Denny Siregar: Perbedaan Terawan, Anies Baswedan dan Rizal Ramli

Menkes Terawan Agus Putranto tidak datang ke acara Mata Najwa Shihab karena dia bukan Anies Baswedan, bukan Rizal Ramli. Denny Siregar.
Terawan Agus Putranto (tengah). (Foto: Tagar/Liputan 6)

Saya jadi ingat cerita teman saya dulu, waktu Ibunda Jokowi meninggal. Malamnya dia datang melayat dan bertemu Jokowi yang pas di sampingnya ada Menkes Terawan. Temanku tanya ke Menkes Terawan, "Kok jarang muncul di depan publik sekarang?" Eh yang jawab malah Jokowi, "Kalau dia muncul di publik, apa pun yang dia katakan pasti dipelintir media dan dia di-bully. Saya minta Menkes tidak perlu tampil lagi supaya tidak ada keributan dan kita fokus pada penanganan kesehatan."

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memang kontroversial. Tahun 2018 ia diserang Ikatan Dokter Indonesia atau IDI, karena terapi cuci otak yang dilakukannya. Terapi cuci otak dr. Terawan ini memang beda dengan yang selama ini dilakukan para dokter. Ia melakukan flushing supaya peredaran darah di kepala lancar. Dan apa yang dia lakukan selama ini menyelamatkan banyak nyawa sehingga banyak pejabat dan tokoh yang berobat kepada dia daripada ke luar negeri. Satu di antaranya adalah AM Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara atau BIN yang ada di barisan terdepan membela dr. Terawan dari serangan Ikatan Dokter Indonesia.

Dengar-dengar sih, proses cuci otak dr. Terawan biayanya murah. Kalau selama ini untuk penyembuhan stroke di rumah sakit ataupun di dokter, pasien bisa habis ratusan juta rupiah, dr. Terawan cuma mematok biaya operasional 10 juta rupiah saja. Mungkin itulah yang membuat dr. Terawan dibilang "melanggar kode etik" kedokteran, karena dituding pengobatannya "tidak ilmiah".

Lucunya, pada saat IDI ramai-ramainya menyerang dr. Terawan, Jokowi malah mengangkatnya sebagai Menteri Kesehatan. Sudah Menkesnya kontroversial, Presidennya ternyata lebih kontroversial. Jokowi merasa cocok dengan pandangan dr. Terawan terhadap mahalnya biaya rumah sakit dan obat-obatan di Indonesia ini yang sangat memberatkan BPJS. Pandangan bahwa ada kongkalikong antara dokter dan pihak rumah sakit dengan pabrik farmasi yang menyebabkan obat-obatan di Indonesia mahal ini ternyata bukan hoaks.

KPK sendiri pernah mengusut transaksi sampai 600 miliar rupiah dari pabrik farmasi kepada para dokter, supaya mereka mau menjual obat-obatnya ke pasien. Dari hasil "suap-menyuap" antara pabrik farmasi dengan dokter inilah, harga obat di kita jadi melambung tinggi dan mencekik bukan saja pasien, tapi juga pemerintah yang menyelenggarakan BPJS.

Beda dengan mantan menteri lainnya yang dia dipecat karena lebih sibuk di teori, enggak beres kerjanya, dan lebih suka cari panggung di media, seperti Anies Baswedan dan Rizal Ramli.

Baca juga: Sudah Saatnya Presiden Jokowi Evaluasi Menkes Terawan

Dan ketika ngobrol dengan Jokowi, dr. Terawan bicara tentang pengembangan obat tradisional yang murah dari tumbuhan-tumbuhan yang banyak di sekitar kita. Jokowi tertarik dan menunjuknya sebagai Menteri Kesehatan. Tugas dr. Terawan adalah memberantas mafia obat dan rumah sakit, sekaligus membangun sistem kesehatan di negeri ini supaya orang luar mau berobat ke sini. Tujuannya, kalau di Indonesia jadi rujukan orang luar untuk berobat, maka Indonesia akan mendapat tambahan devisa besar.

Selama ini seperti kita tahu, banyak orang berobat ke Malaysia dan Singapura karena enggak percaya dengan dokter-dokter di Indonesia, yang bukannya bikin sembuh, tapi malah berlama-lama di rumah sakit dan menguras habis kantong mereka. Ya mungkin ada dokter dan rumah sakit yang punya prinsip mirip pegawai kelurahan, "Kalau bisa dipersulit, kenapa mesti dipermudah?" Akhirnya dr. Terawan pun dilantik menjadi Menteri Kesehatan. Dan kembali IDI meradang, lalu menulis surat kepada Jokowi supaya tidak melantik dr. Terawan.

Namanya Jokowi, makin ditekan dia makin mantul kayak bola bekel. dr. Terawan tetap dilantik jadi Menteri Kesehatan. Dan perang besar melawan kongkalikong antara dokter, rumah sakit, dan pabrik farmasi pun dimulai. Sialnya enggak lama kemudian virus corona yang berawal dari China menyebar ke seluruh dunia. Banyak negara panik dan menutup dirinya dari dunia luar. Istilah kerennya "lockdown". Sama dengan di Indonesia, situasi panik pun dimulai dan banyak yang menyerukan supaya Indonesia "lockdown" seperti negara-negara di Eropa.

dr. Terawan yang sudah menjadi Menteri Kesehatan itulah yang menyarankan kepada Presiden Jokowi supaya Indonesia tidak "lockdown". "Kalau kita lockdown, akan muncul ketakutan yang luar biasa. Dan ketakutan itu menurunkan daya tahan tubuh. Dan kalau imun kita lemah, virus malah makin menyebar luas," begitu kata Terawan.

Jokowi pun setuju. "Lockdown" itu sangat berbahaya, bukan saja buat ekonomi negara tapi ternyata juga buat kesehatan. Rumah sakit akan dibanjiri pasien, sedangkan fasilitas belum siap. Obat virus juga belum ditemukan. Kepanikan akan menyebar dan situasi bisa jadi chaos karena tekanan politik dari mana-mana. Dan akhirnya keputusan terakhir dari Jokowi, Indonesia tidak "lockdown".

Kita harus paham kenapa Menkes memutuskan untuk tidak datang ke acara Mata Najwa. Karena apa pun yang dia katakan di sana, pasti akan dipelintir dan membuat keributan baru yang tidak penting.

Baca juga: Najwa Shihab Sindir Terawan, Sederet Selebriti Beri Apresiasi

Cara dr. Terawan membangun ketenangan kepada masyarakat ini mirip dengan cara dia menghibur pasien-pasiennya supaya jangan takut dan jangan panik. "Enggak apa-apa tah, Nduk, enggak bahaya kok, tenang saja." Dan model menenangkan seperti ini ternyata dipelintir oleh media dan dilahap oleh para pendukung "lockdown" dengan persepsi, "Terawan meremahkan virus corona". Habislah dia di-bully dan dilecehkan di mana-mana, yang berimbas juga serangan pada istana.

Komunikasi yang biasanya dipakai dr. Terawan kepada pasien, ternyata tidak cocok dengan iklim keseluruhan di Indonesia, padahal maksudnya benar. Apa pun yang dikatakan dr. Terawan langsung dipelintir oleh media-media yang punya prinsip, "Bad news is a good news". Urusannya tentu saja urusan rating dan banyaknya pembaca yang mampir ke website dan program teve mereka.

dr. Terawan bukan saja diserang para dokter sejawatnya, tapi juga oleh ikan hiu bernama "media" demi kepentingan keuntungan mereka semata. Untungnya, Presiden Joowi tidak terpancing. Dia lalu menyelamatkan dr. Terawan supaya bergerak di belakang layar saja. Dia menyiapkan gugus tugas lain yang bisa menjadi garda terdepan untuk berhadapan dengan media. Dan Menteri Kesehatan pun manut, dia mundur, dan sibuk bergerak, berkoordinasi dengan banyak pihak di belakang layar.

Sebenarnya kalau saya perhatikan tipikal presiden seperti Jokowi, model seperti dr. Terawan inilah model kesukaannya sebagai menteri. Tidak banyak bicara, lebih banyak bekerja, dan tidak sibuk cari panggung di media. Ya model yang sama seperti menterinya yang lain seperti Basuki Hadimuljono Menteri PUPR, Sri Mulyani Menteri Keuangan, dan Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi.

Beda dengan mantan menteri lainnya yang dia dipecat karena lebih sibuk di teori, enggak beres kerjanya, dan lebih suka cari panggung di media, seperti Anies Baswedan dan Rizal Ramli. Model seperti mereka pasti enggak lama menjabat, langsung ditendang ke luar angkasa.

Jadi dari penjelasan ini kita harus paham kenapa Menkes memutuskan untuk tidak datang ke acara Mata Najwa. Karena apa pun yang dia katakan di sana, pasti akan dipelintir dan membuat keributan baru yang tidak penting.

Dengar-dengar sih, dia sudah mengutus dirjennya untuk bicara, tapi Najwa Shihab menolak. Mungkin karena di program itu harus ada nilai jual sensasinya, bukan nilai informasinya. Akhirnya ya Najwa nain drama dengan kursi kosong yang jadi ribut itu. Memang sih, orang lebih suka bahas sensasi daripada informasi itu sendiri. Itulah kenapa drama Najwa dengan kursi kosong itu menjadi pembicaraan tersendiri.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Berita terkait
Menteri Terawan - Doni Monardo Diminta Tegur Anies Baswedan
Azas Tigor Nainggolan meminta Menkes Terawan dan Doni Monardo menegur Anies Baswedan karena membawa jenazah Sekda DKI ke Balai Kota.
Tugas Tambahan Presiden Jokowi untuk Menkes Terawan
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto mengaudit dan mengoreksi protokol kesehatan Covid-19.
Denny Siregar Sebut Acara Mata Najwa Cari Sensasi
Benarkah acara Mata Najwa yang dipandu oleh Najwa Shihab mencari sensasi, atau ingin memberikan informasi?
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.