Denny Siregar: Anies Baswedan Ambisius Tapi Tak Bisa Mengukur Diri

Anies Baswedan ambisius tapi tidak bisa mengukur diri. Untuk menutupi kelemahan, dia bermain dengan proyek-proyek pencitraan. Denny Siregar.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Foto: Tagar/Instagram @aniesbaswedan)

Sejak Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta, saya sudah mengira dia tidak bisa bekerja. Anies itu seorang dosen, akademisi, belum pernah terlibat pekerjaan bersifat teknis. Membuatnya tidak memiliki kemampuan manajerial yang tinggi. Kalau sekadar berkata-kata, dia pasti bagus, karena dia memang terlatih untuk itu. Tapi untuk bekerja, nanti dulu.

Karena dalam pekerjaan yang menggerakkan ribuan orang dengan dana yang sangat besar, apalagi dalam birokrasi sebesar Pemerintah Provinsi DKI, dibutuhkan kecakapan khusus, ketelitian, kemampuan manajerial dan ketegasan, baru mesin-mesin di Pemprov DKI bekerja dengan baik. Anies sama sekali tidak punya kemampuan itu.

Dia ambisius tapi tidak mampu mengukur diri. Dan untuk menutupi kelemahannya itu, dia bermain dengan proyek-proyek pencitraan yang sama sekali tidak bermanfaat buat warga DKI, seperti mengecat genteng warna-warni. 

Kasus rumah DP Nol Rupiah juga begitu. Dulu namanya DP Nol Persen, terus direvisi dengan nama DP Nol Rupiah. Cita-citanya bagus, tapi dia tidak mengukur kemampuan warga DKI yang menjadi sasaran programnya itu. Anies punya cita-cita warga miskin bisa punya rumah. Itu cita-cita yang sangat mulia. Tapi, ibarat orang yang sedang lapar, dia ingin langsung kasih ikan, bukan kasih kail dan umpan supaya orang itu bisa usaha sendiri.

Dan Anies menciptakan mimpi bukan supaya orang itu bisa mendapatkan mimpinya, tapi supaya orang itu mimpi terus. Mending mimpi daripada harus menghadapi kenyataan pahit. Begitulah kira-kira.

Perhatikan skema rumah DP Nol Rupiah ini. Sasarannya adalah orang miskin Jakarta, tapi mungkinkah orang miskin di Jakarta bisa membeli rumah di Jakarta yang harga tanahnya semeter selangit itu? Bisa. Kalau orang miskin itu dikasih pelatihan wirausaha, dibangunkan infrastruktur supaya mereka sukses dalam usahanya dan itu juga butuh waktu yang tidak sebentar. Panjang prosesnya.

Nah, supaya mereka bisa tetap punya tempat tinggal, sewakan mereka dengan tempat dengan harga yang murah supaya hasil usaha mereka tidak habis untuk membayar sewa. Mungkin 5 sampai 10 tahun lagilah, baru mereka bisa membeli rumah. Dan kalau sudah begitu, mereka tidak masuk dalam kategori warga miskin lagi, tapi sudah naik menjadi warga kelas menengah.

Anies Baswedan ambisius tapi tidak bisa mengukur diri.


Tapi Anies tidak. Dia langsung ingin membelikan warga miskin Jakarta, rumah. Duit dari mana mereka? Pendapatan sehari-hari saja tidak tetap, kadang ada, kadang dapat angin doang, bagaimana mereka bisa beli rumah meski DP-nya nol rupiah?

Ini bukan masalah bayar DP Nol atau DP 10 persen misalnya, tapi bisa tidak warga miskin membayar cicilan per bulan. Dari sini saja program rumah DP Nol Rupiah itu sudah tidak masuk akal dijalankan. Apalagi Anies menyerahkan semua persyaratan untuk mendapatkan rumah itu kepada bank.

Bank mana yang mau kasih KPR kalau calon pembelinya tidak memenuhi syarat untuk mencicil 15 sampai 20 tahun? Bisa-bisa bank yang kasih cicilan itu ditendang sama Bank Indonesia, karena banyak kredit macetnya.

Anies pun pusing, kemakan sendiri sama janjinya. Sedangkan warga miskin yang kemarin dijanjikan rumah, pada teriak-teriak. Mana rumahnya? Akhirnya Anies coba bikin skema baru. Pemprov yang membayar DP, nanti dicicil sama warga miskin. Lah, ya makin tidak mampu si warga miskin.

Bayar cicilan per bulan saja mereka tidak mungkin, masih ditambah bayar cicilan KPR plus bayar cicilan DP yang diutangi Pemprov DKI. Tidak masuk akal.

Jadi wajar saja, dari target membangun rumah DP Nol Rupiah sekian ratus ribu unit, berapa yang terealisasi? Ya, cuma ratusan. Dan pada akhirnya Anies Baswedan sendiri menyerah. Angkat tangan. Mulutnya sudah tidak bisa berkata-kata waktu memberikan persetujuan kalau yang bisa membeli rumah DP Nol Persen itu adalah warga yang penghasilannya Rp 14 juta sebulan.

Apa? Rp 14 juta sebulan? Itu bukan warga miskin, tapi warga kelas menengah. Terus, warga miskin dapat apa? Ya, disuruh tidur lagi. Mimpi lagi. Gigit jari lagi. Diceritakan dongeng tentang pasrah, ikhlas, akhirat, surga, dan macam-macam lainnya, kecuali tentang rumah. Biar warga miskin lupa dan tidak nagih-nagih janjinya.

Sial memang. Tapi ya bagaimana lagi. Warga miskin itu juga kemarin yang memilih Anies karena janji-janji surga. Mungkin juga ada yang kasih mereka amplop dengan nilai yang tidak seberapa, dan mereka tidak peduli siapa pemimpinnya, yang penting hari ini dapat sekian puluh ribu rupiah.

Akhirnya ya nasib mereka ya begitu-gitu saja karena tidak punya niat untuk mengubah takdirnya.

Apakah Anies Baswedan sang Gubernur Jakarta akan kena jaring juga?


Ketidakmampuan Anies Baswedan ini juga dilihat oleh orang-orang pintar yang menjadi bawahannya, seperti Direktur Utama Sarana Jaya. Karena sering sekali mengerjakan proyek di ibu kota, si Dirut ini tahu lubang-lubang mana yang bisa ditambal supaya uang di rekening pribadinya bertambah.

Salah satunya dengan cara mark up harga tanah. Dia bekerja sama dengan sebuah perusahaan yang berperan sebagai penjual. Padahal perusahaan ini juga tidak mengeluarkan uang. Mereka hanya kasih DP ke pemilik tanah dengan harga yang disepakati oleh mereka sejuta per meter, misalnya. Kemudian perusahaan itu menjual ke Pemprov DKI dengan harga Rp 5 juta per meter. Gila kan selisihnya.

Harga yang saya sebut tadi itu hanya ilustrasi, karena korupsinya dari selisih harga jual, itu ternyata besar sekali. Para koruptor itu bisa untung ratusan miliar rupiah. Itu baru dari satu tanah, padahal masih banyak tanah lainnya yang mereka mainkan dengan cara seperti itu. Nilainya bisa T, saudara-saudara.

Pertanyaannya, apakah mungkin si Dirut main sendirian dengan dana ratusan miliar rupiah itu? Tidak mungkin kali ya, kalau melihat budaya kita dalam korupsi biasanya selalu berjemaah, dan ada proses bagi-bagi. Karena kalau ada yang tidak dibagi, proyek itu pasti tidak bakalan gol dan dananya pasti ditahan.

Karena itu saya yakin banyak yang akan terlibat dalam kasus ini, dengan catatan, KPK juga netral, tidak memihak. Pertanyaannya, apakah Anies Baswedan sang Gubernur Jakarta akan kena jaring juga?

*Penulis buku 'Tuhan dalam Secangkir Kopi' dan 'Bukan Manusia Angka'



Berita terkait
Cerita Pertemuan Luhut Binsar Pandjaitan dan Anies Baswedan
Luhut Binsar Pandjaitan menceritakan pertemuannya dengan Anies Baswedan, Gerindra menyambut gembira kemesraan Anies dan Luhut, sinergi yang baik.
Denny Siregar: Rumah DP Nol Rupiah Anies Baswedan di KPK
Rumah DP Nol Rupiah Anies Baswedan, program gagal total, tanah dibeli dengan di-mark up, nilai korupsi ditaksir Rp 1 triliun. Denny Siregar.
Dugaan Korupsi Rumah DP Nol Persen, KPK Diminta Panggil Anies Baswedan
Komisi Pemberantasan Korupsi diminta memanggil Anies Baswedan supaya terang benderang perkara mark up lahan untuk pembangunan rumah DP Nol Rupiah.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu