Deretan Sosok Kartini di Kancah Film Indonesia

Pengamat film Hikmat Darmawan, menyebut sederet nama sineas perempuan yang layak disebut sebagai sosok Kartini dalam kancah perfilman nasional.
Suzzanna. (Foto: Instagram/suzzannaofficial)

Jakarta - Pengamat film Hikmat Darmawan, menyebut sederet nama sineas perempuan yang layak disebut sebagai sosok Kartini dalam kancah perfilman nasional. Menurut dia, nama-nama sosok pejuang kesetaraan gender di industri sinema Tanah Air, bahkan telah muncul sejak era 1950-an.

Pada era 1950-an hingga 1980-an, Hikmat menyebut nama Sofia W.D sebagai sosok sineas perempuan yang telah tercatat pernah menyutradarai beberapa judul film di era 50-an. Meski begitu, Sofia justru lebih dikenal khalayak ramai sebagai aktris yang berkarya sepanjang tahun 1970-an hingga 1980-an.

"Dia sutradara yang cukup accomplish pada tahun 1950-an, dia orang yang pernah menembus Festival Film Berlin di tahun 1950-an, yang puluhan tahun berikutnya ditembus lagi oleh (film) Marlina," kata Hikmat dalam sebuah wawancara, seperti diberitakan Antara pada Minggu, 19 April 2020.

Selain Sofia, kata Hikmat, ada juga sosok Budiayi Abiyoga yang merupakan produser film Naga Bonar serta Ida Farida selaku sutradara film berjudul Perawan Perawan dan peraih Piala Citra tahun 1989.

"Kalau kita lihat, waktu itu susah jadi sutradara, karena itu dunia cukup untuk dunia laki-laki. Bisa ada sutradara perempuan itu oke banget," ujar dia.

Sofia WDAktris dan sutradara 1950-an, Sofia WD. (Foto: Tangkapan layar)

Memasuki era 1980-an hingga 1990an, geliat sineas perempuan mulai banyak yang menonjol. Hikmat mengatakan ada sejumlah nama yang cukup memiliki kekuatan dan membawa pengaruh besar di industri perfilman saat itu, seperti Yenny Rachman, Doris Callebaute dan Suzzana.

Setelah namanya melejit lewat film Inem Pelayan Seksi, sosok Doris Callebaute kemudian membuat Inem Film yang memproduksi film-film eksploitatif atau genre-genre seperti silat, horor, komedi seks dan ini cukup sukses hingga 1990-an.

"Yenny Rachman cukup powerfull, kemudian juga Suzzanna. Dia staying power-nya dari tahun 1950-an sudah jadi bintang di Asrama Dara. Tapi kemudian tahun 1970-an mencuat sebagai bombsex. Dari tahun 1980-1990, ia menjadi bintang." kata Hikmat.

Hikmat menilai, nama Suzzanna memiliki pengaruh yang cukup besar untuk menarik penonton Indonesia. Bahkan, namanya saat ini secara terang-terangan telah dijual sebagai judul film.

"Suzzana itu bintang di film-film B dan C, dia punya saying power, dia bisa menentukan film itu bagaimana. Makanya di film-filmnya kan judulnya pakai nama dia, Suzzana apa. Kan enggak ada Yenny Rachman bangkit dari kubur, adanya Suzzana. Jadi dua orang itu bisa dibilang ketika industri film kita masih cukup ajeg, itu yang kuat," tutur Hikmat.

SuzzannaSuzzanna. (Foto: Instagram/suzzannaofficial)

Hikmat juga mengatakan, di era ini nama yang tidak boleh dilupakan sebagai Kartini perfilman Indonesia adalah Christine Hakim. Ia begitu dihormati sebagai seorang aktris, bahkan kiprahnya diakui dunia internasional. Christine juga pernah menjadi juri di Cannes Film Festival dan menjadi produser film Daun di Atas Bantal yang disutradarai oleh Garin Nugroho.

Sementara memasuki babak baru dari industri film Indonesia yang bisa dibilang mulai bangkit pada era 2000-an, nama Mira Lesmana tentu masuk dalam daftar sosok Kartini perfilman. Bersama Riri Riza, ia banyak melahirkan generasi baru salah satunya Lasja Fauzia.

Selain itu, nama Nia Dinata juga disebut sebagai sosok Kartini perfilman, apalagi ia kerap mengangkat isu perempuan dalam film-filmnya.

"Out of nowhere muncul Nia Dinata, dia tidak ikut perkumpulan orang-orang film sebelumnya, tapi dia passionate sama film dan ditambah dia punya modal sebagai anak konglomerat. Kayak Joko Anwar kan awalnya sama dia juga, dia juga aktif dalam film-film indie. Jadi dalam konteks itu dia punya power lah," kata Hikmat.

Mouly SuryaMouly Surya meraih penghargaan Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2018 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Minggu malam (9/12/2018). (Foto: Instagram/FestivalFilmId)

Tahun 2000-an bisa dibilang yang paling banyak memunculkan tokoh-tokoh perempuan perfilman yang karya-karyanya tidak bisa diremehkan seperti Mouly Surya, Gina S Noer, Upi serta Mieske Taurisia. Dari sisi film indie, nama-nama sutradara yang Sugiharti Halim, Aryanti Darmawan serta Tintin Wulia.

"Betapa banyak banyaknya posisi perempuan yang kuat di perfilman kita. Memang langgam zaman seperti itu, berakhirnya orde baru sehingga relatif berakhir tuh bapakisme," ujar Hikmat.

"Kondisi saat ini ada gerakan #Metoo, harrasment, senior-senior di perfilman, di tengah suasana yang kayak gini perempuan-perempuan tetap hadir dan struggle mereka kuat. Posisinya sekarang setara bahkan lebih bagus, udah waktunya perempuan take over," ujar dia. []


Berita terkait
Hari Ibu Dicetuskan Akibat Protes Hari Kartini
22 Desember, masyarakat Indonesia memperingati Hari Ibu Nasional yang tercetus dari protes masyarakat terhadap Presiden Soekarno soal Kartini.
Kamar Pingit Saksi Bisu Penderitaan Batin Kartini
Kamar Pingit saksi bisu penderitaan batin Kartini, sampai sekarang masih lestari. Letaknya di Kompleks Pendapa Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Gebyar Pernikahan 2019 di Balai Kartini Usung Adat Betawi
Acara yang mengusung pernikahan bernuansa adat dan budaya Betawi ini berlangsung selama tiga hari di Balai Kartini.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.