Jakarta, (Tagar 7/2/2019) - Dukungan tokoh ulama kepada Presiden Joko Widodo tidak hanya berasal dari Nahdatul Ulama (NU). Jokowi juga terpantau didukung dan dekat dengan beberapa ulama di luar latar belakang NU.
Misalnya mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif. Buya Syafii pernah memuji kinerja Jokowi pada Kamis 29 Maret 2018.
Tokoh Muhammadiyah itu menilai, dalam hal pembangunan infrastruktur, Jokowi telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding para pendahulunya.
Tidak hanya itu, pendiri Maarif Institute sekaligus mantan Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) itu juga menyanjung Jokowi sebagai presiden yang punya nyali.
"Infrastruktur yang paling pokok. Jokowi juga punya nyali untuk berbeda pendapat dengan orang yang mencalonkannya," ujar Syafii di Wisma Antara, Jakarta, pada 29 Maret 2018.
Sebaliknya, Jokowi juga tercatat pernah memuji Buya Syafii Maarif yang dinilainya masih enerjik di usianya yang telah mencapai 83 tahun.
Menurut Jokowi, Buya Syafii tidak kenal lelah dan sering memberinya masukan. Jika ada saran atau kritik, maka Syafii biasa langsung datang ke istana atau menelepon untuk memberitahunya.
"Itulah yang sering interaksi saya dengan Buya Syafii Maarif. Karena semangatnya saya pikir buya ini sudah 83 tahun tapi kayak milenial," kata Jokowi saat menerima Peserta Kongres Indonesia Millenial Movement di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin, 12 November 2018.
Dukungan kepada Jokowi kian terlihat saat akhir tahun 2018 lalu, Buya Syafii memberikan pembelaan kepada capres nomor urut satu (01) itu yang selama ini diterpa isu jauh dari umat Islam.
"Bapak Presiden insinyur Joko Widodo, mungkin presiden pertama di Indonesia yang pernah berkunjung ke kampus ini (Madrasah Mu'allimin)," ujar Buya Syafii dalam sambutan acara resepsi milad Satu Abad Mu'allimin Mu'allimat di Kompleks Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis 6 Desember 2018.
"Jadi kalau masih ada yang mengatakan presiden kurang perhatian pada Islam, hentikanlah cara-cara yang semacam itu," ujar dia.
Buya Syafii bukan orang sembarangan, adalah tokoh toleransi lintas agama. Dia dikenal publik sebagai sosok yang kritis dan plural. Sebagian pihak menilai, Syafii tak segan-segan mengkritik sebuah kekeliruan, termasuk pada teman-temannya sendiri.
Cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin (kiri) bersama Tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif (kanan) berjabat tangan seusai pertemuan keduanya di Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (15/10/2018). Ma'ruf Amin yang berpasangan dengan capres Joko Widodo bersilaturahmi ke rumah Buya Syafii terkait Pemilu 2019 agar berlangsung aman lancar dan damai. (Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah)
Dia tergolong pendukung Jokowi sejak pemilihan presiden tahun 2014. Jelang pemilihan Gubernur DKI Jakarta, Syafii, juga tampak tidak ragu untuk mendukung Ahok yang tidak disukai sebagian orang Islam.
Sebagai pengajar, dia tergolong pengajar yang rajin menulis, di samping menjadi pembicara dalam sejumlah seminar. Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam.
Tulisannya, dulu sering dimuat di surat kabar Republika, dalam rubrik resonansi. Buya Syafii tak segan-segan memfotokopi tulisannya itu dan dibagikan gratis ke mahasiswa-mahasiswanya.
Karirnya dimulai menjadi guru di sekolah Muhammadiyah, sebelum meneruskan belajar di Universitas Cokroaminoto dan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta. Saat ini, dia menjabat Profesor Emiritus di beberapa kampus di Yogyakarta.
Dia baru lulus S-1 menjadi Doktorandus tahun 1968. Dia lalu mengikuti kuliah Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Tengah, Universitas Chicago. Bersama Nurcholish Madjid dan Amien Rais, dia termasuk 'Pendekar dari Chicago'.
Disertasi adalah Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia. Setelahnya, dia mengajar di almamaternya, IKIP Yogyakarta sebagai dosen sejarah dan guru besar. Mata kuliahnya yang banyak diminati mahasiswa-mahasiswa adalah Filsafat Sejarah.
Riwayat pendidikan Buya Syafii:
SR Negeri Sumpur Kudus, Sumatera Barat (1947)
Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Sumpur Kudus, Sumatera Barat
Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Lintau, Sumatera Barat
Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah, Yogyakarta (1956)
BA, Fakultas Sejarah dan Kebudayaan Universitas Cokroaminoto Surakarta (1964)
S1, Jurusan Sejarah, IKIP yang belakangan berganti nama menjadi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yogyakarta (1968)
S2, Jurusan Sejarah, Ohio University, Athens, Ohio, AS, (MA, 1980)
S3, Pemikiran Islam, Universitas Chicago, Amerika Serikat, (Ph.D, 1983)
Riwayat karier Buya Syafii:
Tenaga Pendidik di Sekolah Muhammadiyah, Lombok Timur, NTB (1957)
Guru Bahasa Inggris dan Indonesia SMP di Baturetno, Surakarta (1959-1963)
Guru Bahasa Inggris dan Indonesia SMA Islam Surakarta (1963-1964)
Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (1964-1969)
Dosen IKIP Yogyakarta (1967-1969)
Asisten dosen paruh waktu Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta (1969-1972)
Asisten Dosen Sejarah Asia Tenggara IKIP Yogyakarta (1969-1972)
Dosen paruh waktu Sejarah Asia Barat Daya IKIP Yogyakarta (1973-1976)
Dosen senior Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1983-1990)
Profesor tamu di University of Iowa, AS (1986)
Dosen senior (paruh waktu) Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Kalijaga, Yogyakarta (1983-1990)
Dosen senior (paruh waktu) di UII Yogyakarta (1984-1990)
Dosen senior (paruh waktu) Sejarah Ideologi Politik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta (1987-1990)
Dosen senior (pensyarah kanan) di Universitas Kebangsaan Malaysia (1990-1994)
Dosen senior Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1992-1993)
Profesor tamu di McGill University, Kanada (1992-1994)
Profesor Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1996)
Wakil Ketua PP Muhammadiyah (1995-1998)
Ketua PP Muhammadiyah (1998-2000)
Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005)
Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia
Pemimpin Redaksi majalah Suara Muhammadiyah Yogyakarta (1988-1990)
Anggota Staf Ahli jurnal Ummul Qur'an (1988)
MAARIF Institute for Culture and Humanity (2002)
Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP)