Medan - Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menilai pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) Tahun 2020 di Sumatera Utara, tidak memadai.
Hal ini sesuai dengan catatan yang disampaikan anggota V BPK RI Bahrullah Akbar melalui video conference yang disaksikan Gubernur Sumut dan pejabat teras lainnya di gedung paripurna DPRD Sumut pada Selasa, 16 Juni 2020.
Baharullah menyampaikan catatan itu sebagai bagian dari hasil laporan pemeriksaan keuangan Tahun 2020 untuk Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. "Pengelolaan dana bantuan BOS tidak memadai," kata dia.
Data diperoleh Tagar dari laman website Kementerian Keuangan menyebut, untuk bantuan dana BOS Tahun 2020 dicairkan dalam tiga tahap, yaitu pada Tahap I sebesar 30 persen, tahap II sebesar 40 persen dan tahap III sebesar 30 persen dengan syarat pencairan mengikuti ketentuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Total dana BOS Tahun 2020 telah disalurkan sebesar Rp 24.494.089.750.000 yang terbagi dalam dua tahap, di mana Tahap I sebesar Rp 14.426.949.630.000 untuk 215.307 sekolah serta Tahap II sebesar Rp 10.067.140.120.000 untuk 111.140 sekolah yang tersebar di 34 provinsi seluruh Indonesia.
Untuk Sumatera Utara, sesuai data dari website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bantuan BOS Tahun 2020 yang sudah dicairkan Tahap I sebesar Rp 963.772.230.000.
Pemerintah melakukan perubahan mekanisme yang memudahkan percepatan atas penyaluran dana BOS, yaitu disalurkan secara langsung dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Sekolah.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 9/PMK.07/2020 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 48/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan DAK Nonfisik.
Namun, penyaluran langsung ke rekening sekolah tetap ditatausahakan dalam APBD provinsi/kabupaten/kota sehingga sisi akuntabilitas tetap terjaga.
Kami ucapkan terima kasih kepada BPK RI kepada opini terbaik atau laporan keuangan ini
Selain bantuan BOS, Baharullah juga mengungkapkan sejumlah hal yang menjadi catatan dan temuan pihaknya yang bisa menjadi bahan perbaikan bagi Pemerintah Provinsi Sumut, yakni:
1. Pengeluaran kas belum sepenuhnya menggunakan mekanisme transaksi nontunai
2. Penatausahaan aset tetap belum memadai
3. Pertanggungjawaban belanja hibah belum seluruhnya diterima dan dilengkapi
4. Pengadaan tanah Islamic Centre, belum dapat segera dimanfaatkan
5. Temuan uang dan barang sitaan atas putusan pengadilan atas kasus kehilangan uang kegiatan honorarium belum disetorkan ke kas Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
6. Pertanggungjawaban belanja kegiatan reses anggota DPRD tidak sesuai ketentuan
7. Kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas
8. Pertanggungjawaban belanja barang dan jasa pada delapan UPT Dinas Perhubungan tidak sesuai ketentuan
WTP
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menerima predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK Tahun 2020. Ini merupakan ke enam kalinya Pemprov Sumut menerima predikat tersebut.
"Dari hasil laporan pemeriksaan keuangan tahun 2020, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian kepada pemerintah Provinsi Sumatera Utara," ungkap anggota V BPK RI Bahrullah Akbar.
Edy Rahmayadi menyaksikan langsung penyampaian predikat opini WTP bersama dengan pimpinan DPRD, Baskami Ginting dan juga Ketua BPK Perwakilan Sumatera Utara, Eydu Oktain Panjaitan, dan Kapolda Sumut Inspektur Jenderal Polisi Martuani Sormin.
Bahrullah menyebut predikat ini WTP ke enam kali yang diterima Pemprov Sumut secara berturut-turut sejak tahun 2014. Menyangkut sejumlah catatan yang perlu diperhatikan ke depan, kata dia, tidak mempengaruhi terhadap predikat yang diberikan.
Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi menyampaikan ucapan terima kasih kepada BPK RI. Dia berharap predikat yang diterima dapat menambah semangat untuk bekerja.
"Kami ucapkan terima kasih kepada BPK RI kepada opini terbaik atau laporan keuangan ini. Ini dapat menjadi semangat bagi kami untuk meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan Provinsi Sumatera Utara," katanya.[]