BI dan The Fed Kerjasama Repo Line 60 Milar Dolar AS

Bank Indonesia mencapai kesepakatan kerjasama repo line dengan bank sentral AS (The Fed) senilai 60 miliar dolar AS.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di kantor pusat BI, Jakarta, Rabu (15/8/2018). BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan BI 7-days repo rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,5 persen. (Foto: Ant/Sigid Kurniawan)

Denpasar- Bank Indonesia (BI) telah mencapai kesepakatan kerjasama repurchase agreement line (repo line) dengan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), senilai 60 miliar dolar AS. Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, kesepakatan ini dapat dimanfaatkan BI apabila membutuhkan likuiditas dalam bentuk dolar AS.

“Repo line merupakan fasilitas yang memungkinkan bank sentral atau otoritas moneter untuk mendapatkan likuiditas dolar AS,” ucap Trisno Nugroho, mengutip pernyataan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Rabu, 8 April 2020.

Baca Juga: Bank Indonesia Tangkal Uang Palsu dengan 3D 

Likuiditas itu didapat dengan menjual secara temporer surat berharga yang dimiliki seperti US treasury. Bersamaan itu ada perjanjian untuk membeli kembali.

Ini mengindikasikan kepercayaan The Fed terhadap ekonomi Indonesia dan kebijakan makroekonomi.

Kerjasama repo line dikategorikan sebagai Foreign and International Authorities (FIMA), yang hanya diberikan kepada sejumlah bank sentral. Hal ini, menurut Trisno, mengindikasikan kepercayaan The Fed terhadap ekonomi Indonesia dan kebijakan makroekonomi.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno NugrohoKepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho mengatakan Bank Indonesia telah mencapai kesepakatan kerjasama repurchase agreement line (repo line) dengan Bank Sentral Amerika Serikat. (Foto: Nila Sofianty).

Selain dengan The Fed, BI juga memiliki kerjasama repo line dengan beberapa lembaga seperti Bank for International Settlement (BIS) senilai 3 miliar dolar AS serta bank sentral lain di kawasan senilai 500 juta dolar AS sampai dengan 1 miliar dolar AS.

Kesepakatan kerjasama repo line ini akan memperkuat second line of defense yang telah dimiliki BI selama ini. Antara lain kerjasama Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) dengan beberapa negara, yaitu People’s Bank of China (PBoC) senilai 200 miliar yuan China (setara dengan 30 miliar dolar AS), Bank of Japan (BoJ) senilai 22,76 miliar dolar AS, Bank of Korea (BoK) senilai 10,7 triliun won Korea (setara Rp115 triliun), dan Monetary Authority of Singapore (MAS) senilai 10 miliar dolar AS.

BI menyampaikan bahwa posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2020 tercatat sebesar 121 miliar dolar AS lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Februari 2020 sebesar 130,4 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Cadangan devisa cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri.

BI menilai bahwa cadangan devisa saat ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.

Penurunan cadangan devisa pada Maret 2020 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah kondisi extraordinary karena kepanikan di pasar keuangan global dipicu pandemi Covid-19 secara cepat dan meluas ke seluruh dunia.

Kepanikan pasar keuangan global telah mendorong aliran modal keluar Indonesia dan meningkatkan tekanan rupiah khususnya pada minggu kedua dan ketiga bulan Maret 2020. Dikatakannya juga bahwa BI akan terus menjaga kecukupan cadangan devisa guna mendukung ketahanan eksternal dan stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan.

Baca Juga: BI Akui Cadangan Devisa Tergerus Akibat Intervensi

Trisno juga mengungkapkan bahwa kestabilan nilai tukar rupiah merupakan prioritas saat ini. BI memandang bahwa tingkat nilai tukar rupiah relatif memadai dan diperkirakan akan bergerak stabil serta cenderung menguat ke arah Rp 15.000 per dolar AS di akhir tahun 2020.

Nilai tukar rupiah yang bergerak stabil dan menguat, serta mekanisme pasar yang berlangsung baik, mengakibatkan kebutuhan intervensi dari BI menurun. Sejak awal tahun hingga saat ini, BI sudah melakukan upaya injeksi likuiditas atau quantitative easing ke perbankan hampir senilai Rp 300 triliun. Kebijakan itu dilakukan sebagai langkah mitigasi dampak ekonomi Covid-19.[]

Berita terkait
Bank Indonesia Musnahkan Uang Setengah Miliar di Sumsel
Jajaran Bank Indonesia (BI) memusnahkan uang palsu dengan nominal lebih dari setengah miliar rupiah yang pernah beredar di provinsi Sumsel.
Strategi BJ Habibie Selamatkan Perbankan Indonesia
BJ Habibie sebagai pengganti Presiden Soeharto memiliki peran tersendiri dalam mengembalikan perekonomian Indonesia.
DPR Setuju Perry Warjiyo Gubenur Bank Indonesia
DPR setuju Perry Warjiyo Gubenur Bank Indonesia. Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan mengetukkan palu tanda persetujuan.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.