Di Balik Rengginang Garebeg Sawal Keraton Yogyakarta

Garebeg Sawal Keraton Yogyakarta digelar dengan cara yang berbeda saat pandemi Corona. Namun hal itu tidak mengurangi esensinya.
Ubarampe tangkai rengginang yang dibagikan pada Garebeg Sawal Keraton Yogyakarta, Minggu, 24 Mei 2020. (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah).

Yogyakarta - Keraton Yogyakarta meniadakan tradisi hajad dalem Garebeg Sawal yang biasanya digelar pada hari pertama Idulfitri. Begitu juga pada Minggu, 24 Mei 2020. Tidak ada arak-arakan gunungan garebeg yang dikawal prajurit atau bregada. Tidak ada pula masyarakat yang berebut gunungan berujud hasil bumi seperti biasanya.

Pada peringatan Hari Raya Idulfitri 1441 H/Wawu 1953 ini benar-benar berbeda. Meski meniadakan meniadakan hajad dalem Garebeg Sawal dan Ngabekten, Keraton Yogyakarta tetap membagikan ubarampe gunungan. Pembagian tidak kepada masyarakat umum, tetapi kepada abdi dalem.

Ubarampe yang dibagikan juga juga berbeda, bukan hasil bumi, tetapi rengginang atau bagian dari gunungan. Jumlah rengginang yang dibagikan sebanyak 2.700 tangkai, sama dengan banyaknya rengginang yang disiapkan dalam Gunungan Estri dan Gunungan Dharat pada saat Upacara Garebeg sebagaimana mestinya.

Ubarampe sudah disiapkan sehari sebelum dibagikan. Tangkai rengginang dibusanani kain penutup bermotif bangun tulak oleh Kanca Abrit, kemudian diinapkan satu malam di Bangsal Srimanganti.

Tradisi garebeg ini merupakan simbol hajad dalem yang bermakna sebuah bentuk kedermawanan raja atau ungkapan syukur dan sedekah raja kepada rakyatnya. Masyarakat Yogyakarta termasuk abdi dalem mempercayai, ubarampe yang diberikan oleh Keraton Yogyakarta merupakan berkah keselamatan dan dijauhi atau mengusir marabahaya atau pagebluk.

"Bagi yang mendapatkan ubarampe dan menyimpannya, semoga mendapat berkah, mengusir pagebluk, termasuk wabah yang sedang melanda sekarang ini. Saya juga akan menyimpannya," ujar seorang abdi dalem Keraton yang enggan disebut namanya.

Ubarampe regginang sebelum diberangkatkan dari Bangsal Srimanganti dan dibagikan didoakan Abdi Dalem Kaji yang dipimpin oleh Mas Panewu Ngabdul Wahab. Ubarampe rengginang selanjutnya didistribusikan kepada Abdi Dalem Keraton Yogyakarta, Kepatihan, dan Puro Pakualaman. Pembagian gunungan kepada abdi dalem Keraton Yogyakarta selanjutnya dilakukan oleh putra putri dan mantu dalem.

Ubarampe Garebeg Sawal Keraton YogyakartaUbarampe tangkai rengginang yang dibagikan pada Garebeg Sawal Keraton Yogyakarta, Minggu, 24 Mei 2020. (Foto: Tagar/Evi Nur Afiah).

Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono menuturkan, bukan tanpa sebab kali ini tradisi hajad dalam Gerebeg Sawal berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tradisi yang sudah turun temurun dari leluhur ini tetap dilaksanakan dengan cara yang berbeda karena kondisi pandemi Covid-19. Namun, hal tersebut tidak mengurangi esensi makna garebeg.

Zaman dahulu memang dilakukan dengan membagi-bagikan ubarampe gunungan, bukan dengan merayah atau merebut gunungan seperti yang dikenal saat ini.

"Kami berusaha untuk meminimalisir penyebaran virus Corona. Berkaitan dengan diberlakukannya kondisi tanggap ini, kegiatan hajad dalem Garebeg Sawal yang ditandai dengan arak-arakan gunungan ditiadakan," katanya kepada wartawan, Minggu, 24 Mei 2020.

Putri kedua Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X ini mengungkapkan, upaya melestarikan tradisi Garebeg Sawal berupa pembagian rengginang itu tetap dilakukan di tengah pandemi. Cara pembagiannya juga memperhatikan standar protokol kesehatan.

"Supaya pembagiannya tidak menimbulkan kerumunan. Selain itu, semua abdi dalem juga wajib menggunakan masker dan mematuhi standar protokol kesehatan dengan saling menjaga jarak," ujar GKR Condrokirono.

Wakil Penghageng KHP Parwa Budaya Keraton Yogyakarta GKR Mangkubumi, mengatakan bahwa meski tak digelar seperti biasanya, esensi dari garebeg itu sendiri tetap terjaga. Selain pembagian ubarampe seperti yang dilakukan pada garebeg kali ini sama seperti yang dilakukan zaman dahulu.

"Pelaksanaan garebeg pada zaman dahulu memang dilakukan dengan membagi-bagikan ubarampe gunungan, bukan dengan merayah atau merebut gunungan seperti yang dikenal saat ini,” ujarnya.

Sementara itu, adanya pandemi Corona ini, sejumlah tradisi Keraton Yogyakarta ditiadakan. Selain Garebeg Sawal, tradisi prosesi Numplak Wajik yang sedianya digelar 3 hari sebelum Garebeg Sawal juga ditiadakan. Begitu juga ngabekten dan ringgitan bedhol songsong pun tidak diselenggarakan. []

Berita terkait
Garebeg Sawal Keraton Yogyakarta Ditiadakan
Keraton Yogyakarta mengumumkan hajad dalem Garebeg Sawal tahun ini ditiadakan karena masih dalam kondisi tanggap darurat Covid-19.
Garebeg Besar, Tradisi Idul Adha Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Garebeg Besar jelang peringatan Hari Raya Idul Adha 2019.
Saat Keraton Yogyakarta Menegur Masjid Pathok Negara
Keraton Yogyakarta selalu pemilik Masjid Pathok Negara Plosokuning sempat menegur takmir agar kegiatan Ramadan ditiadakan.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.