Jakarta - Asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di beberapa tempat di Pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki dampak pada perkembangan anak.
Tidak hanya mengganggu kesehatan, namun tumbuh kembang anak secara sosial terdistraksi akibat dampak kabut asap yang menyelimuti daerah mereka tinggal. Tidak hanya secara sosial, kabut asap juga membuat anak sulit berinteraksi secara sosial.
"Bencana asap itu membuat anak-anak terpaksa nggak sekolah, sekolah libur. Mau main ke luar melihat lingkungan harus pakai masker. Ini bisa menimbulkan kendala bersosialisasi dan pendidikan anak," ujar Psikolog Universitas Indonesia, Rosmini kepada Tagar pada Jumat, 20 September 2019.
Rosmini menjelaskan proses belajar mengajar yang tertunda akibat asap membuat guru terpaksa mengejar ketertinggalan pelajaran anak dengan menambah jam pelajaran. Menurutnya, hal ini dapat membuat anak kesulitan memahami pelajaran karena daya tangkap anak yang berbeda-beda.
"Belum lagi anak-anak tidak dapat bermain dengan teman-teman karena kabut asap. Padahal, anak seharusnya memiliki jam belajar dan bermain yang cukup, khususnya di luar ruangan," ujarnya.
Rosmini menilai jika kabut asap mengganggu kegiatan belajar dan bermain anak dapat berdampak pada kondisi psikologis anak. Hal tersebut menurutnya dapat membuat anak stres dan tertekan.
Seperti diketahui beberapa kota di Sumatera dan Kalimantan seperti Pekan Baru, Medan, Palembang, Pontianak, dan Balikpapan tertutup kabut asap sejak awal September 2019 lalu. Hal ini berakibat pada menurunnya kualitas udara di kota-kota tersebut.
Tidak hanya itu, kabut asap membuat sejumlah penerbangan di Bandara Ahmad Yani, Semarang terganggu. Sejak 12 September sampai 18 September lalu terdapat 68 penerbangan dari dan menuju kota-kota di Sumatera dan Kalimantan terganggu.