperti Rusia atau China, baik dalam konteks kemungkinan menebar pengaruh atau kebijakan. Presiden Trump punya kebijakan agresif terhadap Iran, menarik mundur dari kesepakatan nuklir, serta memerintahkan pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani.

Joe Biden mengatakan kebijakan ini gagal. Dalam tulisan editorial untuk CNN, dia mengatakan ada "cara yang cerdas untuk tegas pada Iran". Dia berikrar untuk menekan "aktivitas-aktivitas yang mendestabilisasi" sekaligus menawarkan "jalur menuju diplomasi" (bbc.com/Indonesia). []

Berita terkait
Debat Capres Amerika Serikat, Donald Trump Lawan Joe Biden
Sejumlah pakar menyebut debat capres AS antara Presiden Trump dan Joe Biden sebagai debat terburuk, tapi pemenangnya pria paling bersih
Debat Donald Trump vs Biden Debat Terburuk Sepanjang Sejarah
Debat kandidat calon presiden AS antara Presiden Trump vs Joe Biden disebut sejumlah pakar sebagai debat terburuk dalam sejarah politik Amerika
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.