Di Zaman Jokowi, Indonesia Masuk 15 Besar Negara dengan PDB Terbesar

Indonesia pantas berbangga. Baru-baru ini Indonesia masuk kelompok 15 negara terbesar di dunia yang memiliki produk domestik bruto (PDB) di atas US$ 1 trilliun.
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat penyerahanan sertifikat tanah di Taman Pujaan Bangsa Margarana, Tabanan, Bali, Jumat (23/2). (Foto: Ant)

Jakarta, (Tagar 2/3/2018) - Indonesia pantas berbangga. Baru-baru ini Indonesia masuk kelompok trillion dollar club yaitu kelompok 15 negara terbesar di dunia yang memiliki produk domestik bruto (PDB) di atas US$ 1 trilliun.

Mengutip laman Facebook Jokowi Centre yang ditulis Budi Marpaung, diperkirakan bila ekonomi kita bisa bertumbuh rata-rata 5 persen per tahun selama 14 tahun ke depan, maka PDB Indonesia akan menjadi dua kali lipat (dari US$ 1 trilliun menjadi US$ 2 trilliun) pada tahun 2021.

Menurut Budi, secara sederhana itu berarti bahwa dalam waktu 14 tahun kekayaan setiap keluarga di Indonesia akan menjadi dua kali lipat dari yang dimiliki saat ini. Pencapaian dan proyeksi ini tentu membesarkan hati kita semua, sekaligus menumbuhkan rasa optimis atas masa depan negeri ini.

Presiden Jokowi berharap Indonesia secara bertahap dapat merangkak naik dari 15 besar, 10 besar, hingga menjadi lima besar PDB terbesar di dunia.

Di tengah gejolak perkembangan perekonomian dunia, sesungguhnya bertumbuh lima persen per tahun selama 14 tahun ke depan bukanlah hal yang mudah. Belum ditambah gejolak politik nasional lima tahunan dan riak-riak yang membuat panas perpolitikan sejagat, sedikit banyak berkontribusi terhadap munculnya rasa pesimis. Namun demikian bila arah kebijakan ekonomi dirumuskan dengan tepat dan dijalankan secara konsisten, maka target itu bukanlah hal yang sulit.

Jokowi sejak awal memimpin negeri ini sudah menyadari bahwa ada masalah besar dibalik sulitnya Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Infrastruktur yang tidak memadai, baik kuantitas maupun kualitas, menjadi salah satu faktor penyebabnya. Bagaimana mungkin investor mau membangun pabrik di suatu lokasi yang berlimpah bahan baku, bila akses jalan dari dan ke lokasi tidak ada atau tidak baik.

Budi menambahkan bagaimana mungkin investor mau buka usaha di suatu lokasi bila di daerah itu belum dialiri listrik, atau supply listrik tidak mencukupi untuk mendukung rencana investasinya. Bagaimana mungkin investor mau buka usaha untuk tujuan ekspor di suatu lokasi bila pelabuhan terdekat belum memadai di wilayah itu.

"Pembangunan infrastruktur besar-besaran yang dilakukan Jokowi adalah pilihan tepat untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi," kata Budi yang juga berprofesi sebagai dosen sebuah perguruan tinggi swasta ini.

Selain infrastruktur, Jokowi menyadari bahwa aspek regulasi di negeri ini sangat rumit, berliku, dan menghambat investasi. Peraturan tentang perijinan dibuat berlapis-lapis, dengan banyak pembatasan, yang ujung-ujungnya menimbulkan keraguan bagi investor.

Jokowi berharap aturan yang cenderung menghambat investasi agar dicabut. Bagaimana mungkin investor mau buka usaha bila banyak persyaratan formal yang harus dipenuhi, dan harus menyediakan uang pelicin untuk memuluskannya. Bagaimana mungkin investor sanggup buka usaha bila untuk urus perizinan saja membutuhkan waktu yang lama dan harus keluarkan biaya yang tidak sedikit.

Terakhir, Jokowi menyadari bahwa korupsi menjadi masalah serius di birokrasi, korporasi, dan menjalar ke masyarakat. Korupsi akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi, yang berdampak terhadap perekonomian. Jokowi sangat concern terhadap masalah korupsi ini, dan selaku mendukung langkah KPK dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Infrastuktur, regulasi, dan korupsi adalah tiga hal yang sejak awal dinilai Jokowi dan timnya menjadi masalah serius untuk diselesaikan. Ketiganya berkontribusi terhadap sulitnya ekonomi bertumbuh lebih tinggi. Kini kita bersyukur, ekonomi kita bisa bertumbuh 5 persen, dan berharap selama 14 tahun ke depan bisa bertumbuh hingga 5 persen per tahun, agar besaran kue ekonomi menjadi dua kali lipat. Ekonomi yang bertumbuh sebesar itu secara drastis akan mengurangi kemiskinan dan pengangguran. (Fet)

Berita terkait