Catatan Akhir Tahun, Peredaran Pil PCC Masih Mengancam

Catatan akhir tahun, peredaran pil PCC masih mengancam. "Kami menduga masih banyak pengedar yang berkeliaran di Kota Kendari," kata Satria Adi Permana.
SOSIALISASI BAHAYA OBAT PCC: Warga Solo Bambang Saptono melakukan aksi teatrikal memusnahkan sejumlah obat legal untuk menggambarkan Pil PCC menggunakan palu saat sosialisasi di Solo, Jawa Tengah, Selasa (5/12). Dalam aksinya, Bambang Saptono mengapresiasi kerja BNN dan polisi yang menggrebek pabrik produksi obat terlarang PPC di Solo serta menuntut para pelaku dijatuhi hukuman berat. (Foto: Ant/Maulana Surya).

Kendari, (Tagar 29/12/2017) – Sebagian besar korban anak usia sekolah, mulai pelajar sekolah dasar, SMP dan SMA, disusul ibu rumah tangga dan pegawai. Para korban megalami gejala kelainan, seperti orang tidak waras, mengamuk, berontak, ngomong tidak karuan setelah mengonsumsi obat yang mengandung zat berbahaya, sehingga sebagian harus diikat.

Menjelang pergantian tahun dari 2017 ke 2018, jarang terdengar ditemukannya korban atau pemakai atau pengedar pil PCC di Sulawesi Tenggara.

Meskipun tidak terdengar ada korban atau pengedar bukan berarti pil PCC tersebut sudah tidak ada lagi setelah penggrebekan dua pabrik pil PCC di kota Semarang dan Solo oleh Polda Jawa Tengah, beberapa waktu yang lalu.

Bahaya peredaran dan pemakaian pil PCC tetap ada sehingga perlu kewaspadaan semua pihak, baik itu aparat kepolisian, Badan Narkotika Nasional (BNN), institusi yang berwenang, bahkan termasuk masyarakat sendiri.

Pada medio September 2017, Kota Kendari yang menjadi Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara sempat dihebohkan dengan jatuhnya puluhan orang yang menjadi korban pemakaian pil PCC tersebut, bahkan ada tiga orang yang dikabarkan meninggal dunia akibat mengonsumsi pil tersebut.

Pada Selasa (12/9) siang, korban yang tercatat hanya 30 orang tetapi malam harinya bertambah dengan cepat menjadi 50 orang hingga akhirnya mencapai 68 orang.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kendari Murniati menyebutkan korban penyalahgunaan obat dalam satu hari bertambah menjadi 50 orang.

"Kemarin pagi dalam pendataan kami hanya sekitar 30 orang, malam ini sudah berambah menjadi 50 orang," kata Murniati, Kamis (14/9).

Ia bersama unsur terkait terus melakukan pendataan di beberapa rumah sakit ketika ada pasien yang masuk dengan gejala kelainan yang sama.

"Para korban ini megalami gejala kelainan, seperti orang tidak waras, mengamuk, berontak, ngomong tidak karuan setelah mengonsumsi obat yang mengandung zat berbahaya tersebut, sehingga sebagian harus diikat," ujarnya.

Menurut Murniati, pengakuan beberapa korban yang sudah ditangani dan dikembalikan ke rumahnya bahwa mereka mendapatkan obat itu dari oknum yang mereka tidak kenal.

"Obat itu ada yang dalam bentuk cair dan juga dalam bentuk tablet. Yang cair dicampur ke dalam minuman, sampai saat ini kami belum bisa pastikan jenis obat apa yang dikonsumsi para korban," jelasnya.

Ia mengatakan, sebagian besar dari korban tersebut adalah anak usia sekolah atau remaja mulai pelajar sekolah dasar, SMP dan SMA, kemudian ibu rumah tangga dan pegawai.

"Bahkan satu orang korban yang masih kelas VI SD meninggal karena mengonsumsi jenis obat tersebut, setelah sebelumnya mendapat perawatan di rumah sakit," ungkapnya.

Murniati menganggap kondisi tersebut adalah kejadian luar biasa karena hanya dua hari maka ada 50 korban pengaruh obat terlarang dengan gejala yang sama dan berasal dari beberapa titik di Kota Kendari.

Dosis Berbeda

Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Sulawesi Tenggara Bagus Hari Cahyono mengatakan, obat PCC (paracetamol, caffeine, dan carisoprodol) yang dikonsumsi puluhan warga Kendari sehingga mereka dilarikan di UGD dosisnya berbeda dari yang umumnya.

"Ini kemasannya saja yang PCC, tapi obatnya bukan, sehingga efeknya seperti yang terjadi pada puluhan warga yang dilarikan ke rumah sakit tersebut," kata Bagus Hari.

Dikatakan, pihaknya bersama kepolisian sudah menduga obat Tramadol dan Somadril menjadi penyebab beberapa warga yang dilarikan ke UGD selama dua hari ini.

"Hanya saja efek yang ditimbulkan itu masih menjadi pertanyaan, mengonsumsi tiga sampai lima butir obat ini efeknya korban kehilangan kesadaran hingga berhari-hari," kata dia.

Tetapi, kata dia, yang terjadi pada korban yang sedang ditangani saat ini berbeda, bahkan ada yang menceburkan diri ke laut hingga meninggal. Obat Somadril dan Tramadol masuk dalam daftar G, yang artinya obat itu masuk dalam kategori obat keras yang penggunaannya harus menggunakan resep dokter.

"Bila obat ini dikonsumsi dengan dosis tinggi atau dosis yang tidak sesuai anjuran dokter maka bisa berakibat fatal bagi penggunanya sehingga harus diawasi peredarannya," paparnya.

Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (BPOM) Hendri Siswadi mengatakan, kasus penyalahgunaan obat di Kendari diduga terorganisir karena sudah menjadikan anak-anak sebagai target.

"Kejadian ini kemungkinan sudah terencana dan teroganisir oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga ada unsur kesengajaan," kata Hendi saat itu.

Dijelaskan, kedatangan atau kunjungan ke Kendari, salah satu tujuannya adalah untuk melihat kondisi riil di lapangan guna mencari kesimpulan untuk meluruskan dan menyamakan persepsi semua pihak terkait kasus penyalahgunaan obat oleh sejumlah warga kota itu.

"Ini sudah fenomena yang luar biasa karena kejadian menimpa korban bersamaan. Untuk itu, kehadiran kami guna meluruskan apa sebenarnya yang mereka konsumsi," ujarnya.

[caption id="attachment_37385" align="aligncenter" width="712"] PENYITAAN RIBUAN PIL PCC: Kepala BNN (Badan Narkotika Nasional) Banten Brigjen Pol Nurohman (tengah) didampingi Kabid Pemberantasan Narkoba AKBP Abdul Majid (kanan) dibantu staf memperlihatkan ribuan butir pil PCC (paracetamol caffeine carisoprodol) yang disita dari sebuah mobil boks di Kantor BNN Banten, di Serang, Jumat (15/12). Setelah mendapat informasi dari warga, aparat BNN Banten mengamankan sebuah mobil boks bernomor polisi B 1286 GVI di Rangkasbitung dan menyita 240 ribu butir pil PCC seharga Rp 600 juta namun pemilik mobil masih dalam pengejaran petugas. (Foto: Ant/Asep Fathulrahman)[/caption]

Tersangka

Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara mengamankan 52 tersangka dari 37 kasus pil atau tablet PCC sepanjang 2017. Direktur Reserse Narkoba Polda Sultra, Kombes Pol Satria Adi Permana mengatakan, pengungkapan 37 kasus pil PCC itu dilakukan sejak Januari hingga Desember 2017.

"Sebanyak 50 berkas tersangka yang diamankan saat ini telah dilimpahkan ke kejaksaan. Yang terbanyak saat kejadian serentak massal di Kendari pada September," kata Satria.

Disebutkan, barang bukti obat terlarang yang telah disita polisi di wilayah Sultra yakni pil PCC 20.814 butir, 20.209 butir tramadol, dan 3.320 butir obat daftar G atau obat yang dianjurkan dikonsumsi seizin dokter.

Menurut dia, meskipun sudah banyak kasus yang diungkap dan menetapkan puluhan tersangka bukan berarti kasus atau ancaman itu sudah hilang di wilayah Sultra.

"Kami menduga masih banyak pengedar yang berkeliaran di Sultra, terutama yang berkeliaran di Kota Kendari," terangnya.

Ia meminta semua pihak tetap waspada bersinergi dan berkomitmen bersama memerangi peredaran pil PCC yang merusak generasi bangsa. (Hernawan Wahyudono/ant/yps)

Berita terkait
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)