Jakarta - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada saat ini, menciptakan sebuah transformasi dalam bidang bisnis perdagangan. Transaksi penjualan yang dulunya dilakukan secara konvensional kian bergeser ke arah digital.
Walaupun bisnis konvensional tidak bisa dihapus secara drastis namun belanja online menjadi alternatif bagi konsumen yang tidak ingin repot untuk mendatangi tempat perbelanjaan.
Melihat peluang tersebut banyak pedagang mulai membuka lapak secara online. Berdasarkan data survei BPS, menyatakan bahwa 65,14 persen pedagang menjalankan bisnis onlinenya melalui media sosial, seperti Facebook, Instagram, twitter, dan sebagainya.
Sekitar 25,72 persen yang memiliki akun penjualan di marketplace digital dan 4,96 persen yang memiliki website sendiri.
Kemajuan Transformasi bisnis digital semakin dinikmati oleh masyarakat, efisiensi dalam melakukan transaksi menjadi alasan utama masyarakat memilih belanja online. Namun kemajuan ini tampaknya menjadi lahan baru bagi segelintir orang untuk meraup keuntungan melalui tindakan penipuan.
Kasus penipuan online semakin marak terjadi dengan berbagai ide yang kreatif digunakan untuk mengelabui korbannya. Dengan memanfaatkan media sosial, seperti Instagram, Facebook dan lainnya, para penipu meyakinkan korban dengan menampilkan gambar, video, serta testimoni yang menarik.
Selain itu modus yang dilakukan tidak jarang dengan memberikan diskon atau menjual barang dengan harga yang murah, sehingga membuat korban masuk kedalam tipu muslihat.
Data Direktorat Tindak Pidana Siber ( Dittipidsiber) Bareskrim Polri mencatat 3.429 kasus tindak pidana siber ( 2019) yang terdiri dari kasus penipuan dan penyebaran konten provokatif.
Maraknya tindakan penipuan online di Indonesia menjadi sebuah ancaman nyata bagi masyarakat. Belanja online seperti pisau bermata dua, bisa bermanfaat bagi masyarakat namun bisa menjadi sumber musibah juga.
Untuk menghindari tindakan penipuan berbasis online, ada beberapa pendapat dari para ahli yang bisa masyarakat terapkan dalam menggunakan media online.
1. Analisis dan evaluasi
Menganalisis pesan dalam berbagai bentuk dengan mengidentifikasi penulis/ si pembuat konten dari berbagai sudut pandang, serta turut mengevaluasi kualitas dan kredibilitas konten
2. Terapkan penilaian etis
Buat pilihan yang bertanggung jawab, akses informasi dengan mencari dari berbagai sumber, serta cobalah memahami informasi dan ide yang disampaikan.
3. Jejaring sosial
Melalui jejaring sosial, masyarakat dapat menggunakan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dalam berkomunikasi. Masyarakat juga harus mampu memilih media sosial yang dirasa sesuai dengan kebutuhan serta digunakan dengan bijaksana.
4. Transliterasi
Transliterasi diartikan sebagai kemampuan memanfaatkan segala platform yang berbeda, khususnya untuk membuat konten, mengumpulkan, membagikan, hingga mengkomunikasikan melalui berbagai media sosial, group diskusi, smartphone, dan berbagai layanan online yang tersedia.[]
(Agung Bukit)
Baca Juga:
- Korban Penipuan Lelang Mobil Dishub Kabupaten Bogor Lapor Polisi
- Jadi Korban Trading, Maru Nazara: di Balik Ini Ada Penipuan
- 4 Tips Agar Tak Terjerumus Penipuan Robot Trading
- Korban Penipuan Binary Option Bersatu Lapor ke Bareskrim Polri Hari Ini