China Gunakan Pendekatan Halus Kepada Australia

Beijing dan Canberra kini mengupayakan hidup berdampingan di "samudera yang damai."
Pertemuan antara Menlu China, Wang Yi (kanan), bersama Menlu Australia, Penny Wong (kiri) (Foto: dw.com/id - David Gray/AFP/Getty Images)

TAGAR.id - Vonis mati terhadap seorang warga Australia dan amandemen UU Dasar Hong Kong membayangi kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) China, Wang Yi, ke Canberra, Autralia, pekan lalu. Tapi, Beijing bersikeras menemukan kesamaan dengan sekutu AS tersebut. Yuan Dang melaporkannya untuk DW.

Abad ke-21 akan menjadi abad Pasifik. Sebab itu pula, Beijing dan Canberra kini mengupayakan hidup berdampingan di "samudera yang damai."

Hubungan bilateral kedua negara sudah merenggang sejak sebelum Perdana Menteri (PM) Australia, Anthony Albanese, terpilih pada tahun 2022 silam.

Lebih dari setahun setelah menjabat, di awal musim gugur 2023, PM Albanese melawat ke China bersama Menlu Penny Wong untuk meredakan ketegangan. Untuk alasan yang sama terakhir kali Wang Yi berkunjung ke Australia adalah pada tahun 2017.

Tujuh tahun kemudian, Menlu Wang Yi kembali mendarat di Canberra, dalam misi mempersiapkan kunjungan PM China, Li Qiang, tahun ini. Namun, sulit bagi kedua pihak mengenyampingkan ragam perselisihan.

Terlebih, akhir Februari lalu seorang penulis Australia berdarah China dipidana hukuman mati akibat spionase. Meski kini ditangguhkan, vonis terhadap Yang Hengjun ditengarai beraroma politik, karena sikapnya yang acap kritis terhadap Partai Komunis di Beijing.

"Australia sangat terkejut mendengar pengumuman vonis mati di China," kata Menlu Penny Wong setelah bertemu dengan Wang Yi, pekan lalu. "Pemerintah Australia akan terus berusaha membebaskan Yang."

Kritik juga dilayangkan terhadap amandemen Hukum Dasar Hong Kong untuk memberangus kritik dan oposisi terhadap China. Menurut Wong, legislasi itu akan "semakin meredupkan hak sipil dan kebebasan," warga. Langkah itu melanggar komitmen internasional China dan akan "menciptakan dampak yang luas."

Perdagangan sebagai umpan

Sebagaimana Selandia Baru, yang menjadi stasiun pertama lawatan Melu Wang Yi pekan lalu, Australia pun adalah anggota aliansi intelijen "Lima Mata," bersama Amerika Serikat, Inggris dan Kanada. Kelima negara disatukan oleh kekhawatiran serupa terhadap kebangkitan China. Tapi terlepas dari perseteruan geopolitik, China dan semua rivalnya di Pasifik dihubungkan oleh kepentingan ekonomi.

"Yu Zhong Guo mi qie guan xi fu he ao da li ya guo jia li yi," kata Anthony Albanese kepada perwakilan bisnis China dalam bahasa Mandarin, 2018 silam. Saat itu dia berkunjung sebagai wakil Partai Buruh, ALP. Kalimat yang diucapkan Albanese berarti, "perbaikan hubungan dengan China sudah menjadi kepentingan nasional Australia."

Menlu China Wang Yi kini menggunakan kepentingan ekonomi untuk melunakkan sikap Australia kepada Beijing. Sebelum lawatannya, Wang mengumumkan China akan mencabut hambatan dagang terakhir berupa pajak minuman anggur Australia.

Tarif tersebut dipatok setinggi 220 persen pada Maret 2021 oleh Beijing sebagai hukuman atas manuver Canberra menuntut penyelidikan internasional terhadap asal usul Covid-19 di Wuhan, China.

Saat ini, Australia mencatatkan 80 persen surplus perdagangan dengan berbisnis di China. "Kami sangat bangga atas lobster dan daging sapi kami," kata Wong. "Akan juga menguntungkan bagi konsumen di China jika produk-produk ini bisa diimpor ke pasar dalam negeri tanpa hambatan," ujar politisi berdarah Tionghoa-Malaysia tersebut.

Tuntutan menjaga jarak dengan AS

Beijing dituduh ingin memperluas kekuasaanya dengan taktik "adu domba" antara Australia dan AS. Dalam pertemuan dengan Wong di Canberra, Menlu Wang Yi mengimbau tuan rumah menjalankan "kebijakan luar negeri independen."

"Australia seyogyanya berpegang kepada prinsip kemerdekaan. Hubungan antara China dan Australia tidak ditujukan untuk merugikan pihak ketiga. Maka relasi ini tidak pula sebaiknya dipengaruhi atau bahkan diusik oleh pihak ketiga," kata dia tanpa menyebut Amerika.

"Hal yang paling penting dari pertemuan ini adalah stabilisasi hubungan diplomasi,” kata David Speers, jurnalis dari lembaga penyiaran publik Australia, ABC. "Saya pikir Beijing sudah mempunyai banyak manfaat, seperti mencabut pembatasan perdagangan."

Sepuluh tahun yang lalu, Australia dan China memutuskan "kemitraan strategis komprehensif”. Wang kini ingin mengisi kemitraan ini dengan konten baru. "China dan Australia berhasil mencairkan suasana melalui upaya bersama. Kita sekarang harus bekerja sama untuk menjadikan kemitraan ini lebih matang, stabil, dan bermanfaat.”

Namun optimisme Wang Yi bertepuk sebelah tangan."China tetaplah China, Australia tetaplah Australia," timpal Menlu Australia Wong, yang mengulangi pernyataan tersebut sebanyak dua kali pada jumpa pers di Canberra. (rzn/hp)/dw.com/id. []

Berita terkait
Menlu China Wang Yi Kunjungi Australia di Tengah Upaya Stabilkan Hubungan Perdagangan
Agenda utama pertemuan mereka adalah pembicaraan mengenai penghapusan tarif terhadap minuman anggur Australia