Jakarta - Realisasi penjualan batubara Indonesia dipastikan bakal mendapatkan rapor hijau dalam waktu tiga tahun mendatang. Hal ini menyusul komitmen para importir China yang menyetujui pembelian 200 juta ton batubara Indonesia senilai US$ 1,46 miliar atau setara Rp 20,6 triliun.
Hal itu tertuang dalam perjanjian kerja sama antara Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) dengan CCTDA (China Coal Transportation and Distribution) pada Rabu, 25 November 2020.
Kerja sama ini juga memfasilitasi para produsen batubara di Indonesia dengan pihak pembeli di China.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan hasil kesepakatan akan mendongkrak nilai batubara yang sempat mengalami kelesuan di tengah pandemi Covid-19. "Saya optimis komoditas batubara akan kembali bergairah menyusul adanya kerja sama ini. Sebuah momen positif untuk mengembalikan realisasi produksi sesuai dengan proyeksi yang ditetapkan," ucapnya di Jakarta.
Agung menambahkan kerja sama ini berawal dari hasil kunjungan kerja pemerintah Indonesia ke Tiongkok yang diwakili oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi beberapa bulan lalu. "Upaya ini merupakan langkah konkrit pemerintah RI dan China dalam merayakan 70 tahun hubungan diplomatik kedua negara," jelasnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan kesepakatan penjualan batubara Indonesia ke Tingkok akan meningkatkan volume perdagangan. Nilai kesepakatan antara perusahaan-perusahaan yang hadir pada saat penandatanganan kerja sama adalah senilai US$1,46 miliar.
"Ini merupakan bagian dari kesepakatan untuk meningkatkan kerja sama antara kedua negara untuk mencapai volume perdagangan 200 juta ton di tahun 2021" kata Hendra.
Selain menyepakati kebijakan ekspor jangka panjang, ucap Hendra, kerja sama ini juga memfasilitasi para produsen batubara di Indonesia dengan pihak pembeli di China dan meningkatkan perdagangan bilateral kedua negara. Kesepakatan ini dilaksanakan dalam acara "China-Indonesia Coal Procurement Matchmaking Meeting" yang diselenggarakan secara virtual.
Acara ini dihadiri langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, Direktur Jenderal Departemen Urusan Asia Kementerian Perdagangan China, Peng Gang, Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh China untuk Indonesia, Xiao Qian, dan Duta Besar Berkuasa Penuh Indonesia untuk China dan Mongolia, Djauhari Oratmangun.
Penandatanganan kerja sama antara APBI dengan CCTDA juga dihadiri oleh anggota APBI yang menjadi eksportir batubara ke China. Yakni, Adaro, Bukit Asam, Kideco, Indo Tambangraya Megah, Multi Harapan Utama, Berau dan Toba Bara. Turut hadir pula perwakilan dari Kedutaan China, serta CNCA (China National Coal Association).
Saat ini, pemerintah Indonesia sedang menggalakkan program hilirisasi yang merupakan langkah maju untuk membantu perekonomian dan mendorong energi hijau. "Kebijakan hilirisasi batubara ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang investasi bagi investor dari Tiongkok yang dikenal sudah sangat maju dalam penguasaan teknologi pengolahan batubara termasuk gasifikasi," tutur Agung.
Ketua Umum APBI, Pandu Sjahrir mengapresiasi dukungan dari pemerintah dalam mendorong kerja sama perdagangan dan investasi di sektor industri batubara yang merupakan industri yang berkontribusi signifikan tidak hanya bagi penerimaan negara tetapi juga bagi ketahanan energi nasional. "Dengan kerja sama ini, produsen batubara nasional optimistis menatap tahun 2021 meskipun pasar batubara global diperkirakan belum akan pulih sepenuhnya seperti di tahun 2018-2019," ucapnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data Kepabeanan China, total ekspor Indonesia ke Tiongkok untuk produk batubara, khususnya HS 2702, HS 2701 dan HS 2704, untuk periode Januari - September 2020 mencapai US$ 4,9 miliar. Angka ini menurun dibandingkan dengan total ekspor tahun 2019 dalam periode yang sama, sebesar US$ 5,8 miliar.
- Baca Juga: Jokowi Dorong Pacu Hilirisasi Industri Batu Bara
- Penjualan Batu Bara di PT MIFA di Aceh Barat Turun 60 Persen