Bupati Lombok Barat Terpukul Mendapat Nilai Terburuk untuk Pelayanan Publik

Ombudsman nilai pelayanan publik di Lombok Barat terburuk. 'Rasanya terpukul sekali, prestasi banyak tapi penilaian terburuk.'
Kantor tempat perkumpulan anggota LPI saat melakukan penjagaan rumah Riziq saat ditinggal

Lombok Barat, (Tagar 13/12/2018) - Ombudsman Perwakilan NTB menilai Pemerintah Kabupaten Lombok Barat terburuk dalam memberikan pelayanan publik. Penilaian Ombudsman itu memicu reaksi dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.

Reaksi datang dari Sekretaris Daerah Lombok Barat HM Taufiq.

"Menurut Ombudsman, parameter penilaiannya ada pada SOP (standar operasional prosedur) dan keterbukaan publik. Ini kan mudah dibuat?" ujar Taufiq sengit saat Rapat Pimpinan Daerah di Aula Kantor Bupati, Kamis (13/12).

Untuk itu, ia meminta satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk segera belajar tentang penyusunan SOP tersebut.

"Jangan yang begini-gini belajar ke Sumatera. Kalau di depan kita ada daerah yang lebih baik," tambahnya.

Untuk itu, Taufiq meminta beberapa SKPD untuk segera belajar ke kabupaten Lombok Utara dan Kota Mataram.

"Susun hasilnya dalam bentuk laporan, kita tunggu tanggal 13 Januari 2019 untuk dipaparkan," pungkas Taufiq.

Rasanya Sangat Terpukul

Di tempat yang sama, Bupati Lombok Barat H Fauzan Khalid menyampaikan kekecewaannya.

"Rasanya seperti terpukul sekali, prestasi banyak tapi penilaian Ombudsman itu, kita yang terburuk," ujar Fauzan.

Fauzan menambahkan bahwa info sementara yang ia peroleh, terburuknya penilaian atas pelayanan publik di Lombok Barat karena tidak jelasnya SOP dalam memberikan pelayanan. "Ini seperti anomali saja," keluhnya.

Menurut Fauzan, penilaian terburuk dalam pelayanan publik oleh Ombudsnan tidak relevan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah.

Menurutnya memberi contoh, di sektor kesehatan Lombok Barat mendapat penilaian 100 persen Puskesmas terakreditasi dan RSUD sudah paripurna. Begitu pula untuk pelayanan administrasi kependudukan.

"Ini yang harus diklarifikasi parameternya untuk menjadi bahan pembelajaran di masa mendatang," ujar Fauzan.

Seperti diketahui, Ombudsman melakukan riset terhadap 199 Kabupaten/Kota se-Indonesia. Untuk Ombudsman Perwakilan NTB, mereka menyasar 7 Kabupaten/ Kota di NTB selama masa survei, yaitu Bulan Mei-Juli 2018.

Dari hasil riset tersebut, Kabupaten Lombok Utara disebut berada pada peringkat 14 nasional dengan Kepatuhan Tinggi atau meraih point 93,82.

Lima kabupaten di NTB berada pada zona kuning, dan Lombok Barat berada di peringkat 162, atau terburuk dalam memberikan pelayanan publik.

"Point kita hanya 44,68, jauh di bawah KLU bahkan lebih dari dua kali lipatnya," keluh Fauzan.

Saling Bantah

Penilaian Ombudsman soal skor kepatuhan terhadap standar pelayanan publik menempatkan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat pada urutan paling bawah atau zona merah. Skor ini menjadi polemik.

Kabag Humas dan Protokol Setda Lombok Barat, Saiful Ahkam, Rabu (12/12) membantah skor nilai yang diberikan Ombudsman RI Perwakilan NTB (ORI NTB).

"Untuk kasus pelayanan publik di RSUD, Puskesmas, mungkin hasil survei Ombudsman tersebut perlu diklarifikasi, karena hasilnya semua sudah terakreditasi. Bahkan RSUD akreditasi paripurna," ucap Ahkam.

Bantahan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat itu kembali ditanggapi Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Ombudsman RI Perwakilan NTB, M Rosyid Rido.

"Perlu kami jelaskan bahwa sebelum Ombudsman melaksanakan penilaian kepatuhan, terlebih dahulu mengundang pihak Pemda yang diwakili oleh unsur organisasi, inspektorat dan DPMPTS dari Pemda yang akan dinilai," sanggah Rido, Rabu (12/12).

Rido menyatakan dalam pertemuan yang dilakukan pada 15 Maret 2018 lalu, Ombudsman memberikan penjelasan mengenai metodologi penilaian dan unsur apa saja yang dinilai. Kemudian, beber Rido, unsur atau pihak yang diundang itulah yang menginformasikan kepada Pemda masing-masing.

"Sehingga tidak ada alasan lagi Pemda tidak mengetahui dan memahami tentang penilaian kepatuhan Ombudsman," cetusnya.

Ia juga membeberkan perihal surat undangan yang disampaikan sebelumnya oleh ORI NTB tertanggal 23 Februari 2018. Surat itu tentang pendampingan penerapan hasil kepatuhan terhadap standar pelayanan publik sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang akan dilakukan pada tahun 2018.

Undangan disampaikan kepada Inspektur Pemkab Lombok Barat, Kabag Organisasi dan Tata Laksana Pemkab Lombok Barat serta Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTS) Pemkab Lombok Barat.

"Dari NTT ada yang hadir wakil bupati, kalau yang di NTB nggak ada kepala daerah yang hadir, karena di surat itu pun bupati mendapatkan surat tembusan untuk mengetahui saja," beber Rido.

Sebelumnya, ORI NTB menilai, hanya terdapat 1 kabupaten yang berada di level kepatuhan rendah yang posisinya pada zona merah dengan nilai 44,68 menempati urutan 162, yaitu Kabupaten Lombok Barat.

Sedangkan mekanisme pengambilan data yang dilakukan Ombudsman dengan observasi secara mendadak, selain melalui pengamatan langsung dan bukti foto.

"Ada 10 variabel penilaian yang digunakan setiap komponen indikator dengan bobot yang berbeda, mulai dari bobot nilai 2 sampai 12," jelas Rido.

Ia juga memaparkan rendahnya kepatuhan terhadap standar pelayanan publik mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi. Hal itu, tutur Rido, biasanya didominasi oleh perilaku aparatur atau secara secara sistematis terjadi di suatu instansi pelayanan publik.

"Misalnya ketidakjelasan prosedur, ketidakpastian proses jangka waktu layanan, praktik pungli serta korupsi," imbuhnya.

Selain itu, dampak kualitas pelayanan yang buruk mengakibatkan kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah menurun, potensinya akan mengakibatkan pada apatisme publik.

"Kabupaten yang masih berada pada tingkat kepatuhan sedang dan rendah diharapkan dapat meningkatkan kepatuhannya pada tahun 2019," harapnya. []

Berita terkait
0
Mendagri Lantik Tomsi Tohir sebagai Irjen Kemendagri
Mendagri mengucapkan selamat datang, atas bergabungnya Tomsi Tohir menjadi bagian keluarga besar Kemendagri.