Magelang - Sebanyak 13 ibu hamil terpaksa ikut dievakuasi demi mengindari potensi bahaya erupsi Gunung Merapi. Mereka bersama ratusan pengungsi Merapi lainnya kini menempati sejumlah posko pengungsian yang tersebar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang mencatat sebanyak 817 warga yang tinggal di wilayah kawasan rawan bencana (KRB) III telah diungsikan ke beberapa tempat aman seiring berlakunya status Siaga Merapi.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang Edy Susanto menyebutkan 817 pengungsi tersebut terdiri dari 279 laki-laki dan 538 perempuan. "Jumlah pengungsi tersebut mengalami peningkatan sebanyak 210 orang terhitung sejak dua pekan lalu," kata dia, Minggu, 21 November 2020.
Edy merinci, dari ratusan pengungsi tersebut ada ibu hamil sebanyak 13 orang dan ibu menyusui 33 orang. Untuk pengungsi lanjut usia (lansia) laki-laki ada 46 orang, lansia perempuan 122 orang. Kemudian balita laki-laki 81 orang, balita perempuan 70 orang, anak laki-laki 57 orang, anak perempuan 61 orang.
Tak hanya itu, difabel laki-laki tujuh orang, difabel perempuan 12 orang, warga yang sakit ataupun rentan ada dua laki-laki dan tujuh perempuan serta pendamping dewasa sebanyak 86 laki-laki dan 220 perempuan.
Dibantu instansi terkait telah didirikan dapur umum di setiap titik lokasi pengungsian dan menyiapkan kebutuhan makanan mulai pukul 04.00 WIB.
Mereka semua tinggal di sembilan posko pengungsian yang telah disiapkan pemerintah. Sebanyak 118 warga dari Desa Krinjijng mengungsi di Balai Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan. Kemudian 115 warga dari Desa Ngargomulyo mengungsi di gedung NU Ketaron, Gedung Futsal Tejowarno, Gedung PPP Prumpung dan PAY Muhammadiyah di Desa Tamanagung, Kecamatan Muntilan.
Ada pula 110 warga dari Desa Keningar mengungsi di SDN 1 Ngrajek dan kediaman Kepala Desa Ngrajek, Desa Ngrajek, Kecamatan Mungkid. serta 476 warga dari Desa Paten yang mengungsi di Desa Banyurojo dan Desa Mertoyudan di Kecamatan Mertoyudan.
Khusus warga Desa Keningar yang ikut mengungsi, Edy menyebut kawasan desa itu sebenarnya di luar KRB III yang direkomendasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).
"Desa Keningar di luar rekomendasi prakiraan bahaya BPPTKG namun atas dasar rasa takut dan trauma akibat kejadian erupsi 2010, maka pemerintah desa setempat memfasilitasi evakuasi pengungsian,” jelasnya.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana Raditya Jati menambahkan kebutuhan makanan pengungsi maupun petugas menjadi perhatian BPBD dan Pemkab Magelang.
"Dibantu instansi terkait telah didirikan dapur umum di setiap titik lokasi pengungsian dan menyiapkan kebutuhan makanan mulai pukul 04.00 WIB," ucapnya.
Baca juga:
- Tempat Pengungsian Merapi di Magelang Terapkan Prokes
- BNPB Siapkan Helikopter untuk Mitigasi Erupsi Merapi
- 13 Wisata Keren Magelang, Wajib Dikunjungi saat Merapi Aman
Termasuk untuk kebutuhan air bersih, BPBD juga telah mendistribusikan air bersih untuk masing-masing lokasi pengungsian pada pukul 06.00 hingga 08.00 WIB saban harinya.
Adapun kegiatan trauma healing juga dilakukan secara berkala di setiap titik pengungsian, menggandeng Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Muslimat (IKGTKM) Mertoyudan dan Forum Anak Kabupaten Magelang.
"Kegiatan tersebut dilakukan agar anak-anak tidak mengalami stres dan ketakutan selama dalam pengungsian," imbuh dia. []