Cerita Jakarta: Daan Jahja, Militer Pertama Penguasa Ibu Kota

Daan Jahja adalah Gubernur (Militer) Jakarta dan Panglima Divisi Siliwangi. Ia memainkan peranan penting dalam menumpas aksi Kapten Westerling yang mau merebut kekuasaan negara.
Letnan Kolonel H Daan Jahja wafat pada tanggal 20 Juni 1985 tepat pada saat Idul Fitri 1405. Ia wafat sepulang dari masjid Sunda Kelapa, Jakarta setelah melaksanakan salat Ied.(Foto: sejarahkita)

Jakarta, (Tagar 23/7/2018) – Usai masa Wali Kota Suwiryo memimpin Ibu Kota Jakarta, pemerintahan Ibu Kota dipercayakan kepada Letnan Kolonel H Daan Jahja (lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Januari 1925 – meninggal di Jakarta, 20 Juni 1985 pada umur 60 tahun). Daan Jahja adalah Gubernur (Militer) Jakarta dan Panglima Divisi Siliwangi.

Ia memainkan peranan penting dalam menumpas aksi Kapten Westerling yang mau merebut kekuasaan negara karena tidak menerima penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949.

Daan Jahja lahir dari pasangan Jahja Datoek Kajo dan Sjahrizan Jahja, asal Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat. Ayahnya merupakan anggota Volksraad yang cukup vokal, dan orang yang pertama kali berpidato menggunakan bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad. Daan merupakan anak sulung dari sembilan bersaudara.

Letkol Daan JahjaLetkol Daan Jahja. Usai menjabat Gubernur Militer Belanda pada 1950, Daan Jahja diangkat sebagai Sekretaris Gabungan Kepala Staf Angkatan Perang RI. Ia juga sempat menjadi atase militer Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kairo, Mesir. (sejarahkita)Pengikut Sutan Sjahrir
Daan Jahja aktif terlibat pada masa-masa revolusi Indonesia. Dia bergabung dengan kelompok Prapatan 10, satu dari dua kelompok pemuda yang paling menonjol pada masa kemerdekaan Indonesia. Menurut Wikipedia, kelompok Prapatan 10 yang bermarkas di Jalan Prapatan 10, Jakarta merupakan pengikut Sutan Sjahrir. Sedangkan kelompok lainnya, yakni Menteng 31 menjadi pengikut Tan Malaka.

Daan Jahja menjadi pemimpin dalam kelompok Parapatan 10. Pada peristiwa Rengasdengklok, Daan dan kelompok Prapatan 10 bertugas untuk membawa Mohammad Hatta ke Rengasdengklok. Sedangkan kelompok Menteng 31 pimpinan Chaerul Saleh membawa Soekarno. Kedua kelompok ini menuntut agar Soekarno-Hatta cepat-cepat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Ia juga terlibat aktif pada saat rapat raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta. Pada masa Agresi Militer Belanda II, ia ditempatkan di wilayah Sumatera. Sebagai perwira militer, naluri kemiliterannya membaca situasi politik saat itu yang akhirnya mengusulkan kepada menteri pertahanan Mohammad Hatta, agar pemerintah menyiapkan pangkalan cadangan di tempat yang lebih luas yang memungkinkan pemerintah bergerak lebih leluasa untuk perang gerilya.

Tempat yang disarankannya adalah Bukittinggi, Sumatera Barat, mengingat ruang gerak di pulau Jawa yang semakin sempit. Saat menjabat gubernur Jakarta, Daan Jahja berhasil menyelesaikan masalah administratif pemerintahan Jakarta yang sebelumnya diatur oleh Belanda.

Daan Jahja pensiun dari militer pada 1966. Ia segera terjun ke politik menjadi anggota DPR periode 1967-9169. Dua tahun menggeluti politik akhirnya ia mundur saat Orde Lama dikalahkan oleh Soeharto yang menguasai parlemen dengan Orde Barunya.

Letnan Kolonel H Daan Jahja wafat pada tanggal 20 Juni 1985 tepat pada saat Idul Fitri 1405. Ia wafat sepulang dari masjid Sunda Kelapa, Jakarta setelah melaksanakan salat Ied.

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.