Cerita Jakarta: Dr Soemarno Sosroatmodjo, Penggagas Rumah Rakyat di Jakarta

Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum dan diperuntukkan buat warga Jakarta saat itu.
Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter2 dengan tanah 100 meter2, dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja dan diperuntukkan buat warga Jakarta saat itu. (Wikipedia)

Jakarta, (Tagar 24/7/2018) – Usai Wali Kota Sudiro memimpin Jakarta, seorang pensiunan tentara bintang satu kembali memimpin Jakarta. Dialah Dr Soemarno Sosroatmodjo, yang lahir di Rambipuji, Jember, Jawa Timur, 24 April 1911 dan wafat di Jakarta, 9 Januari 1991, di usia 79 tahun.

Selain tentara, Soemarno juga berprofesi sebagai dokter dan politisi berkebangsaan Indonesia. Dia adalah salah satu mantan Gubernur DKI Jakarta yang pernah menjabat dalam dua periode yaitu periode 1960–1964 dan periode 1965–1966. Pada masa kepemimpinannya beberapa masalah menghadang, terutama berkaitan dengan isu Papua Barat dan demonstrasi Ganyang Malaysia.

Bangun Land Mark Jakarta
Pada masa kepemimpinannya, selain dibangun Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pahlawan di Menteng, juga dibangun rumah minimum. Konsep rumah minimum ini adalah rumah dengan luas 90 meter persegi, dibangun di atas tanah 100 meter persegi, terdiri atas dua lantai, lokasinya dekat dengan tempat kerja dan diperuntukkan buat warga Jakarta saat itu.

Proyek pertama rumah minimum dibangun di Jalan Raden Saleh, Karang Anyar, Tanjung Priok, dan Bandengan Selatan.

Setelah selesai masa baktinya, Soemarno menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan jabatan Gubernur Jakarta dilanjutkan oleh Henk Ngantung atas perintah Presiden Soekarno. Namun, karena kesehatan Henk Ngantung yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan jabatannya, Sumarno ditugaskan kembali sebagai Gubernur merangkap sebagai Mendagri pada 15 Juli 1965 hingga 23 Maret 1966.

Dr Soemarno Sosroatmodjo adalah Gubernur DKI Jakarta keenam. Ia dilantik oleh Presiden Soekarno pada 4 Februari 1960, menggantikan Sudiro pendahulunya. Ia salah satu Gubernur yang menjabat dua kali dalam waktu yang berbeda, seperti halnya Wali Kota pertama Jakarta, Suwiryo yang kembali menjabat setelah digantikan Gubernur Militer, Daan Jahja.

Diuji Banjir dan Unjuk Rasa
Di masa pertama sebagai Gubernur, lima hari usai dilantik atau pada 9 Februari 1960, Jakarta dilanda banjir parah akibat hujan sangat lebat yang turun mengguyur selama 12 jam. Kawasan Grogol, Jakarta Barat, yang baru dibangun sebagai kota satelit, dilanda banjir besar. Termasuk yang dilanda banjir adalah kompleks DPR-RI. Jakarta bagaikan kota di atas air, hampir semua wilayah terbenam dan ada pula yang tenggelam.

Saat itu, Jakarta pun tengah digoyang oleh serangkaian demonstrasi pembebasan Irian Barat dan unjuk rasa Ganyang Malaysia. Namun, latar belakangnya sebagai tentara mampu mengatasi segala bentuk unjuk rasa saat itu.

Sebelum zaman Kemerdekaan, ia pernah menjadi direktur Rumah Sakit Hanggulan Sinta yang berlokasi di kampung Barimba, kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada tahun 1939. Rumah Sakit tersebut pernah pindah ke Jl Kapten Pierre Tendean, sebelum akhirnya pindah ke Jl Tambun Bungai No 16 dengan nama RSUD dr H Soemarno Sosroatmodjo.

Seperti dikutip dari Wikipedia, Soemarno tutup usia di kediamannya, Jalan Pasir Putih IV/5, Ancol, Jakarta Utara pada tanggal 9 Januari 1991 pada usia 79 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri, tujuh anak, 22 cucu, dan 3 cicit. Dia dimakamkan di TPU Karet, Jakarta Pusat. Namanya kemudian diabadikan menjadi nama Rumah Sakit di kawasan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Hal ini karena Soemarno sempat memimpin rumah tersebut pada era prakemerdekaan.

Berita terkait
0
Dua Alasan Megawati Belum Umumkan Nama Capres
Sampai Rakernas PDIP berakhir, Megawati Soekarnoputri belum mengumumkan siapa capresnya di Pilpres 2024. Megawati sampaikan dua alasan.