Cerita Udin dan Wulan Masuk Perguruan Tinggi

Penting dipertimbangkan sejauh mana anak berpeluang diterima di suatu jurusan favorit. Hal ini punya kaitan dengan kemampuan akademis anak.
Ilustrasi

Mas Ardiyanto masih bingung menentukan pilihan bagi putranya yang akan masuk perguruan tinggi apakah mengarahkan anaknya masuk perguruan tinggi swasta, negeri, atau memilih masuk perguruan tinggi negeri agama Islam.

Sang anak hingga kini baru menentukan pilihan pada jurusan sains.

Wulan, putri pedagang nasi warung tegal atau warteg di bilangan Warung Buncit itu punya niat kuat untuk mengambil jurusan kedokteran. Namun, sampai saat ini masih bingung apakah bisa masuk perguruan tinggi gratis tanpa harus membebani orang tuanya.

Sementara itu, Udin--pelajar yang baru lulus dari SMA di wilayah pinggiran Jakarta--bersikeras tidak mau masuk perguruan tinggi. Meski orang tuanya memaksa masuk fakultas teknik, tetapi Udin memilih program D-3 atau politeknik lantaran dia menilai mudah mendapatkan kerja.

"Banyak sarjana nganggur. Kalo babe maksa, babe aje yang kuliah," kata Udin, warga Jakarta yang masih tetap medok dengan lokat Betawi.

Udin, yang punya nama lengkap Saefuddin ini menolak kuliah sekalipun itu di universitas beken karena melihat banyak sudaranya menganggur seusai dengan kuliah.

Udin sadar orang tuanya yang menjadi juragan beras di Pasar Cipinang masih mampu membiayai dirinya kuliah. Akan tetapi, dia menilai kuliah dengan jurusan yang tidak laku di pasar kerja lebih baik tidak dilakoninya. Tamatan dari fakultas teknik memang masih "punya pasar", tetapi untuk jurusan apa dulu.

Lebih elok, pikir Udin, ambil jurusan yang laku di pasar kerja. Tidak seperti saudaranya, yang pada awal memilih jurusan kelihatannya mentereng, tetapi tidak dapat terserap di pasar kerja.

"Zaman sekarang adalah kerja, kerja, dan kerja. Bukan nganggur ... nganggur. Di mana-mana dijumpai pengangguran. Pilih jurusan yang bisa kerja cepet, be?" kata Udin memberi alasan kepada orang tuanya.

PT Prioritas Ardiyanto berkeinginan kuat agar anaknya masuk perguruan tinggi negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN). Perguruan tinggi swasta menjadi pilihan kedua, bukan prioritas.

Pertimbangannya, putranya memiliki kemampuan lumayan: otak encer, cerdas, dan kemampuan ilmu pasti dan bahasa Inggris menggembirakan.

Anaknya memiliki latar belakang pernah belajar di Pondok Pesantren dan Kampung Inggris, Kediri, Jatim. Dari sisi kemandirian, dapatlah diandalkan. Namun, yang jadi persoalan adalah dari sisi keuangan mengingat masuk PTN harus melalui seleksi ketat. Jika tidak lulus, tentu pilihan jatuh pada perguruan tinggi swasta. Hal ini sangat dikhawatirkan karena yang harus diurus tidak satu anak saja, juga adik-adiknya dalam 2 atau 3 tahun berikutnya akan kuliah.

Hal serupa juga dialami orang tua Wulan yang punya hanya satu pilihan jurusan, yaitu kedokteran. Wulan tidak mau kuliah jika bukan fakultas kedokteran meski sadar bahwa kemampuan keuangan orang tuanya jauh panggang dari api. Mustahil seorang pedagang di warteg dapat membiayai kuliah anaknya di fakultas kedokteran yang membutuhkan duit gede.

Wulan hanya bisa menangis ketika mendengar anjuran untuk membatalkan niatnya itu. Orang tuanya pun terlihat seperti sudah tak berdaya karena tak cukup uang. Betahun-tahun menabung, untuk menghidupi diri sendiri bersama istrinya sehari-hari pun lintang- pukang.

Pilih Jurusan 

Memilih jurusan kuliah sebenarnya bukan pekerjaan sepele. Banyak faktor yang harus diperhitungkan dan dipikirkan masak-masak. Memilih jurusan kuliah secara tergesa-gesa tanpa memperhitungkan segala aspek akan berakibat fatal.

Terlambat menyadari kesalahan dalam pemilihan jurusan berpotensi anak mengambil jalan mundur dari kuliahnya. Singkatnya, bisa 'drop out'. Oleh karena itu, pemilihan jurusan bagi anak penting dengan pendampingan sehingga pilihan menjadi tepat.

Bagi orang tua, penting mengarahkan anak memilih jurusan sesuai dengan minat, bakat, dan cita-citanya. Jika anak tak memiliki bakat sebagai sastrawan, hendaknya sedini mingkin dapat dijauhkan.

Mengembangkan kemampuan atau potensi yang diminati pada suatu jurusan studi akan membawa pengaruh besar pada proses kuliah. Anak akan mendapatkan rasa nyaman dalam menuntut ilmu.

Oleh karena itu, jauh sebelumnya--orang tua bersama anak lebih bagus lagi--dapat mencari informasi selengkap mungkin tentang program studi yang dikehendaki sebagai bahan pertimbangan saat memilih jurusan.

Bagi golongan menengah ke bawah, lokasi dan biaya merupakan masalah yang sangat diperhitungkan. Berbeda dengan orang yang tergolong ekonomi mapan, memilih jurusan apa pun dan tempat kuliah di mana pun mungkin tidak menjadi masalah.

Apabila dana yang tersedia terbatas, pilihlah lokasi kuliah yang dekat dengan tempat tinggal. Boleh pula lokasi luar kota asal saja punya tingkat biaya hidup rendah. Pilih tempat kuliah/perguruan tinggi yang biaya pendidikannya murah.

Jika orang tua kreatif, anak dapat diarahkan untuk mencari tambahan untuk biaya kuliah. Misalnya, mencari beasiswa, mengajukan keringanan, melakukan pekerjaan paruh waktu. Bisa juga mencari pekerjaan lain yang bisa mendatangkan "income" tetapi tidak mengganggu proses perkuliahan.

Jangan jadikan keterbatasan dana sebagai penghambat masa depan. Kata orang bijak, bila ikhlas berusaha, pasti ada jalan.

Carilah informasi daya tampung suatu jurusan di PTN/PTS yang diinginkan. Misalnya, PT yang punya kuota terbatas dengan kualifikasi bagus akan diperebutkan banyak siswa. Jangan membebani diri anak dengan target muluk-muluk untuk berkuliah di PT tertentu dengan jurusan tertentu yang favorit. Orang tua dan anak akan merasa terbebani. Buatlah banyak pilihan tempat kuliah beserta jurusannya.

Penting dipertimbangkan sejauh mana anak berpeluang diterima di suatu jurusan favorit. Hal ini punya kaitan dengan kemampuan akademis anak. Untuk meningkatkan kemampuan ini, anak dapat sejak dini belajar soal-soal seleksi, mengikuti try out, ikut bimbingan belajar, mengambil les privat.

Hendaknya orang tua bisa memprediksi ke depan setelah anaknya lulus nanti. Apakah jurusan yang diambil dapat mengantarkannya mendapatkan pekerjaan dan karir yang baik? Patut diingat, rekrutmen sebuah perusahaan swasta atau pun institusi pemerintah dalam mencari tenaga kerja tidak melulu memperhatikan latar belakang pendidikan saja, tetapi juga pengalaman.

Akan tetapi, jika memiliki kompetensi, keberanian, dan kemampuan yang baik daripada kebanyakan orang, yakinlah anak layak bersaing dan memperoleh pekerjaan yang tepat.

Oleh karena itu, saat kuliah nanti anak bukan hanya harus menguasai kemampuan akademis semata, melainkan juga mengembangkan "skill" terkait dan musti membuka mata lebar-lebar untuk mengembangkan wacana profesi.

Diputuskan Bersama Kini, Mas Ardiyanto tidak lagi dibuat pusing setelah melakukan "road show" ke beberapa universitas di Ibu Kota. Pilihan tidak ditentukan atas kemauan orang tua semata, tetapi diputuskan secara bersama antara minat anak dan dirinya.

Dengan cara itu, setidaknya potensi anak mengundurkan diri selama proses perkuliahan dapat diminimalkan. Kasus "drop out" atau keluar kuliah sebelum waktunya pernah dialami oleh keponakan Mas Ardianto lantaran hanya disebabkan persoalan sepele. Sang keponakan ingin masuk jurusan teknik industri, tetapi ayahnya memaksa mengambil jurusan ekonomi.

Masih kuat dalam ingatan Mas Ardiyanto. Sepuluh tahun silam sebutan konglomerat tengah naik daun di media massa. Ada di antara beberapa orang tuanya terobsesi agar anaknya jadi pengusaha. Salah satunya adalah Mas Ardianto sendiri. Anaknya dipaksa mengambil fakultas ekonomi. Nyatanya, hasilnya jeblok. Anak tidak mau kuliah dan pindah. Untung anaknya bisa menyelesaikan kuliahnya.

"Akan tetapi, dari sisi waktu dan biaya tentu terasa menyakitkan," cerita Mas Ardiyanto.

Sementara itu, Wulan--putri pedagang nasi warteg--yang bertahan pada pendiriannya masuk Fakultas Kedokteran nyaris membuat orang tuanya putus asa. Siang-malam sang ibu dan bapak asal Pekalongan itu hanya bisa memanjatkan doa agar persoalan putri semata wayangnya dapat menemui jalan keluar.

Setelah bermusyawarah dengan anggota keluarga di kampung, Wulan mendapat dukungan keuangan. Itu pun berupa pinjaman untuk uang pendaftaran. Jika nanti tes masuknya lulus, kedua orang tua Wulan masih harus mencari dana pinjaman lagi.

"Ya, bingung. Bingung lagi," ungkap orang tua Wulan yang tak mau disebut jati dirinya ketika dijumpai.

Namun, belakangan ini kedua orang tua itu sedikit gembira. Pasalnya, salah seorang pengusaha di kampungnya menjanjikan memberikan dukungan dana jika Wulan lulus tes masuk fakultas kedokteran. Orang tua ini berharap agar hal itu dapat direalisasikan tanpa disertai maksud tertentu.

Tentang animo Udin, orang tuanya menyerahkan pilihan kuliah sesuai dengan keinginannya. Udin lebih tertarik pada politeknik pertanian karena lapangan kerjanya lebih luas. Udin merasa yakin dengan pilihannya itu.

"Gue nggak mau nganggur," katanya sambil keloyor keluar rumah setelah adu argumentasi dengan orang tuanya tentang pilihan kuliahnya. (Fet/Ant/Edy Supriatna Sjafei)

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.