Bupati Tulungagung Kenakan Rompi KPK, Peluang Margiono-Eko Prisdianto Terbuka Lebar

Bupati Tulungagung kenakan rompi KPK, peluang Margiono-Eko Prisdianto terbuka lebar. “Bupati Tulungagung ditahan 20 hari pertama di Rutan Polres Jakarta Timur," kata Febri Diansyah.
Penyidik KPK berjalan keluar dari gedung kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu (9/6/2018). Penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti tambahan atas dugaan korupsi proyek peningkatan infrastruktur jalan tahun 2017 yang tengah disidik KPK. (Foto: Ant/Destyan Sujarwoko)

Jakarta, (Tagar 10/6/2018) – Syahri Mulyo usai diperiksa selama sekitar tujuh jam langsung ditahan. Bupati Tulungagung ini ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap sebesar Rp 1 miliar dari pengusaha terkait proyek infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung.

"SM (Syahri Mulyo), Bupati Tulungagung ditahan 20 hari pertama di Rutan Polres Jakarta Timur," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Jakarta, Minggu (10/6) pagi.

Syahri, dengan mengenakan rompi oranye tahanan KPK, keluar dari Gedung KPK RI sekitar pukul 04.40 WIB.

Boleh dikata, penahanan Syahri merupakan berkah bagi kompetitornya dalam Pemilihan Bupati Tulungagung.

Sejatinya masa jabatan Syahri Mulyo sebagai Bupati Tulungagung, Jawa Timur, habis pada 30 April 2018. Dia maju kembali berpasangan dengan Maryoto Bhirowo (Sahto) untuk periode kedua (2018-2023) pada Pilkada serentak 27 Juni mendatang.

Namun, prahara datang menerpa, seiring KPK menetapkan Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muh Samanhudi Anwar bersama empat orang lainnya sebagai tersangka suap di Pemkab Tulungagung dan Pemkot Blitar Tahun Anggaran 2018.

Penetapan tersangka dilakukan KPK setelah memeriksa 1X24 jam kepada para tersangka, dilanjutkan dengan gelar perkara pada Kamis (7/6) sore di gedung KPK.

"Disimpulkan adanya dugaaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh (mantan) Bupati Tulungagung terkait pengadaan barang dan jasa," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/6) dini hari.

Status penanganan perkara Syahri ditingkatkan KPK ke penyidikan dengan menetapkan enam tersangka. Untuk perkara di Tulungagung diduga sebagai penerima, yakni Syahri Mulyo (SM), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungngung Sutrisno (SUT), dan Agung Prayitno (AP) dari pihak swasta.

Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Susilo Prabowo (SP) dari unsur swasta atau kontraktor. Sementara untuk perkara di Blitar diduga sebagai penerima antara lain Muh Samanhudi Anwar (MSA) dan Bambang Purnomo (BP) dari unsur swasta. Diduga sebagai pemberi, yakni Susilo Prabowo (SP) dari unsur swasta atau kontraktor.

"Diduga pemberian oleh SP kepada Bupati Tulungagung melalui AP sebesar Rp 1 miliar terkait 'fee' proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung," ujar Saut.

Pemberian itu diduga sebagai pemberian ketiga. Sebelumnya (mantan) Bupati Tulungagung diduga telah menerima pemberian pertama sebesar Rp 500 juta dan pemberian kedua sebesar Rp 1 miliar.

"Tersangka SP adalah salah satu kontraktor yang kerap memenangkan proyek-proyek di Pemkab Tulungagung sejak 2014 hingga 2018," ungkap Saut.

"Korban Politik"

Sebelumnya, selagi dalam pencarian KPK, melalui video singkat yang dikirim kepada tim pemenangan jaringan relawan, Syahri Mulyo pada Jumat (8/6) malam menyebut dirinya sebagai "korban politik" sehingga ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek peningkatan infrastruktur jalan oleh KPK.

"Kepada simpatisan dan relawan Sahto, biarlah saya menjadi korban politik. Saya harap, semangatlah berjuang untuk tetap memenangkan Sahto pada 27 Juni 2018 yang akan datang," kata Syahri diawal video yang dia kirim itu.

Cabup petahana itu tidak bicara panjang lebar. Dalam video berdurasi 28 detik, Syahri hanya menyampaikan pesan terkait keberlanjutan proses pemenangan Sahto pasca penetapan dirinya sebagai tersangka.

Syahri menyemangati barisan pendukungnya agar terus berjuang memenangkan Sahto di saat pemungutan suara pada 27 Juni mendatang.

"Dan Pak Maryoto (Bhirowo) bisa dilantik untuk periode yang akan datang. Salam dua jari. Lanjutkan," tutup Syahri mengakhiri video singkatnya.

Selain itu tak ada hal lain yang diucapkan Syahri. Dia juga tidak sedikit pun menyinggung masalah hukum yang tengah dihadapi.

Dalam tayangan video, wajah Syahri terlihat datar. Ekspresi tenang dan intonasi suaranya kalem. Tapi justru gesture Syahri yang dianggap kurang "berenergi" itu yang menimbulkan kesan bahwa dia sedang tertekan.

"Kasihan Pak Syahri. Biasanya beliau selalu bergairah jika bertemu barisan pendukungnya di sini," kata salah seorang simpatisan mengomentari.

Video Syahri Mulyo itu mulanya beredar melalui jaringan percakapan WhatsApp di kalangan DPC PDIP Tulungagung dan jaringan relawan Sahto pada Jumat (7/6) malam. Namun kemudian merembet keluar dan menjadi viral di media sosial, termasuk yang kemudian diterima awak media.

Suami dari Wiwik Wijayanti itu menghilang pasca terjadinya aksi OTT (operasi tangkap tangan) atas diri Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung Sutrisno pada Rabu (6/6).

Sejak itulah keberadaan Syahri Mulyo tidak diketahui. Sampai kemudian KPK mengumumkan penetapan status Syahri Mulyo sebagai tersangka bersama Wali Kota Blitar Mohammad Samanhudi Anwar dan dua orang swasta yang diduga berperan sebagai penyuap dan perantara.

Terakhir Syahri dikabarkan berada di ruas jalur Pantura di Jawa Tengah. Dia tengah dalam perjalanan menuju Jakarta dan berniat menyerahkan diri, menyusul koleganya M Samanhudi Anwar yang telah lebih dulu datang ke gedung merah putih KPK pada Jumat (8/6) sore.

Sementara itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tetap optimistis bakal memenangi Pilkada Tulungagung, meski calon bupati yang diusung, Syahri Mulyo ditetapkan sebagai tersangka.

"Partai tetap solid dan yakin menang meski tanpa Syahri," kata Bendahara tim pemenangan Sahto, Heru Santoso di posko pemenangan Sahto, Tulungagung.

Heru Santoso mengakui, prahara politik yang dialami Syahri Mulyo memiliki implikasi terhadap perolehan suara Sahto di Pilkada Tulungagung. "Mungkin ada penurunan, tapi kami yakin tidak signifikan," ujarnya.

Apalagi, kata Heru, elektabilitas Sahto selama ini dia klaim sangat tinggi dan jauh dibanding elektabilitas lawan politik dengan selisih dua kali lipat lebih.

Jika pun terjadi penurunan elektabilitas, menurut dia, hasilnya tidak akan mengubah keunggulan Sahto secara keseluruhan kontestasi.

"Sebelum ada tindakan KPK, estimasi selisih suara kami sangat jauh dengan kandidat. Jadi kalaupun berkurang, tetap tak bisa diungguli lawan," ujarnya.

Heru menegaskan, penetapan status tersangka terhadap Syahri Mulyo tak melemahkan PDIP untuk memenangi pilkada. Tim pemenangan pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo tetap berusaha menyelesaikan pemilihan meski tanpa kehadiran Syahri.

Sejatinya, pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo yang diusung PDIP, Nasdem, dan Perindo, akan bersaing dengan pasangan Margiono-Eko Prisdianto yang didukung Partai Golkar, Demokrat, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Hanura, Partai Amanat Nasional, serta Partai Bulan Bintang.

Dengan penahanan Syahri, peluang bagi Margiono-Eko Prisdianto untuk memenangkan Pilkada Tulungagung yang pencopblosannya berlangsung pada 27 Juni mendatang terbuka lebar. (ant/yps)

Berita terkait